15.

14.8K 742 7
                                    

versi sudah di revisi ✅

Sudah sekitar satu minggu Ayah dan Ibu Alisha tidak bertengkar lagi, tepat setelah Revo abangnya buka suara mereka seketika bungkam, Alisha pikir hanya akan terjadi saat itu saja namun bungkamnya mereka berlangsung lama juga. Tetapi tidak ada perasaan senang yang Alisha rasakan, karena mereka diam bukan berarti damai melainkan mereka menjadi dingin untuk satu sama lain.

Sudah seminggu Ayah tidur di sofa, Alisha berulang kali menawarkannya untuk tidur bersamanya di kamar namun ia terus menolak.

Setiap pagi meja makan hanya diisi oleh dirinya dan Revo. Ibunya tak pernah membuatkan sarapan untuk Ayahnya lagi. Walau tak jarang setiap pagi sarapan Alisha adalah pertengkaran antara kedua orangtuanya, namun percayalah merasakan sepi di dalam rumah ternyata jauh lebih menyiksa.

"Papa belom sarapan," ucap Alisha menghentikan gerak Aji yang sedang membuka pagar rumah.

Aji menoleh dan tersenyum pada putrinya, "Udah, kamu gak liat."

Alisha tau senyum dan jawaban itu hanyalah kebohongan, namun Alisha juga tak bisa mewujudkan hal itu menjadi kejujuran. Ia tak bisa membuat orangtuanya bahagia, walau hanya salah satu saja ia tak bisa.

Saat sudah sampai di gerbang sekolah, Alisha cukup lama tidak turun dari motor, hingga Aji bertanya berkali-kali namun tak di jawab juga.

Alisha melingkarkan lengannya pada pinggang Aji dan menyenderkan kepalanya pada punggung Aji, ia menangis, isakannya mampu Aji dengan jelas.

"Loh kenapa nangis? Kayak anak SD baru masuk sekolah aja," ucap Aji sembari melepas pelukan Alisha dan menoleh menatap putrinya.

"Turun Alisha..."

Alisha akhirnya turun dari motor namun ia masih enggan melangkahkan kakinya masuk. Tangan Aji terulur mengusap air mata yang membasahi wajah putrinya.

"Alisha sayang sama Papa," ucap Alisha dengan suara bergetar.

Syukurnya waktu masih terlampau sangat pagi, tak ada seorang pun yang melihatnya, kalau ada juga Alisha tak peduli. Ia sudah tak sanggup menahan kesedihannya.

Aji tersenyum dan mengusap puncak kepala Alisha.

"Kalo Alisha sayang betul sama Papa, jangan nangis untuk Papa nak... Alisha buat Papa hancur jadinya," ucap Aji.

Perkataan itu membuat hati Alisha rasanya semakin remuk, ia ingin mengeluarkan air matanya lebih deras lagi namun sebisa mungkin ia tahan, dan Alisha tersenyum sempurna.

"Ini tuh kelilipan Pa... Serius deh tadi Papa bawa motornya ngebut banget tau!" ucap Alisha sembari mengipas-ngipas wajahnya dengan tangannya.

Aji tertawa kecil dan berpamit untuk pergi, tanpa Alisha ketahui air matanya juga jatuh sedetik setelah ia melajukan motornya.

Saat Ayahnya pergi barulah tangis Alisha kembali pecah. Alisha melangkah masuk ke dalam sekolah sambil mengelap air matanya, ia terlalu fokus menunduk dan mengalap wajahnya hingga dirinya bertubrukan dengan seseorang yang berjalan berlawanan dengannya tepat di depan gerbang.

Dua ponsel terjatuh ke aspal, miliknya dan milik orang di hadapannya. Alisha langsung spontan menunduk mengecek ponselnya yang pecah, karena benturannya cukup kencang, namun ponsel lain yang juga jatuh itu masih aman syukurnya. Alisha mendongak menatap seseorang yang tak sengaja ia tabrak itu.

"Kak Azka?" gumam Alisha.

Saat Alisha ingin mengambil ponsel milik Azka, Azka lebih dulu merampasnya.

Alisha kembali berdiri dengan tubuh bergetar hebat.

"Kak ma-"

Belum sempat Alisha menyelesaikan ucapannya Azka lebih dulu berjalan meninggalkannya. Alisha menatap kepergian Azka dengan tubuh bergetar dan degup jantungnya yang berdetak hebat tak karuan.

OREOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang