31.

15K 802 39
                                    

Malam ini hujan turun cukup deras membasahi ibu kota yang seakan tak pernah berhenti sibuk. Di kursi yang mengarah ke halaman belakang Rara dan Azka duduk memandang air awan yang membasahi halamannya. Rara pulang dari luar kota sebelum Azka pulang dari rumah Alisha, dan mereka langsung menghabiskan waktu bersama, mendengarkan cerita Rara tentang acara pernikahan temannya yang ia datangi. Azka selalu mendengarkan apapun cerita Bundanya, walau responsnya terdengar kurang menarik, tetapi Azka adalah pendengar yang baik.

"Bun, what does a healthy relationship look like?" tanya Azka saat Bundanya tengah menyeruput teh hangatnya.

Rara meletakkan kembali cangkirnya di meja dan menjawabnya. "Ketika ada masalah, dia mau bicara baik-baik, mengajak diskusi tentang permasalahannya, mengenal kembali kekurangan masing-masing, dan saling mencari jalan keluarnya. Bukan memberi alasan untuk menyalahkan, berlomba-lomba siapa yang paling banyak membuat kesalahan, dan hanya ingin melihat lawannya mengakui kesalahan." Azka menoleh mendengarkan dengan serius jawaban Rara. "Kenapa? Abang ada masalah sama Alisha?"

"Heem. Azka bentak dia," jawab Azka lagi.

"Loh? Kenapa?"

"Kesel."

"Hem ... kebiasaan buruk itu, Bang!" ucap Rara memperingati.

Azka terkekeh dan mengangguk, ia mengakui sikap buruknya itu. "Alisha baik, dia hampir gak punya emosi, Bun. Sekalinya dia marah malah Azka marahin balik."

"Terus, udah baikkan?"

"Udah, persis kayak penjelasan Bunda."

Rara tersenyum dan mengelus puncak kepada putranya. "Bagus, diterapin terus, Bang, lindungi orang-orang yang kamu sayang, sekalipun diri kamu lagi dikuasai amarah."

Azka hanya menjawab dengan anggukan kecil.

---

Alisha : Talk a little nicer to yourself today

Azka berjalan memasuki daerah kampus sambil membaca pesan dari Alisha. Kalimat tersebut bukan pesan yang asing lagi untuk Azka, sebab Alisha tak pernah lupa untuk memberinya pengingat itu setiap pagi.

Saat Azka sedang mengetik balasan, ada telepon masuk dari Andrian, Azka langsung mengangkat telepon tersebut lebih dulu.

"Halo."

Azka tak dapat mendengar suara yang jelas selain keramaian dan ... tangisan.

"An? An? Andrian!"

"Your little sister passed away, Ka."

Seketika tubuh Azka membeku di tempat, ucapan Andrian barusan seakan menghentikan segala sistem dalam tubuhnya untuk beberapa detik sebelum ia langsung berlari kembali ke parkiran.

Sepanjang perjalanan Azka berharap yang Andrian katakan barusan hanya girauan walau itu terdengar mustahil, segala kemungkinan gila yang dapat menyanggah informasi dari temannya tadi ia harapkan. Kalimat tersebut masih belum bisa ia terima, belum sedikit pun.

Andrian sampai lebih dulu di rumah sakit, bersama Rara, Kamal, dan Tante serta sepupu Azka. Rara menghubungi Andrian saat panggilannya tak dijawab oleh putranya, mungkin saat ia menghubunginya Azka masih dalam perjalanan menuju kampus.

Andrian langsung bangkit dari duduknya saat melihat kehadiran Azka yang berlari kencang menghampirinya.

"An," panggil Azka dengan napas tak beraturan, Andrian menepuk pundak Azka dan menujukan tatapannya pada pintu kamar Azila, yang di dalamnya terdapat keluarga Azka. Azka hanya menoleh menatap pintu tersebut untuk waktu yang cukup lama.

OREOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang