10 • Aku ingin Papa yang dulu

80 8 0
                                    

Arendo keluar dari kamar mandi, dia tampak mengosok-gosokkan rambutnya dengan handuk kecil berwarna navy. Dia hanya mengenakan celana training selutut, memperlihatkan dadanya yang bidang meski di usianya yang masih enam belas tahun. Tapi dia juga tidak gemuk, tubuhnya cenderung tinggi, kulita putih, hidung mancung, rahangnya kokoh, matanya teduh. Bibirnya tidak terlalu tebal jika tersenyum akan terlihat manis sekali meskipun cowok itu tidak punya lesung pipi.

Biasanya remaja di usia seperti Arendo lebih sering menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang di luar dengan hal-hal yang mereka anggap keren. Tetapi bagi Arendo kesehariannya di sekolah itu sudah menyenangkan ada banyak hal yang bisa dia lakukan bersama sahabat maupun guru. Dengan itulah yang membuat masa SMA Arendo jadi hal yang bisa dia kenang ketika nanti sudah tua. Dia juga tidak hanya di sekolahan, jika weekend cowok itu selalu menyempatkan hang out entah itu ke tempat liburan atau mengikuti seminar, pergi ke tempat mewah atau sederhana, tidak lupa dia selalu pergi bersama tiga sahabatnya itu.

Cowok itu duduk di tepi kasur, saat ini dia sudah mengenakan kaus oblong berwarna abu-abu. Dering benda pipih yang berada di nakas itu mengalihkan perhatiaanya, segera dia beranjak dan mengambil ponsel itu. Ternyata adalah panggilan dari Mauren—iya, cewek yang dekat dengan Veda. Mauren mengikuti ekstrakulikuler bulu tangkis dia juga sudah jago bermain bulu tangkis. Maka dari itu kemarin Veda minta bertukar ekskul sebentar dengan Arendo karena ingin berdekatan dengan Mauren.

"Halo, ada apa Mo?" ucap Arendo, Mauren memang sering dipanggil Moren atau Momo.

"Gue cuman mau bilang kalau kelas 10 yang mau ikut ekskul bulu tangkis udah pada daftar ke gue, totalnya ada 7 orang. Kira-kira kita mulainya ekskul untuk kelas 10 sama 11 kapan mereka udah pada nanya."

"Bilang aja Mo, selasa depan kita kumpul jam 15.30 di lapangan indoor."

"Oke, Ren."

"Oh ya Mo, udah mintain kontak mereka?"

"Udah kok tenang aja, ada yang mau lo tanyain lagi ngga?" tanya Mauren dibalik telepon.

"Udah kok itu aja."

"Yaudah gue tutup ya, bye."

Arendo merupakan ketua dari ekstrakulikuler bulu tangkis tahun ini. Tahun ajaran baru ini baru dua bulan masuk, masih ada beberapa kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi yang belum dimulai. Termasuk dengan ekskul bulu tangkis, sebenarnya kemarin sudah dimulai tetapi hanya dari kelas 11 karena kelas 10 belum ada yang daftar, baru saja tadi dibilang Mauren ada yang daftar 7 orang.

Selesai bertelepon dengan Mauren, Arendo langsung meletakkan kembali ponselnya di nakas. Dia duduk ditepi ranjang, masih mengeringkan rambutnya, sekarang sudah lebih mengering daripada tadi. Pintu kamar Arendo terbuka, Mirna datang dengan membawa segelas teh hangat. Beliau mendekati Arendo dan ikut duduk di samping Arendo. Mirna menyalurkan segelas teh hangat itu pada Arendo. Dia menerimanya lalu memimumnya.

"Ren, Mama boleh minta tolong ngga?"

"Boleh Ma, minta tolong apa?" Arendo memegang gelas itu yang isinya hampir habis. Namun langsung diambil alih Mirna.

"Tolong kamu beliin Mama minyak roll on yang aroma lemon di apotek perempatan Edelweiss-Lilac." Ucap Mirna, perempatan itu adalah perbatasan perumahan Edelweiss dan Lilac

"Iya Ma, Ren pakai jaket dulu." Arendo beralih mengambil jaket yang ada di lemari.

"Ini uangnya, kamu mau jalan kaki atau pakai motor." Mirna berucap sambil menyodorkan uang lima puluh ribu pada putranya yang mengenakan jaket biru dongker.

"Jalan kaki aja Ma, cuman deket kok." Arendo tersenyum pada Mirna.

"Yaudah sana keburu malam."

"Oke ma."

Deportes✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang