Hembusan angin menyimbak pada rambut gadis itu, rambutnya yang panjang dia biarkan tegerai. Saat ini Kalya duduk diboncengan Arendo, seperti biasa survei ke rumah salah satu temannya. Mereka berdua kali ini sedikit kebingungan mencari alamat rumah.
"Jalan halmahera nomor 10." Kalya bergumam sambil memperhatikan rumah minimalist yang telah dilewati.
"Kayaknya yang itu." Kalya menunjuk pada rumah bercat putih yang sudah sedikit luntur, seperti tembok itu sudah lama tidak diganti cat baru. Arendo membelokkan stangnya ke kiri.
Mereka tiba juga di rumah kecil dengan halaman yang tidak terlalu luas, terdapat 4 pot bunga yang ditata rapi di terasnya. Rumah ini ditutupi pagar kecil warna hitam yang sudah berkarat. Sebenarnya rumah ini tidak terlalu bagus, namun karena sering dibersihkan jadinya kelihatan indah.
"Pagarnya dibuka, langsung masuk aja." Ucap Kalya.
"Bentar." Ucap Arendo, dia langsung kembali ke tempat motornya. Ternyata kunci motornya tadi belum dia cabut.
Arendo kembali lagi, Kalya menatapnya. "Untung belum di ambil orang."
Dua remaja itu melewati pagar untuk memasuki pekarangan rumah itu. Di teras terdapat dua anak kecil, yang satu anak laki-laki berumur sekitar 4 tahun dan yang satunya lagi anak perempuan berumur sekitar 6 tahun. Dua anak kecil itu sedang asyik bermain, dengan mainan masing masing. Setelahnya kedua anak itu terlihat berebut mainan, keduanya berebut dan tidak mengalah.
"Ini milik aku, Vino." Teriak anak perempuan itu sambil merebut boneka barbie yang dibawa anak laki-laki itu.
"Pinjem sebental kaka." Anak itu merengek, mungkin sebentar lagi akan menangis.
"Minta saja sama mama." Tukas anak perempuan itu.
"Aku cuman mau liat sebental ka Reva." Anak perempuan itu bernama reva
"Enggak!!!." Reva berteriak dan membuat Vino ketakutan, alhasil Vino menangis.
Kalya dan Arendo yang baru tiba di teras tentu tidak hanya diam. Arendo mendekati anak kecil bernama Reva itu dan Kalya langsung menggendong Vino yang menangis. Anak kecil bernama Vino itu tidak menolak digendong Kalya, dia menangis sesenggukan dan memeluk erat Kalya.
"Dia yang nakal ka." Reva yang duduk di depan Arendo itu berucap dan menunjuk ke arah Vino.
"Reva, Vino cuman mau pinjam sebentar nanti juga dibalikin kok." Arendo mengusap-usap rambut panjang gadis kecil itu yang di kuncir kuda.
"Tapi kemarin dia ngrusakin boneka aku!!!." Reva berteriak lagi, dan membuat Vino yang digendongan Kalya itu menangis lagi lebih kencang.
"Shutt, jangan nangis ya sayang. Kakak kamu ngga marahin kamu kok." Kalya berusaha menenangkan Vino.
"Aku ngga lusakin boneka ka Reva, hikss."
"Reva kamu apaain adik kamu sampai dia nangis." Teriak seorang perempuan paruh baya, setelah dari pintu rumah itu. Sepertinya dia ibunya Andara, beliau keluar dengan memakai daster batik yang warnanya mulai pudar dengan tangan yang memegang sodet. Mungkin ibunya Andara sedang memasak.
Ibu Andara terlihat mengerutkan dahi, beliau bingung dengan dua remaja yang bersama kedua anaknya itu. Jika mereka berdua tidak memakai seragam SMA yang sama seperti Andara, mungkin ibu Andara sudah berteriak karena mengira mereka penculik.
Arendo berdiri dan mendekati perempuan itu memberi salam diikuti Kalya yang masih menggendong Vino, Vino terlihat sudah tidak menangis.
"Bu, kami teman sekelas Andara. Kami ada urusan dengan Andara." Ucap Arendo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deportes✓
Teen FictionBersekolah di sekolahan bertaraf internasional, dengan disandingkan oleh siswa-siswi intelektual. Membuat Arendo semakin dewasa dan mengubah persepsinya. Arendo menyadari bakat para temannya dalam bidang olahraga. Berbagai kejuaran telah...