Arendo menorehkan drawing pen di scetchbooknya meski hanya sekadar mencoret-coret. Belajar materi pelajaran itu melelahkan, dia juga perlu melakukan sesuatu yang bermanfaat namun membuatnya senang. Sejak SD Arendo hobi menggambar meski gambarannya tidak terlalu bagus. Entah dimulai darimana, Arendo menyukai hal-hal simpel yang menyenangkan. Cowok itu memang selalu juara 1 di kelas, nilai fisika dan matematika selalu bagus. Tetapi Fakultas MIPA bukanlah cita-cita cowok itu.
Terbesit dipikirannya, dia bingung ingin masuk perguruan tinggi jurusan apa? Bahkan walau dia anak MIPA, dia masih belum yakin akan masuk perguruan tinggi di bidang IPA. Rasanya masih bimbang memilih bidang IPA atau IPS. Pernah dia berpikir ingin masuk perguruan tinggi Fakultas Seni Rupa Desain lalu dengan jurusan Desain Komunikasi Visual seperti Felix. Mengingat hobinya saat ini menggambar.
Orang bilang cowok yang jago seni itu punya pesona tersendiri daripada cowok yang pinter materi eksak. Jika ditelaah lebih dalam, sebenarnya semua cowok itu punya pesona tersendiri. Entah dia jago Olaharaga, Seni, Sastra, atau materi eksak. Mereka punya cara tersendiri untuk mengekspresikan perasaannnya.
Olahraga baginya itu adalah hal yang wajib. Suatu kegiatan yang dia gunakan untuk melepas penat, menyalurkan bakat, mengasah kemampuan, dan merupakan ekstrakulikuler yang menyenangkan. Arendo belajar bulu tangkis sejak SD awalnya hanya untuk menghilangkan bosan. Lalu tidak disangka sewaktu SMP dia menjadi perwakilan sekolah di Pekan Olahraga Daerah. Dan itu dia lanjutkan di SMA Pekan Olahraga Daerah. Hingga akhirnya dia ditunjuk seniornya dan pembina olahraga untuk menjadi ketua dari cabang olahraga bulu tangkis.
Keluarga baginya itu adalah hal yang selalu utama. Kasih sayang yang tulus dan tak terbatas. Dengan kehangatan yang menjalar di setiap pelukan dan nasehat yang mereka berikan. Kepenatan setelah dia pulang akan terasa hilang saat kakinya telah menginjakkan di rumah sederhana yang dia tempati ini. Meski orang tua Arendo sibuk bekerja, mereka selalu menyisakan waktu untuk mengawasi putra bungsunya itu.
Menghela napas ringan, Arendo meletakkan drawing pen hitam yang dia gunakan untuk menggambar tadi. Dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan kedua telapak tangan dibelakang kepala. Cowok itu menatap note-note yang bertuliskan rumus yang dia tempelkan di dinding meja belajarnya. Namun hanya sekadar menatap, tidak ada niatan untuk menghapal atau memahami.
Di hatinya terasa mengganjal, hari ini dia memang tidak bisa mengontrol emosi. Hampir saja dia lepas kendali dengan sahabat dan pacarnya. Manusiawi sebenarnya, sepandai-pandainya kita mengontrol emosi atau akan menyesal selanjutnya. Cowok itu melirik sekilas ponselnya, lalu mengalihkan pandangannya. Rasanya enggan membuka benda pipih itu. Sudah dia silent namun dia tetap tahu bahwa banyak notifikasi yang masuk. Terlihat dari layar ponselnya yang menyala lalu padam, hingga berulang lagi.
Suara bising itu terdengar di telinganya. Sebenarnya itu bukan suara bising, tapi suara 2 perempuan yang sedang mengobrol. Ya, baginya itu suara bising apalagi jika suara dua perempuan cerewet dipertemukan. Suara itu tidak asing lagi baginya, hingga seorang wanita paruh baya mengetuk pintu kamarnya.
Pintu kamar pun terbuka sedikit, Mirna mengintip dari luar. "Ren, itu ada Kalya temen kamu datang ke sini."
Suasana pun berubah, Arendo menoleh ke pintu kamar. "Si Kalya? Kalyala temen sekelas Arendo Ma?"
Mirna mengangguk, "Iya Ren, temen sekelas kamu."
Cowok itu memindahkan posisi tangannya dan bangkit berdiri. "Dimana Ma dia sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Deportes✓
Novela JuvenilBersekolah di sekolahan bertaraf internasional, dengan disandingkan oleh siswa-siswi intelektual. Membuat Arendo semakin dewasa dan mengubah persepsinya. Arendo menyadari bakat para temannya dalam bidang olahraga. Berbagai kejuaran telah...