there will be a riot, because I know you

952 171 19
                                    

"Kenapa kalian mengusikku lagi?"

Aku sedikit merasa bersalah karena memukul Jimin. Namun rasa kecewa dan amarah yang kumiliki nyatanya jauh lebih besar. Jimin tampak lebih kurus, rahangnya terlihat semakin tajam, serta kantung matanya yang terlihat dengan jelas.

"Mengusik? Aku mencoba menyelamatkanmu!"

"Bisakah kau keluar?. Tolong jangan ganggu aku. Jangan kembali lagi. Kalian sudah membuangku kan? Dasar penghianat."

"Uh oh, bisa tenang dulu? Kau mau mendengar segalanya kan?"

"Tidak. Aku tidak mau tahu. Keluar Jimin atau aku akan teriak."

"Teriak saja sana!" Jimin meninggikan suaranya dan menatapku sebal. Kenapa jadi dia yang marah?. "Yang akan terjadi adalah suster akan datang dan menyuntikkanmu obat penenang. Otakmu sudah tumpul ya?"

"Kau mau aku pukul lagi hah?"

"Kau bisa tenang tidak sih?! Aku hanya ingin menanyakan bagaimana keadaanmu."

"Bahkan kau masih berani menanyakan bagaimana keadaanku. Dasar tidak tahu malu! Enyahlah!"

Jimin menghela napas panjang, terlihat dengan jelas mencoba untuk meredam emosinya. "Aku anggap kondisimu baik-baik saja karena kau masih bisa memukulku. Meskipun kau terlihat seperti tengkorak berjalan. Kabar baiknya kondisimu akan membaik karena aku yang akan bertanggung jawab atas dirimu."

"Apa-apaan?"

"Kami khawatir, itu yang terjadi."

"Enyahlah Jim."

Aku segera mencoba untuk melupakan ucapan Jimin. Tidak ingin membiarkan harapan kembali membuai. Aku tidak akan merasa sesakit ini jika saja tidak pernah terlalu berharap sejak awal.

Aku segera menutup mataku untuk menghalau air mata yang sudah siap lolos dari pertahananku. Semuanya hancur kembali, perasaanku kembali menjadi tidak menentu hanya karena melihat sosok Jimin. Memang, timbul berbagai macam pertanyaan mengenai kemunculannya. Dia adalah ketua Sektor Kesehatan dan tugasnya hanya berfokus mengenai medis untuk para anggota kelompok Bangtan, bukan kesana-kemari seperti Para Penjaga.

Aku sibuk memikirkan berbagai kemungkinan sampai tidak sadar kalau aku jatuh tertidur.

Aku terbangun, sedikit tersentak, karena merasakan tubuhku diguncang. Mataku terasa berat namun aku bisa melihat air wajah Brian yang menatapku khawatir.

"Ada apa?"

"Kau yang kenapa? Mimpi buruk?"

Aku mencoba memahami pertanyaan Brian sampai merasakan kedua pipiku terasa agak lengket. Aku mengusap wajahku pelan, mencoba menghapus air mata yang belum sepenuhnya kering.

"Mereka memberikanmu obat lagi?"

"Tidak. Aku baik-baik saja kok."

"Seharusnya aku membiarkanmu saja Seungwan."

"Apa yang kau bicarakan?"

"Kau tahu jelas apa yang sedang kubicarakan."

Ya, aku tahu. Dan juga sadar. "Mungkin jika aku tidak disini sekarang, aku akan menyesal sampai mati."

"Jangan gunakan diriku untuk mengelak dari perasaanmu."

"Tuhan," desisku agak sebal. "Hentikan! Jangan buat aku ingat soal apapun lagi." Setelahnya mengubah posisi tidurku membelakangi Brian.

Justru aku merasakan Brian berbaring disampingku. Tangannya terselip melewati tubuhku untuk meraih jemariku. "It's not just about him. Rasanya aku telah merampas apa yang kau inginkan selama ini. Aku bisa saja memilih membiarkan apa yang sedang kau lakukan."

"Pernahkah kau membenciku Bri?"

Brian tidak kunjung menjawab.

"Kau juga tidak pernah menjelaskan kenapa aku berada disini."

"Apakah aku harus?"

"Lebih tepatnya kenapa aku harus berada disini?" Aku mengubah posisiku menghadap Brian. "Apa yang sedang kau lakukan?"

—————

Hii mau ucapin makasih ya buat kalian yang baca notes ini. Maaf kalau makin absurd dan gak jelas gini ceritanya. Kritik dan saran diterima loh!

See ya on next chapter!

(I'm leaving you giys with this one, yes bayangkan aja Brian seperti ini)

(I'm leaving you giys with this one, yes bayangkan aja Brian seperti ini)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- frea xoxo

GreenlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang