now if you never shoot, you'll never know

1.1K 183 4
                                        

Pertanyaan kenapa aku diperlakukan seperti ini sama saja dengan menanyakan bagaimana kehidupan bermula. Ayah tidak pernah menjawabnya, yang kudapatkan biasanya adalah sebuah tamparan atau, jika beruntung, hanya akan mendapatkan tatapan dingin.

Aku tidak ingat Ibu sama sekali. Aku hanya berpegang teguh pada sebuah liontin, yang kata Bibi Gong sudah kugunakan sejak Ayah mengantarku ke rumah. Saat ini kalung itu masih kugunakan, diam-diam menjadi sumber kekuatan yang kugunakan ketika membutuhkannya.

Aku sedikit bersyukur karena Ayah tampaknya masih memiliki rasa belahkasih. Suatu pagi Ayah mengirimkan Brian ke rumah. Aku kegirangan dari balik jendela kamar ketika melihat seorang ajudan menggandeng seorang bocah laki-laki yang terlihat begitu berbeda denganku. Ketika pertama kali bertemu dengan Brian, aku tidak mengerti apa yang ia ucapkan karena ia tidak bisa berbicara bahasa Korea dan aku tidak mengerti bahasa Inggris. Dengan bantuan Chef Dani yang bisa berbahasa Inggris, aku belajar sedikit demi sedikit agar mampu memahami apa yang diucapkan Brian. Aku akan selalu tertawa, atau setidaknya tersenyum lebar, ketika mengingat bagaimana kami berusaha berkomunikasi. Melihat bagaimana Brian bersikap baik dan bersemangat meladeniku pada saat itu membuatku mengira jika dia benar-benar menginginkan apa yang ia jalani.

Lambat laun aku akhirnya tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Brian. Ayahnya memiliki utang yang banyak pada ayahku, naasnya ayahku sudah kehabisan kesabaran dan menyuruh anak buahnya untuk membunuh ayahnya. Dalam rangka melindungi ibunya yang sedang hamil, Brian yang baru berumur enam tahun menyerahkan diri dan mengatakan akan melakukan apapun asalkan mereka tidak membunuh ibu dan adiknya yang masih berada dalam kandungan.

Seharusnya aku malu karena sempat merasa senang diatas penderitaannya. Saat itu juga aku menangis namun Brian dengan kelapangan hatinya menenangkanku dan mengatakan dia senang tinggal bersamaku. Dari Brian aku sedikit belajar mengenai yang namanya bersyukur. Apa yang dia alami jauh lebih berat dan aku masih saja mengeluhi kondisiku.

"Bri, bagaimana kabar ibu dan adikmu? Mereka sehat?"

Brian meraih tanganku dan mengelusnya. "Iya, mereka baik-baik saja. Adikku baru masuk universitas."

"Adikmu pasti tumbuh menjadi gadis yang cantik. Aku ingin sekali melihat mereka."

"Seungwan ayo buat kesepakatan."

"Apa?"

"Jika kau terus bertahan, aku berjanji akan mempertemukanmu dengan mereka."

"Bri, jangan buat janji yang tidak bisa kau penuhi."

"Aku serius. Kau percaya padaku?"

Aku sungguh ingin percaya pada janji Brian.

GreenlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang