well, now that you've got your gun

867 157 4
                                    

Rasanya biasa saja. Mungkin apa yang kurasakan sama seperti apa yang dirasakan oleh kebanyakan bocah yang benci dengan hari Senin lantaran harus kembali bergelut dengan tugas dan aktifitas yang cenderung monoton. Begitu deskripsi perasaan yang bisa kujelaskan setelah resmi menjadi bagian dari Kelompok Bangtan selama seminggu. Apalagi aku masih terhitung anak baru, masih belum dibiarkan bergelut dengan tugas yang sesungguhnya. Selama beberapa bulan kedepan aku akan lebih disibukkan dengan pelatihan-pelatihan dasar kata Hobie.

Gila. Itu satu kata yang terngiang di dalam kepalaku ketika melihat penampakan Suga alih-alih Mister Choi memasuki ruangan latihan. "Aku akan menggantikan mister Choi kali ini. Sekarang berdiri dan mulai pemanasan."

Setelah menyelesaikan pemanasan yang biasa kulakukan dengan Mister Choi. Suga melemparkan hoodie dan masker hitam ke arahku. "Kita akan berlari di luar."

Aku sedikit bernapas lega karena tidak perlu merasa was-was akan berakhir berbaring di atas ranjang klinik karena tidak bisa menandingi kemampuan bela diri Suga. Ditambah ini adalah kali pertama aku melihat dunia luar semenjak beberapa bulan lalu.

"Kulitmu sudah terlalu pucat, kau butuh sinar matahari." Suga mengatakannya saat kami sedang berlari-lari kecil beriringan.

Awalnya aku merasa agak kikuk melihat Suga bersikap tidak sedingin biasanya. Atau mungkin aku sudah terbiasa diperlakukan seperti ngengat yang harusnya dimusnahkan oleh Suga. "Kau perlu kaca tidak?" Balasku dengan setengah tertawa, jaga-jaga jika ternyata Suga sulit membedakan mana yang candaan dan mana yang tidak.

"Aku tahu, maka dari itu kita perlu keluar. Kau sudah merasa nyaman di Bangtan?"

"Ya. Aku sudah mulai terbiasa, terima kasih telah bertanya."

"Sama-sama. Well, aku perlu memastikan karena aku tidak mau kau menambah-nambah kerjaan komisiku."

Sebenarnya aku ingin membalas tapi mempertimbangkan siapa yang sedang berbicara padaku, niatku urung. Jika saja V atau Jimin, mungkin aku tidak perlu pikir dua kali. Dan jangan lupa kalau Suga adalah ketua Komisi Pengawasan. Jadi, sepertinya, mau sebaik apapun hubunganku dengannya kelak aku akan mencoba untuk menahan mulutku untuk berbicara macam-macam.

"Ini dimana ya?" Aku akhirnya bertanya karena tidak bisa mengenali satu objekpun yang sedang kulihat saat ini.

"Kau berada di kota Turmo. Kau tahu kan?"

"Jangan bilang properti di kota ini milik Bangtan?"

Suga kemudian mengangguk. Aku pernah mendengar Kota Turmo. Butuh waktu dua setengah jam untuk sampai ke kota ini dari kota tempatku tinggal. Namun sekalipun aku belum pernah menginjakkan kakiku disini. Masuk akal, ayah pasti tahu persis dimana saja daerah rivalnya.

"Apa yang membuatmu berani membawaku keluar?"

Suga menghentikkan larinya dan mulai berjalan santai, lantas aku mengikuti di belakangnya. "Apa yang membuatmu tidak bisa keluar?"

"Bagaimanapun siapa saja bisa memasuki kota ini kan? Apa kalian tidak khawatir?"

Suga menyeringai. "Aku percaya dengan kerja anak buahku dan Para Penjaga. Tenang saja, jika kau melepas maskermu juga tidak apa."

"Kenapa kau percaya diri sekali? Apa kau lupa aku ini siapa?"

"Tidak. Tidak akan pernah."

GreenlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang