but you are not in love no more

1.9K 157 26
                                    

Rasanya sangat asing setiap kali hal ini terjadi. Dia sangat berguna pada saat seperti ini, karena diriku yang utama tidak akan mampu untuk mempertahankan diri sampai sejauh ini. Apalagi saat ini aku menghadapai adikku, meskipun tidak berbagi darah sepenuhnya, ide melukainya adalah hal yang bodoh padahal dulu aku mati-matian menjaganya dari pukulan ayah.

"Lihat dirimu saat ini, Seungwan. Kau terlalu lama menahannya, padahal dia bisa berguna sejak dulu. Bagaimanapun kau tidak akan bisa menyangkal dirimu yang sebenarnya." Sungjae sudah terkulai tidak berdaya, aku sengaja menginjak salah satu kakinya sampai merasakan ada yang retak di dalam sana untuk membuat Sungjae tidak bisa melakukan perlawanan berarti.

Tangan ini meraih pistol milik Sungjae dan mengarahkan padanya. "Kau adalah adik paling buruk, tapi aku tetap menyayangimu. Selalu ingat itu baik-baik, bahan saat berada di dalam neraka sekalipun. Sayang Ayah tidak pernah mengajarkan untuk memaafkan."

Tanganku menekan pelatuk, bunyi tembakan yang kulepaskan menjadi sinyal bagi V dan Suga untuk melakulan perlawanan. Sesaat dadaku terasa begitu sesak, melihat kekacauan apa yang baru saja kulakukan. Namun dalam satu hembusan, aku berhasil ditaklukan kembali setelah mendengar suara tawa Ayah diantara kekacauan yang sedang terjadi. Dia masih duduk dengan tenang, dikawal dengan tiga penjaganya yang telah berisap untuk memberikan perlindungan.

"Oh Putriku, kau tahu apa yang sedang terjadi, namun tampaknya ada beberapa hal yang tidak bisa kau kendalikan ya?" Dengan jemarinya Ayah memberikan perintah kepada para penjaganya untuk menurunkan senjata mereka. Kemudian ia menyuruhku untuk mendekat.

"Maaf, untuk Brian. Kematiannya diluar rencanaku, tampaknya aku terlalu meremehkan adikmu. Kau sadar kan apa kebodohannya dan aku tidak mau menyerahkan apa yang kubangun susah payah kepadanya. Hanya kau yang bisa, sayangku."

"Kau paham kan sedang berhadapan dengan siapa?"

"Aku tahu kau berada di dalam sana semenjak kau membiarkan adikmu tenggelam setelah ia merusak mainanmu. Seungwan menyembunyikanmu dengan baik selama ini. Bagaimana rasanya bukankah melegakan?"

"Kau memang gila Fredd. Kau tidak melakukan apapun saat anakmu berusaha membunuh satu sama lain. Aku dan Seungwan memang selalu bertolak belakang namun kita tetap satu, dan kami sama-sama membencimu setengah mati."

Suara teriakan V mengalihkan fokus. Suga masih sibuk dengan Heisturo yang kupikir sebenarnya berkamuflase sesuai dengan perintah Ayah. V yang kondisinya memang sudah lebih parah dari Suga sejak awal kini tidak berkutik ketika dadanya diinjak.

"Kau tahu apa yang harus kau lakukan dengan pistol yang ada di tanganmu. Atau kehilangan Brian tidak cukup? Aku perlu membunuh tikus selokan itu?"

Aku benar-benar benci pada diriku sendiri, sejak dulu, karena aku tidak pernah bisa mengendalikannya. Maka dari itu aku selalu berusaha untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang berpotensi memancing dia melakukan intervensi. Untuk mengendalikan tubuhku saat ini sulitnya bukan main, rasanya seperti ada dua orang yang memberikan perintah berbeda dalam satu badan. Aku mencoba untuk mengatur napasku, aku lebih tahu apa yang harus kulakukan dari dia.

"Oh, sial. Tuan Putri sudah kembali?" Ayahku mengumpat kesal ketika tanganku justru mengarahkan moncong pistol ke arah rahangku. Pukulan telak jika aku memutuskan untuk menekan pelatuk.

"Sekali lagi aku mendengar sebuah erangan, kau akan kehilangan apa yang sudah kau korbankan. Aku tidak akan membiarkan apa yang kau mau."

—————

Sementara itu RM menegakkan tubuhnya dan buru-buru memberi perintah dari interkomnya. "Sekarang!" Setelahnya menatap Seokjin yang masih tampak tenang. "Aku baru saja menyelamatkan nyawamu, sobat. Kau berhutang padaku."

Seokjin tersenyum miring. "Apa yang kau lakukan barusan, aku sudah melihatnya lebih dulu."

"Bajingan." RM memaki kesal. "Kau sama gilanya dengan Freddie. Bedanya kau selalu menang dari awal."


—————


Seseorang menembak ayah, pelurunya datang menembus kaca. Kemungkinan besar Bangtan yang melakukannya, tentu saja. Segala pergerakan kini terhenti dan anak buah ayah berlutut padaku. Sementara kedua kakiku kehilangan kekuatannya. Suga benar, seharusnya aku memilih opsi lain. Bahkan usahanya yang terlihat seperti ingin membunuhku sejak awal mungkin merupakan sebuah peringatan. Seokjin sudah tahu bagaimana akhir dari kekacauan ini. Sisi lain dari diriku bergumam dalam kepalaku: seharusnya kau membiarkan aku yang menangani ini. Kau terlalu naif, nikmati apa yang harus kau hadapi saat ini Seungwan. Selamat menjadi Ratu.

"Hei, semuanya sudah berakhir." Suga mengangkat daguku agar dia bisa menatapku. "Jangan lemah, seluruh kuasa ada di tanganmu sekarang. Tidak perlu takut, Seungwan. Tidak ada lagi yang mencoba untuk membunuhmu."

Salah satu sudut bibirku terangkat, mataku terarah pada tubuh Sungjae yang tidak bergerak sama sekali. "Terima kasih, titip salamku pada RM dan Seokjin. Ucapkan selamat dariku kepada mereka. Cepat bawa V ke rumah sakit. Aku akan menyusul nanti."

Suga mengangguk. "Pelajaran bagimu, Princess. Oh, aku harus memanggilmu Ratu sekarang."



SELESAI

—————

HUFTTT akhirnyaaa yang satu ini tuntas juga. Hmm, cerita sedikit kali ya gapapa kan haha. Actually, greenlight awalnya cuma mau jadi oneshot. Tapi sampai setengah kepenulisan udah mencapai 10k words dan mikir sebenarnya kalau greenlight dikembangin lebih luas lagi would be interesting (at least for me). Memang, akhirnya formatnya short story per chapter dengan alur maju-mundur yang gak karuan dan berantakan ya hahaha. I'm sorry for that, kalau gak jelas gini ceritanya. But still, aku ucapin terima kasih banyak buat kalian yang udah baca sampai part ini. Thank youu so much.

Semoga di part sebelumnya dan part ini membuat jelas semuanya apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kalian jeli, sebenarnya aku udah ngasih hint di salah satu part.

Chapter 2 of h•e•r is posted! Kalau tertarik untuk pindah ke sana, see you there yaa!

- frea

GreenlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang