06

12.4K 1.9K 110
                                    

Hei hei hei..
Selamat hari minggu semuanyaa..














Aku jatuh tertidur sesaat setelah Jimin menceritakan tentang saudaranya dan sang kekasih itu. Kuberitahu satu hal, dongeng Jimin dan puk-puk lembutnya adalah penghantar tidur ternikmat yang aku tahu.

Tentang Taehyung, sepertinya memang Jungkook mempunyai peran penting dalam hidupnya selama di Amerika. Kurasa aku bisa melihat sisi baiknya, mereka berdua saling membantu saling memberi semangat dalam menjalani kehidupan sendiri di negara orang. Dan tentu itu bukan hal yang mudah.


Aku terbangun beberapa jam setelah terlelap, tak mendapati Jimin berbaring di sebelahku. Kepalaku berputar mencari jam dinding yang telah mengarah ke angka 7, kurasa senja pun sudah terlewat.

Aku mengambil guling milik Jimin, menciumnya kuat. Aroma Jimin memang begitu memabukkan.

Hingga kudengar suara tawa dari ruang utama, segera setelahnya aku bangkit dan mulai keluar ruangan. Mencari sumber suara yang cukup gaduh.

Pantas saja! Ada Jimin dan Taehyung disana, tengah tertawa terbahak sambil menonton acara TV Nickleodeon. Astaga, aku baru tahu sisi kekanakan Jimin saat bersama Taehyung seperti ini.

"Yoo, sinih!" Aku menatap Jimin yang tengah melambai ke arahku, memintaku duduk di sebelahnya. "Taehyung membeli 3 pizza jumbo. Aku mengatakan padanya jika ini adalah makanan kesukaanmu, sinih kita habiskan bersama."

Aku terseyum masam. Melihat bagaimana masih ada 2 pizza yang belum tersentuh sama sekali. Dan berjalan mendekati Jimin.

"Kau sengaja membelikannya untukku? Whoooa, terima kasih banyak, Taehyung."

Taehyung terkekeh, bekerling menatapku dengan mulut penuh yang menghabiskan gigitan terakhir, sebelum berkata, "kau membutuhkan tenaga besar kan untuk tidur bersama Jimin? Jadi aku menyumbang pasokan makanan untuk memulihkan tenagamu."

Aku melongo, menatap Taehyung tak mengerti. Namun melihat bagaimana Jimin tersedak cola saat hendak meminumnya tadi, hingga berakhir memukul Taehyung beserta desisan kesalnya. "Sialan, Taehyung! Sudah kubilang aku tak menyentuh Yoora hingga tahap kesana! Sialan!"

Ya, aku melongo, wajahku memanas. Mengerti maksud perkataan Taehyung. Astaga— mendadak aku menunduk karena malunya.

"Ihh— iya iya Jim, kau tak menyentuhnya sampai kesana. Tapi paling tidak kau sudah menciumnya kan?"

Aku tak tahu lagi apa yang membuatku lebih malu, kedua tanganku terangkat menutupi wajahku yang sudah sangat panas.

"Sialan, Kim! Kusumpal mulutmu dengan kaos kaki bau mu jika masih bicara yang tidak-tidak!"

Taehyung tergelak dalam tawanya, ancaman Jimin telah berhenti berbarengan dengan Taehyung yang diam.

"Hei, Yoo—" tanganku yang menutupi wajahku diambil Jimin, membuatku mau tak mau harus memberanikan diri menatapnya. "Jangan didengar perkataan Taehyung. Dia sering berkata tidak jelas, memang!"

Aku bercicit iya, sambil menahan malu yang mendadak menyerang lagi. Astaga, aku belum pernah terlibat konversasi antara dua saudara laki-laki yang seperti ini.

"Aku akan ke dapur dulu, mengambil air putih."

Mendadak aku langsung bangkit dan pergi dari mereka. Mencoba menghindari suasana yang membuat demam tinggi hanya di wajahku.

Suara kesal Jimin pada Taehyung masih terdengar saat aku meninggalkan mereka menuju dapur. Ah, setidaknya aku bisa menghindari sejenak untuk meredakan wajahku yang memanas.




PAROXYSM ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang