Athar mengekor Jihan yang sedang berjalan cepat setengah berlari keluar dari mobil menuju ke sebuah Rumah Sakit tempatnya melakukan magang. Athar tidak mengerti jalan pikiran Jihan sampai gadis itu masih pergi ke Rumah Sakit di saat seperti ini.
Lalu Athar mengetahui siapa yang akan ditemui Jihan setelah melihat punggung seseorang dari jauh sedang duduk menunggu sambil menyatukan kedua jemarinya di sebuah meja berwarna putih.
Lelaki tampan dengan pakaian operasi berwarna hijau duduk di depan Jihan. Kepala Jihan terangkat, senyuman kecil tersungging di bibirnya. Cuaca di sekitar cafetaria Rumah Sakit yang cerah tidak mampu mencerahkan suasana hati Jihan.
"BUAT APA LO NEMUIN MANTANNYA KANIA? JIHAN AYO KITA PERGI!!" ajak Athar tetapi Jihan tidak bisa mendengarkannya.
"mau apa lagi sekarang? Kemarin saya sudah bilang kalau tidak bisa membantu Athar, Ji... kamu juga kuliah di kedokteran dan pasti tahu apa itu mati otak kan? Kita tidak bisa menyelamatkannya, kalaupun Athar selamat, dia beresiko untuk mengalami kecacatan... kamu mau lihat dia gak bisa apa-apa selama sisa hidupnya?"
Si sombong itu menceramahi Jihan panjang lebar, Athar sudah muak dengan kelakuan Rifat. "Ji... jangan dengerin si sombong ini, ayo kita pergi..."
"kakak tahu Kania dimana?" Jihan bertanya dengan pelan sambil menundukan kepalanya.
"stop... Jihan berhenti jadi orang menyedihkan, apa kamu pikir Athar bakalan peduli sama semua pengorbanan kamu? Enggak... dia udah tergila-gila sama Kania, memangnya apa yang kamu dapetin dari ini semua? Apa Ji? Sakit... kamu Cuma dapet sakit hatinya" melihat keadaan Jihan yang seperti mayat hidup, Rifat mengacak rambutnya sendiri. "Kania pergi ke tempat ayah kamu Ji... ayah kamu sendiri yang mengundangnya datang"
"a-apa?" Athar ikut duduk disamping Jihan mendengarkan mereka berdua. "tu-tunggu, maksud kak Rifat apa? gak mungkin Kania langsung pergi setelah mendapat pekerjaan dan ninggalin Athar kan? Hari itu mereka mau tunangan"
"kamu pikir tunangan lebih penting?" Rifat menyodorkan sapu tangan ke Jihan. "sudah berapa hari kamu gak tidur? Bisa sampai mimisan kaya gitu" Jihan menyusut hidungnya menggunakan sapu tangan pemberian Rifat.
Athar menengok ke Jihan yang terlihat lelah. Ia terlalu sering berada di depan Jihan sampai tanpa sadar memunggunginya dan tidak perduli pada orang yang selalu ada di belakangnya. "cukup Ji... lo gak usah nyari Kania lagi, kalau emang dia mau udah dari dulu dateng jenguk"
Jihan menghela nafas. "berarti ini semua gara-gara aku kak... Athar kecelakaan karena nyusul Kania dan Kania pergi karena permintaan ayah"
***