...2013-2016....
Pernah nggak sih lagi kangen dan pengen banget ketemu seseorang, orang itu malah susah ditemui tapi sekalinya sedang menghindar dari orang tersebut malah dia selalu ada di sekitaran kita secara tiba-tiba.
Aku pernah mengalaminya berkali-kali dengan orang ini. Mahesa Wistara. Kakak kelasku sejak SMA.
Mahesa itu, tipe-tipe cowok yang dipuja banyak cewek. Selain tampan, baik hati, Jago musik, aktif OSIS dan Rohis.
Pertemuan pertamaku dengan Mahesa terjadi saat upacara bendera hari senin. Ralat, mungkin hari itu bukan pertemuan pertama karena waktu MOS sudah pasti Mahesa ikut karena dia adalah anggota OSIS.
Tapi hari senin itu, aku benar-benar memperhatikannya. Berbeda dengan waktu MOS yang malas memperhatikan sekitar, upacara bendera terasa istimewa ketika itu.
Dia jadi pemimpin upacara, badannya yang tinggi dan tegap serta punggung yang pelukable itu tak pernah bisa hilang dari pikiranku. Karena aku terus menatap ke arah Mahesa, teman disampingku sadar kemudian berbisik.
"Kak Mahesa ganteng banget ya"
Ohhh namanya Mahesa...
"Kamu tahu dari mana namanya Mahesa?" Tanyaku heran.
2 temanku yang berbaris paling depan menengok ke arahku. "Semua orang juga tahu namanya kak Mahesa" mereka menjawab gemas.
"Aku ngga" lirihku.
Reana yang berdiri di sampingku geleng-geleng kepala. Cika dan Lena kembali menengokan kepalanya.
"Kan dia yang nganterin kamu dari UKS ke kelas waktu kamu pingsan karena kepanasan" Cika berbisik.
"Semua orang iri sama kamu tahu!" Lena menambahkan lalu berbalik menghadap depan lagi.
"Iri karena aku pingsan? Aneh banget"
"Iri karena kamu di gandeng sama kak Mahesa, Nuha sayang" Reana memberi hormat pada bendera sambil berbicara padaku.
Kembali aku melihat kedepan, melihat pada Mahesa, tentu saja. Aku ingat alergi panasku kambuh karena saat itu cuaca panas dan aku harus terus menerus berada di luar ruangan untuk acara pengenalan ekstrakurikuler.
Aku masih bisa mengatasi ruam pada kulitku tapi ketika kepalaku mulai terasa sakit dan nafasku pendek-pendek. Aku meraih tangan Reana yang sedang berjalan disebelahku, saat kami mengadakan school tour dengan para kakak kelas.
Tunggu-- jangan bilang kalau tangan yang kuraih dan menangkap tubuhku saat dunia berubah gelap itu--
Mendekat pada Reana, aku berbisik. "Re.. yang nangkap tubuhku waktu pingsan itu kak Mahesa?"
Reana mendelik padaku lalu berkata. "Kak Mahesa apaan! Tanganku hampir patah gara-gara nangkap tubuh kamu! Badanmu kecil tapi berat banget, tahu!"
Aku hanya nyengir menanggapi jawaban Reana.
Sepertinya aku terlalu banyak nonton sinetron.
●●●
Sejak hari itu aku memaksa Reana untuk ikut ekskul yang di ketuai oleh Mahesa, salah satunya ekskul Majalah sekolah. Kami membuat berbagai tulisan yang nantinya akan di pajang di sejumlah titik yang terdapat di sudut sekolah dan membuat majalah sekolah bulanan.
Walaupun tujuanku masuk ekskul untuk bertemu Mahesa, tapi aku melakukan tugasku dengan baik. Hobby ku selain bengong memang menulis.
Yang paling sering aku tulis untuk majalah sekolah adalah cerita pendek dan puisi. Ada satu puisi kutulis untuk Mahesa dan satu puisi itu juga yang membuatku tidak mau lagi bertemu dengan lelaki itu.
Puisi itu berada di selembar kertas yang terlipat sembarangan dengan kertas lainnya dalam tas ranselku. Reana mengambil kertas puisi itu untuk tugas majalah dinding kami tanpa tahu dampak buruk yang terjadi setelahnya.
"Kamu tahu nggak Nuha siapa pacarnya Mahesa?" Tanya seorang kakak kelas padaku setelah mencegatku yang akan pergi ke lab Biologi.
Aku menengok ke kanan kiri pada teman-teman sekelasku. Mereka bengong, namun aku tahu diantara gerombolan temanku itu pasti ada yang sedang menertawaiku karena ada seseorang yang di labrak kakak kelas.
"Nuha?!" Tanya Ajeng sekali lagi dengan tidak sabar seolah jawabanku menentukan neraka mana aku harus di jebloskan.
Aku menghela napas dan menjawab. "Kak Ajeng"
"Luar biasa kamu yaa?! Tahu Mahesa pacar siapa tapi kamu tetap mengirim puisi itu ke mading?!" Teriaknya di depanku.
"Salahnya apa yaa kak? Itu puisiku aku bebas mau apain aja"
Ohh bagus sekali Nuha, kamu jago memancing keributan.
"Salahnya apa?!" Ajeng menggeleng dan bersiap memuntahkan kemarahannya padaku.
Reana yang ada di sampingku menggenggam pergelangan tanganku sambil menarikku ke belakang.
Aku di besarkan di keluarga yang penghuninya laki-laki semua, hanya aku dan ibu di rumah yang perempuan. Jadi aku terbiasa bertengkar dengan ke 3 sodara laki-lakiku di rumah.
Ajeng perempuan, sepertinya aku bisa menghadapinya dengan mudah.
Di tengah kekacauan itu, Mahesa datang terburu-buru dari lorong kelasnya diikuti beberapa temannya yang juga tampan.
Ck... masih aja otak ini mikirin orang tampan
"Ikut aku" bukan permintaan melainkan perintah, Mahesa menarik tangan Ajeng paksa.
"Dasar tukang rebut pacar orang!!" Ajeng mendesiskan itu padaku sebelum pergi diseret oleh Mahesa yang hanya melirikku tanpa ekspresi.
Setelah itu, aku pura-pura tegar. sampai rumah baru aku menangis sepanjang malam karena disebut perebut pacar orang.
Lalu hari selanjutnya, aku sibuk menghindari pertemuanku dengan Mahesa ataupun Ajeng.
Anehnya, Mahesa yang biasanya tidak sering ikut pertemuan Majalah Sekolah malah tiap minggu datang. Yaa... kadang semesta bisa semenyebalkan itu.
●●●