Mysterious Neighbour : 1. Gosip Ibu-Ibu

1.9K 47 2
                                    

Cuaca siang itu sama seperti biasanya sangat panas, aku berulang kali mengibaskan buku kuliah yang kugenggam ke wajah dan berjalan di tempat yang teduh, saat melihat bangunan putih kupercepat langkahku memasuki sebuah mini market milik sepasang suami istri yang sering kupanggil pak haji dan bu haji, di sebuah perkampungan padat penduduk di Jakarta.

Setiap hari saat jam kuliah kosong aku menjadi kasir di mini market. Pemilik mini market yang hanya punya seorang anak laki-laki yang entah dimana sekarang itu, mengizinkanku untuk bekerja sudah sekitar satu tahun lalu, sejak aku masuk kuliah.

Pekerjaannya lumayan ringan apalagi aku gak harus panas-panasan diem di kosan, aku cukup diem di bawah AC nunggu pembeli yang datang, harus selalu tersenyum ramah pada semua orang walaupun otak sedang pusing karena kiriman bulanan belum sampai, kadang bergosip dengan ibu-ibu yang durasi waktu gosipnya lebih lama di bandingkan jam kerja di mini market.

Kulihat ibu-ibu berkumpul di depan kasir yang sedang dijaga oleh Mas Ridho karyawan tetap mini market. Aku mendorong pintu kaca dan langsung mengambil posisi di samping Mas Ridho untuk membantunya melayani sekitar 5 ibu-ibu yang sepertinya masih betah diem disana untuk bergosip. Kali ini gosipnya tentang tetangga baru yang tinggal tepat di depan kosanku.

"Sofi udah pernah kenalan belum sama tetangga di depan rumah?" tanya seorang ibu berperawakan tinggi gemuk.

Aku menggelengkan kepala.

Keempat ibu yang lain langsung heboh. "tuh kan bener!! Apa saya bilang!! Gimana kalo kita lapor polisi aja? Jangan-jangan pemuda itu bandar narkoba? Atau teroris? Atau pembunuh!!"

"hihhh sereem"

"Sofi hati-hati kamu, kunci semua pintu sama jendela"

Aku mengangguk dengan cepat. benar juga apa kata ibu-ibu itu gimana kalo tetangga depan rumah yang udah tinggal disana 2 hari yang lalu itu beneran teroris? Enggak... enggak... gak mungkin!! Tapi.. aku pernah melihatnya kemarin sebelum kuliah, dan tampangnya memang mencurigakan, rambut gondrong, dan bertato.

Seorang lelaki berperawakan kurus melewati kasir. "Mas Andi!" Mas Andi membalikan badannya dan tersenyum. "aku belum sempet balikin novel yang aku pinjam" kataku sambil terus membantu Mas Ridho melayani ibu-ibu yang masih saja heboh. Mas Andi hanya mengacungkan kedua jempolnya tanda tidak apa-apa, Mas Andi memang tidak masalah buku di tempat sewaannya dibalikin kapanpun, tapi malah yang minjem bukunya yang sering merasa bersalah karena kebaikan Mas Andi.

Ibu-ibu masih dengan gosipnya tentang tetangga baruku itu pergi dengan belanjaan masing-masing.

Siang itu tidak banyak pembeli yang datang, setelah ibu-ibu heboh dan Mas Andi aku hanya diam menunggu pelanggan, sambil menunggu aku membuka laptop dan menyelesaikan beberapa tugas kampus.

Mas Ridho belum kembali ke toko waktu lelaki itu datang. Ingin rasanya aku berteriak minta tolong tapi lelaki itu tidak melakukan apapun selain memilih belanjaan di seberang sana.

Aku meliriknya berkali-kali, takut kalau lelaki itu mengeluarkan senjata tajam atau semacamnya, keringat dingin tiba-tiba meluncur dari dahi, aku segera mengusapnya dengan punggung tangan.

Tenang Sofia... tenang... aku melebarkan mata melihat ke layar komputer yang menunjukan cctv, tapi dia tidak melakukan sesuatu yang aneh. Bagus... berarti dia Cuma mau belanja, apa salahnya belanja?

Jantungku serasa akan copot saat lelaki tetangga baruku itu berjalan mendekat ke kasir, aku segera mengambil barang belanjaannya dan mulai menghitung.

Bicaralah Sofi... bicara sesuatu... mungkin dia orang yang baik, tetangga yang baik, bukan seperti gosip yang beredar...

"kamu... tetangga depan rumah kan?"

Eh... suara siapa itu?? aku rasa aku gak memiliki suara sebesar itu.

Perlahan aku menaikan kepala untuk melihat lelaki itu, benarkah cowok ini yang bicara padanya?? Atau Cuma khayalanku?? saking takutnya pada lelaki gondrong dan memiliki tato di tangannya, enggak... bukan Sofi!!

Lelaki itu gak memiliki tato di punggung tangan kirinya, sekarang terlihat jelas kalo yang ada di tangannya bukan tato tapi sebuah bekas luka.

"Ahhh... i..i..iya kita tetanggaan" jawabku terbata-bata.

aku kembali menundukan kepala dan mempercepat menghitung belanjaannya yang lumayan banyak. "semuanya Rp. 110.000" kataku setelah semuanya selesai kuhitung.

Sekilas aku melihat senyuman di ujung bibirnya. Apa aku sudah mulai berhalusinasi? Kenapa cowok itu tersenyum? dan terutama padaku?? Kenapa? Memangnya ada yang lucu??

Beranikan dirimu Sofi... siapa tau kamu nanti bakalan jadi saksi. Iya liat wajahnya, mungkin nanti polisi menanyakan ciri-ciri wajahnya.

Dia tinggi, kulitnya sawo matang, walaupun hoodie menutupi kepalanya tapi terlihat jelas kalau rambut gondrongnya sedikit berwarna merah, rahangnya tegas, alisnya tebal, bulu matanya lentik, hidungnya mancung, kumis dan janggutnya tipis.

yaaa Tuhan apa penjahat zaman sekarang bisa seganteng ini?? Sofi!!! Sadarlah!! Tanpa sadar aku memukul kepalaku sendiri.

"kenapa?" tanyanya sambil menyodorkan uang seratus ribuan 2 lembar.

Aku menggelengkan kepala cepat lalu menerima uangnya dan menyerahkan uang kembalian.

Sekali lagi aku melihat lelaki itu. Matanya itu sedang menatapku, aku terdiam untuk beberapa saat, matanya yang sayu berwarna coklat bening, tak akan pernah kulupakan.

***

TBC




CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang