Entah sudah berapa kali aku menghela napas panjang di ruangan kantor Wedding Organizer yang akan mengurusi pernikahan kami. Aku mengeratkan peganganku pada buku berwarna mint di pangkuanku. Buku berisi seluruh konsep pernikahan yang ku mau, jadwal bertemu vendor sampai rincian biaya pernikahan.
"nggak mungkin bisa kembali uangnya mas" pemilik WO berujar untuk kesekian kalinya. "kita udah bayar hampir semuanya gedung, catering, kebaya, dekorasi, sound system, kecuali ada pengganti tanggal itu mungkin kita bisa bicarakan lagi"
Aku melirik Berwyn yang juga tengah menatapku. Dia bilang ini semua bukan bencana, aku rasa ini lebih dari bencana. Atau mungkin bagi Berwyn ini semua tidak masalah, tidak ada artinya karena setelah ini dia akan mendapatkan perempuan yang dicintainya sekaligus anak dalam kandungan perempuan itu.
"maaf mbak" panggil si pemilik WO, menatapku ragu. Kemudian perempuan berusia akhir 30 an itu menyodorkan sebuah kotak kaca berbentuk hexagon. Aku hanya bisa melihat kotak itu tanpa ekspresi, rasanya dua hari ini aku di tusuk berkali kali tepat di titik yang sama sampai begitu dalam. "cincinnya sudah datang" suara mbak itu semakin kecil.
Aku memang sengaja memberi gambaran cincin nikah yang kumau, membuat sketsa kasar lalu diserahkan padanya. Aku tidak pandai menggambar jadi Berwyn sempat menertawakanku dan penasaran akan seperti apa jadinya cincin nikah kami.
Dengan ragu, aku mengambil kotak hexagon lalu membukanya. Dua cincin berdampingan disana, cincin rose gold berhias berlian oval dengan berlian-berlian mungil di sepanjang talinya dan cincin putih polos di sebelahnya, terukir nama Berwyn juga Wasima. Tanpa sadar aku menahan napas.
Bahkan aku tidak akan bisa mengenakan cincin yang susah-susah kurancang ini sampai kapanpun. Nama yang terukir disana membuat ngilu dalam hatiku semakin menjadi. Kenapa? Kenapa Berwyn tega sekali padanya? Harusnya Berwyn bilang lebih awal kalau dia tidak mau menikahiku. Seandainya Berwyn berkata lebih awal aku pasti akan mundur teratur.
***
"laki-laki yang baik untuk perempuan baik dan laki-laki jahat untuk perempuan jahat"
Kata-kata itu terus berdengung di telingaku, berputar seperti kaset rusak. Kata-kata yang kepala KUA tuturkan saat aku dan Berwyn selesai membatalkan pernikahan kami. Aku tidak tahu maksud kepala KUA mengatakan hal itu. apakah maksudnya aku baik dan Berwyn jahat atau justru sebaliknya aku jahat dan Berwyn baik. Entahlah, yang penting hari ini sebentar lagi akan berakhir, begitu pun dengan hari terakhirku bersamanya.
Di luar kaca mobil, cahaya keemasan terlihat indah di ufuk barat seperti tidak rela meninggalkan langit biru yang cerah. Berbanding terbalik dengan perasaanku yang sudah gelap gulita tanpa sedikit pun cahaya.
Aku baru sadar Berwyn sudah menghentikan mobilnya dan berhenti di bawah pohon rindang dekat Taman Kota. Menghela napas, aku menoleh padanya yang sedang memandangi stir dengan tatapan kosong. Respon Berwyn diluar dugaanku, ku pikir dia bakalan ketawa, senyum atau apalah ekspresi senang. Namun sepanjang hari ini kulihat dia sepertinya lebih kacau dibandingku.
Apakah dia masih memikirkanku? Atau hanya kasihan melihat keadaanku sekarang? Ahh... mungkin sepanjang hari Berwyn memikirkan Liqa dan bayinya—anak mereka. Tidak mungkin juga Berwyn berpikir tentangku, tidak ada gunanya.
"Gilang selalu ngobrol sama aku kalau dia nyesel setengah mati nolak perjodohan kalian waktu itu, kemudian berhayal kalau dia nerima perjodohan, mungkin kamu dan dia bakalan punya anak-anak lucu sekarang" Berwyn menghela napas kasar, menyugar rambutnya ke belakang.
"Gilang benar, aku bahkan nyaris mati karena ini, Ya..., mungkin kamu nggak bakal percaya tapi aku menyesal semua harus berakhir kayak gini. Kalau sama Gilang kamu masih bisa senyum lalu ngobrol tanpa beban tapi aku yakin kamu nggak akan melakukan itu sama aku. Luka yang ku sayatkan padamu lebih parah dari Gilang kan?"
Aku nggak tahu Bagaimana menghadapi kamu setelah ini, Wyn...
"kamu tahu apa yang jadi alasan Gilang nolak perjodohan?" melihat Berwyn menggeleng, aku melanjutkan. "karena aku alergi bulu hewan. Gilang nggak bisa hidup tanpa siberian husky-nya sedangkan aku bisa mati kalau berada di sekitar hewan itu" sejenak aku terkekeh, suaraku menjadi aneh karena di saat bersamaan aku menahan tangis. "seseorang yang benar-benar mencintai akan selalu punya alasan untuk tetap tinggal bagaimanapun keadaannya. Dan orang yang ingin pergi selalu punya 1001 alasan agar bisa menjauh"
"kamu tinggal bilang apapun Wyn, apapun itu seperti Gilang yang menjadikan anjingnya alasan. Kamu cukup datang temui aku, minta aku berhenti. Then I will Stop, I am Out"
"aku tahu kamu pasti langsung pergi saat aku bilang hubunganku dengan Liqa dan aku nggak mau itu terjadi, aku nggak mau kamu pergi Ya...."
Pembohong yang handal kamu Wyn...
"aku nggak bohong, demi langit juga bumi aku nggak bohong..." Berwyn menjawab kalimat yang telah berada di ujung lidahku namun tak sempat kuucapkan. "kalau kamu anggap 2 tahun ini aku nggak pakai hati sama kamu, itu salah... berapa lama sih kita kenal? Udah lama kan? Sebelum kita pacaran pun aku selalu mencuri kesempatan untuk ikut Dera ke rumah kamu. aku selalu senang dan terhibur kalau kamu lagi nyeritain gimana usaha kamu untuk dapetin perhatian Gilang" tubuh Berwyn sepenuhnya berbalik padaku, menatapku dengan tatapan memelas.
Mungkin kata-kata Berwyn jujur tapi apa yang bisa diubah sekarang? Semuanya sudah selesai. "lalu kenapa kamu lakuin itu sama Liqa? Saat itu kita udah tunangan dan Liqa calon pengantin, kenapa Wyn?"
Berwyn menundukan kepalanya. "maafin aku Ya... maaf..."
Sebelum aku menjawab nada dering handphone-ku terdengar, aku merogoh tas kecil di pangkuanku lalu menjawab telepon Bang Dera.
"aku udah mutusin, Ya..."
"apa?" tanyaku lirih.
"kemarin aku ngucapin kata-kata itu tanpa pikir panjang, itu termasuk jatuhnya Talak 1" Bang Dera menghela nafas panjang. "aku bakalan pertahanin rumah tanggaku, Ya... toh yang tahu masalah ini di keluarga Cuma kamu, aku akan anggap bayi yang ada di kandungan Liqa anakku, aku tidak akan membedakannya dengan anak-anakku yang lain"
Aku ingin terbahak mendengarnya, ternyata aku lebih sial dari Bang Dera. "Yah... itu bagus" aku menoleh pada Berwyn yang tengah melihat handphone-nya dengan kening berkerut.
"kamu dan aku ada di level berbeda. Sima, kamu masih bisa keluar dari semua ini, tapi abang? Aku sudah menjadi suami dan tidak akan semudah itu juga untuk kabur dari masalah. Jadi aku akan bertahan"
Setelah menutup telepon dari bang Dera, aku menatap Berwyn, lama kami hanya terdiam sampai akhirnya aku memberanikan diri memeluk Berwyn. Berwyn membalas pelukanku dengan erat menyurukan kepalanya di pundakku. Kurasa dia sudah tahu keputusan Bang Dera untuk bertahan.
"our last hug" bisikku perih. Berwyn menggelengkan kepalanya yang bersembunyi di pundakku, dia mempererat pelukannya seperti tidak ingin aku mengakhirinya. Namun semuanya harus berakhir disini, mereka bertiga mungkin masih punya banyak urusan yang harus mereka bahas tapi aku ingin berhenti sampai disini.
"our last day"
-END-