DUA MATAHARI Part.3

282 31 0
                                    

Sebelum pulang ke rumah untuk berkemas, aku menemui seseorang yang tertarik ingin membeli lukisanku. Entah itu keberuntungan atau kesialan yang menimpaku. Pembeli lukisan adalah mantan kakak iparku, Dewa. Seseorang yang namanya terlarang disebut di dalam rumah.

Dewa masih seperti dulu, pria sederhana dan bersahaja. Bajunya mungkin masih itu-itu saja yang dia pakai, setelan kemeja polos dengan celana hitam bahan. Kurasa outfit Dewa dari ujung kepala ke ujung kaki tidak lebih mahal daripada harga ikat pinggang Mentari.

"Bukannya lo udah di Luar negeri yaa kak? Kapan balik?"

Aku berjalan beriringan dengan Dewa menuju parkiran yang berada di basement, dia maksa mengantar sampai mobil.

"Ada kerjaan disini bentar, sekalian saja nepatin janji aku ke kamu" jawabannya membuat keningku berkerut.

"Janji?"

"Kalau udah gatau lagi uang kakak mau dihabisin buat apa, kakak boleh beli lukisanku" katanya menirukan kata-kataku dulu.

Aku tertawa mendengarnya. Kata-kata absurd yang sering kuucapkan pada semua orang yang berada di sekitarku.

"Nika" aku berhenti berjalan. Dewa mengeluarkan kartu namanya. "Kalau ada apa-apa telepon aku, jangan sungkan. Aku pasti bantu, remember it"

Duuhh masa aku harus bilang aku butuh pekerjaan tetap ke Dewa sih?

"Hmm..."

"Kenapa? Kamu punya masalah?"

Nope. Aku ngga bisa bergantung pada orang lain lagi.

Kepalaku menggeleng cepat. "Ngga ada. Gue pulang dulu yaa kak, jangan lupa jaga kesehatan. Lukisannya bakal nyampe duluan ke kantor lo"

Baru saja kakiku melangkah ringan. Mataku menangkap dua orang yang selama 2 hari ini aku hindari. Mentari dan Bhanu berdiri disana entah sejak kapan.

●●●

Dandanan Mentari terlihat cetar hari itu, dengan gaun gucci berkerah, memiliki aksen pita di bagian depannya. Sepatu flatnya berhiaskan batu-batu dan jangan lupakan tas selempangnya yang kecil-kecil tapi mahal. Sebenernya Mentari mau ke kantor apa fashion show sih.

Dulu waktu kami masih kecil, mama sering mendandani Mentari dengan pakaian princess. Beranjak ke sekolah mama dan papa tak pernah kecewa dengan nilai raport Mentari dan selalu enggan melihat raport ku.

Mama papa memperlakukan Mentari lebih istimewa dibandingku. Karena Mentari selalu membuat bangga orang tua kami. Well dari dulu aku lebih sering main ke salon nya paman walaupun mama ngga pernah suka punya kakak seperti paman, aku bersyukur punya paman pemberani seperti dia.

Untuk sesaat aku dan Mentari hanya saling berpandangan dengan pikiran masing-masing. Kemudian tiba-tiba saja, Mentari berjalan ke arahku dan menamparku. Aku yang tidak siap mendapat serangan, oleng dan jatuh mengenaskan di lantai parkiran.

"TARI!!" Teriak Dewa.

SIAL!!

Di depanku, Bhanu berjongkok memperhatikan wajahku yang baru saja di tampar. "Bibir kamu berdarah" lirih Bhanu.

"KALAU MAU PUKUL!! PUKUL AJA AKU!! KENAPA KAMU SELALU NYALAHIN ORANG LAIN ATAS KESALAHANMU SENDIRI?!!" geram Dewa.

"OHHH BAGUS!! KAMU BELAIN DIA!!"

Kadang aku merasa dunia ini tak pernah adil. Mentari punya segalanya, dia ngga harus hidup susah seolah semua cahaya berputar untuknya, pintu-pintu selalu terbuka apapun yang akan dia lakukan.

Jantungku masih berderu kencang, dengan nafas yang ngos-ngosan selayaknya habis marathon. Dunia hanya adil untuk Mentari, tidak untukku. Bhanu masih berjongkok, menatapku khawatir.

"Mentari lagi berusaha balikan sama mas Dewa"

Aku memandang Bhanu, kata-katanya soal beban seumur hidup membuat amarahku semakin menjadi.

"Kamu pikir aku kesini nemuin Dewa karena aku mau menghalangi jalan Mentari?"

Bhanu menggelengkan kepala. "Ngga sayang, semaleman aku nyariin kamu--"

Bangkit berdiri, aku tak sudi lagi mendengar apapun dari mulut Bhanu. Kemudian menghampiri kedua orang yang sedang adu mulut itu.

"You know princess!!" kataku dengan menekankan kata princess, kata itu selalu berhasil membuat Mentari tersinggung. "Kamu selalu hanya peduli pada dirimu sendiri!! Kamu ngga pernah peduliin orang lain disekitar dan kamu akan mulai terobsesi saat seseorang ngga menginginkanmu lagi"

"Woaahhh dua hari kabur dari rumah kamu udah berani teriak di depan kakakmu sendiri, Arunika!!"

"Iya!! Emang kenapa? Aku bukan anak kecil lagi yang bisa kamu gunakan sebagai umpan untuk cowok-cowok yang ngga kamu suka!!" Bhanu memelukku karena terus maju ke arah Mentari. "Lepas!! Lepasinn!! Gue belum selesai!!"

Namun aku sudah sangat marah. Rasanya semua bebanku selama ini meledak hari itu juga. Bhanu melonggarkan pelukannya meski tidak sepenuhnya melepaskanku.

"Kamu harus tau Mentari, aku nyaris di perkosa sama cowok yang kamu tolak di sekolah!! Kalau hari itu Bhanu tidak menyelamatkanku, aku pasti sudah mati bunuh diri!!"

"Apa?!" Mentari dan Dewa berkata barengan.

Lagi-lagi Bhanu memelukku, sebuah pelukan yang sangat familiar karena hanya dia yang selalu ada untukku terlepas dari aku beban baginya dan fakta Bhanu menyukai Mentari dari dulu.

Dia hanya memelukku seperti ini, hidupku seolah baik-baik aja. "Kita pulang yaa sayang, kamu capek makannya kaya gini"

"Jangan panggil aku kayak gitu lagi" kataku sembari melepaskan pelukan Bhanu.

Bhanu menatapku dengan kening berkerut. "Nika... apa ini alasan kamu pergi dari rumah? Listen aku akan jelasin semuanya tentang foto-foto lama itu, dimana mobilmu? Aku anterin kamu sambil kita obrolin ini semua"

Aku menggelengkan kepala lalu melepaskan cengkraman tangan Bhanu dan berderap pergi dari sana.

●●●

CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang