Happy reading~
Kita sebagai makhluk ciptaan-Nya hanya bisa mengikuti takdir yang sudah dibuat-Nya.
***
Randy menggaruk kepalanya yang begitu gatal akibat dirinya yang sudah tak keramas sekitar lima hari. Katakan saja dia orang yang jorok namun yang namanya orang ganteng tak akan peduli karena dengan dia tak keramas pun kegantengannya tidak akan luntur. Dasar Randy sok kegantengan tapi memang ganteng.
Kebetulan hari ini Randy sedang berada di rumah kontrakannya yang terletak tidak begitu jauh dari lokasi kampusnya. Randy lebih suka menghabiskan waktu free-nya di rumah kontrakannya daripada harus nongkrong bersama teman-temannya yang sebenarnya tidak ada faedah-nya sama sekali.
Walaupun itu hanya lah alasan semata, Randy lebih mencintai isi dompetnya. Menurut Randy sekarang sedang di jaman krisis ekonomi, harga rupiah yang semakin menaik sehingga Randy harus menghemat demi masa depannya. Halah alasan yang sangat klise toh, Ran.
Sosok perempuan yang sangat tidak asing, duduk dibawah lantai sambil sibuk mengerjakan sesuatu. Sesuatu yang menurut perempuan itu sangat lah penting untuk menaikkan nilai-nilainya agar dirinya mendapat nilai cumlaude alias nilai tertinggi.
"Lo ngapain sih ngerjain begituan? Nggak bosen apa?" dengan tidak tahu dirinya, Randy melempar sebutir kacang pilus pada perempuan itu. Perempuan yang menjadi korban ketidaktahudirian Randy hanya berdecak kesal sambil menatap tajam pada Randy.
Bisakah dirinya memusnahkan Randy sekarang juga? Melemparkan Randy ke pluto kalau bisa lebih jauh lagi. Tolong ingatkan dia, sosok laki-laki yang tidak tahu diri yang duduk diatas sofa itu adalah sahabatnya. Hah? Sahabat? Mungkin dirinya khilaf saat itu. Walaupun sebenarnya tak ada peresmian dirinya bersahabat dengan makhluk kurus cungkring tak tahu diri yang duduk diatas sofa itu. Tari berdecih.
"Demi IPK tinggi dengan cara yang jujur ya harus belajar. Emangnya elu, kebanyakan bolosnya." Sindir Tari.
"Biarin gua banyak bolosnya tapi kegantengan gua kaga bakal luntur. Banyak perempuan yang tetap mau sama gua. HAHAHA." Tawa Randy memenuhi ruangan televisi. Tari terbiasa datang ke rumah kontrakan Randy. Tapi jangan berprasangka buruk, mereka berdua tidak akan melakukan hal yang iya-iya. Randy yang memang suntuk sendirian berada di kontrakan dan menyuruh Tari untuk datang dan Tari tak menolak. Dengan senang hati Tari menerimanya karena kontrakan Randy terbilang rapi dan nyaman sehingga membuatnya lebih fokus untuk mengerjakan tugas kuliahnya.
"Gue nggak tuh," jawab Tari datar. Tari melanjutkan tugas kuliahnya. Kalau berceloteh pada Randy tak akan menyelesaikan tugasnya.
"Lo kan perempuan jadi-jadian." Randy menukar tontonannya, mencari acara yang menarik dan layak untuk ditonton. Randy bosan dengan isi televisi yang kebanyakan isinya sinetron. Sinetron yang sebenarnya tidak ada faedah-nya untuk generasi muda. Isinya kalau bukan pacar-pacaran ya cinta-cintaan. Lah apa bedanya? Intinya Randy suka tidak tahu diri kalau dirinya juga suka pacaran. Bahkan pacarnya suka berganti-ganti setiap minggunya, coba berganti-ganti setiap hari pasti sudah seperti minum obat resep dokter. Cih.
Tari tak menjawab, dia sudah terlampau bodoamat pada laki-laki yang berstatus sahabat gilanya itu.
"Tari! Oy!" teriak Randy heboh. Ada kekesalan tersendiri di dalam hati Randy jika Tari tak menanggapi kejahilannya. Walaupun Randy tahu Tari adalah perempuan jutek dan cuek kayak bebek.
"Apa sih, Kak? Lu berisik banget kayak knalpot bajaj." Tari tak menoleh pada Randy. Tari tetap mengerjakan tugasnya. Biarkan saja laki-laki yang seperti cacing kepanasan itu, pikir Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Waktu
General FictionCerita mainstream. Semuanya akan indah pada waktunya.