11. Surabaya

3.5K 201 2
                                    

Happy reading~

.

.

Dibalik semua yang terjadi, ada hikmah yang bersembunyi
-Lestari Indrian-

Sudah empat bulan kejadian itu berlalu. Randy pamit tanpa kejelasan kepada Tari. Mungkin ini lah yang terbaik, pikir Randy. Bukan kah mereka sekarang saling tidak mengenal satu sama lain? Jadi buat apa menjelaskan panjang lebar. Toh Tari saat itu juga sedang tidur, pasti perempuan itu tidak mendengarkan segala ocehannya.

"Ck. Tari lagi yang gua pikiran!" Randy mengusap wajahnya yang lelah. Dirinya baru saja pulang dari kerja. Tidak, itu bukan lah pekerjaan yang tetap. Randy berhasil mendapatkan kesempatan magang bersertifikat di sebuah perusahaan bidang multimedia. Randy pikir ini adalah salah satu jalan yang diberikan Allah padanya agar dirinya mudah untuk melupakan sahabatnya itu.

Tapi kenyataannya tidak. Tari masih saja terlintas dalam benak Randy.

Sesekali Randy sudah seperti seorang penguntit dengan mengecek sosial media perempuan itu untuk mengenang kembali masa lalu mereka. Namun sangat disayangkan, seluruh fotonya dan foto Tari sudah Tari hapus. Yang tertinggal hanya lah foto siluet dan beberapa quotes islami. Sepertinya benar kata Riyan. Tari berubah. Bukan kah harusnya Randy senang dengan perubahan Tari?

Ponsel Randy yang terletak diatas meja berbunyi memecah keheningan apartemen Randy.

Saat melihat siapa dalangnya, Randy hanya menatap datar layar ponselnya.

"Gua suka malu sama diri gua sendiri. Kelamaan jones apa gimana? Kenapa yang selalu video call gua itu cuma lo berdua."

"Maka dari itu! Harusnya lo berterima kasih sama kita berdua karena selalu mengisi layar handphone lo dengan kegantengan gua dan kejelekan si Riyan."

Randy berdecak melihat kedua sobatnya saling menjambak satu sama lain. Begini lah mereka, namanya saja anak kuliahan tapi tingkah laku seperti bocah Sekolah Dasar.

"Najis!"

"Ran! Ran! Gimana di Surabaya? Ceweknya cantik-cantik nggak?"

"Itu pertanyaan yang nggak pernah absen lo tanyain! Biasa aja disini mah cewek-ceweknya."

Cantikan juga Tari.

Yaelah Tari lagi.

Denis hanya menyengir tanpa dosa sedangkan Riyan masih belum bersuara sedikit pun. Entah lah mengapa Riyan lebih banyak diam akhir-akhir ini.

"Den, si Riyan kenapa diam mulu dari tadi? Lagi ambeien atau lagi diare?" Randy bertanya seolah-olah tidak ada Riyan disana.

"Oh gue ingat, Ran! Gue punya kabar super duper banget!"

Denis tidak mengindahkan pertanyaan Randy.

"Paling kabarnya tentang lo yang berhasil macarin cewek-cewek hampir seluruh fakultas di kampus kita kan?" Tebak Randy.

Denis menggeleng.

"No! No! Riyan lamar anak gadis orang!"

Riyan sejak tadi berdiam diri akhirnya bersuara.

"Berisik banget lu bocah edan!"

Riyan membekap mulut Denis. Randy yang merasa tertarik perihal topik terbaru pun langsung bersemangat melupakan segala kegalauannya.

"Seriusan lo, Yan? Gila! Parah-parah! Yakin lo mau nikah muda? Kita juga masih semester 6, coy!"

"Daripada harus pacaran eh malah jadi zina. Sentuh-sentuhan, pegang-pegangan tangan tapi belum halal. Yaudah mending nikah aja."
Randy dan Denis mendadak tercenung. Merasa tertohok dengan apa yang dikatakan Riyan.

Selama ini, Randy berpacaran hanya demi kesenangan dan merubah statusnya agar tidak dikatakan sebagai jomblo sejati, dirinya tidak memikirkan apa dampaknya dan apa dosanya. Mungkin kah Tari yang membencinya tanpa sebab merupakan hukuman untuknya?

"Hey! Hey! Ini kenapa suasananya mendadak hening kayak rumah hantu!" Denis mencoba mencairkan suasana tapi ternyata Randy dan Riyan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Gua mendadak lapar. Kayaknya gua harus keluar buat beli makanan. Kalau ada waktu, nanti gua hubungin lagi lo berdua. Assalamu'alaikum." Randy memutuskan panggilannya. Pikirannya semakin berkecamuk. Randy butuh udara segar.

Sehabis magrib, Randy menelusuri jalanan dengan berjalan kaki. Apartemen Randy memang tak begitu jauh dari keramaian. Apalagi ada wisata kuliner yang cukup terkenal disana.

Rata-rata pemandangan diisi oleh pasangan muda-mudi dan juga beberapa keluarga bahagia. Melihat hal itu, masa lalu Randy terlintas. Dimana dia mengisi masa mudanya dengan hal yang tidak ada gunanya sama sekali. Berpacaran dan bergonta-ganti pacar. Randy menarik napasnya. Lagi-lagi perkataan Riyan mengingatkan masa lalunya.

Setelah mendapatkan tempat duduk yang nyaman, Randy mencoba fokus pada makanan yang sudah tersaji di depannya.

Tapi sangat disayangkan, lagi-lagi mata Randy harus melihat pemandangan pasangan yang sudah Randy tebak masih ABG. Sedang bermesraan.

Tidak. Randy tidak iri hanya saja Randy seperti melihat dirinya di masa lalu. Randy memikirkan bagaimana perasaan mantan pacarnya yang Randy putuskan secara sepihak. Randy memang tidak punya adik atau kakak perempuan tapi Randy punya seorang Ibu yang telah melahirkannya.

Randy menyugar rambutnya sedikit frustasi. Selera makannya mendadak hilang.

***

"Tari!" Tari menoleh melihat sahabatnya yang sedang gusar. Diana menghembuskan napasnya.

"Lu kenapa?"

"Menurut lu kalau ada yang ngasih proposal ta'aruf ke gue gimana?"

"Hah? SERIUS?!" Tari berdiri dari kursi belajarnya dan mendekati Diana yang terduduk di kasur.

"Siapa orangnya?!"

"Orangnya nggak penting sih siapa tapi sayangnya gue ragu aja gitu."

"Dari buku yang gue baca, kalau cari pasangan itu ya lihat dari agamanya, Di. Kalau masalah ganteng itu cuma bonus. Memang apa sih yang lu raguin?"

"Nah! Itu dia. Dari agamanya, nggak sesuai sama tipe gue yang doyan tahajud!" Tari langsung memasang wajah datar. Untung teman kalau tidak Tari sudah menenggelamkan Diana ke semak-semak.

"Ya kali, Di! Dia buat di proposal 'Rajin tahajud dan Shalat lima waktu'. Pamer dong dia namanya. Masalah shalat itu cuma dia dan Allah aja yang tahu."

"Eh iya juga ya! Bener apa yang lu bilang! Kenapa gue nggak kepikiran yak!" Diana menggaruk dagunya.

"Pfft! Kalau saran dari gue nih, lu harus cari tau tentang dia melalui orang-orang terdekatnya. Kebiasaan dia apa. Bener nggak sih dia itu rajin shalat, agamanya kuat. Tapi ingat, tanyanya sama cewek ya! Eh tapi seriusan, kalau dari sisi agamanya beneran kuat. Lu terima ta'aruf nya? Terus nikah gitu?"

"Kan masih ta'aruf, Tar. Gue bukan dilamar kok. Ta'aruf mah bisa lanjut ke pelaminan bisa juga nggak. Kalau untuk masalah nikah muda memang nggak terlintas di diri gue cuma kalau gue dapat calon suami yang bagus agamanya kenapa gue harus nolak?"

"Yakin lu? Di umur kita semuda ini? Kita masih semester 4 loh, Di. Masih labil. Kalau gue sih mending selesain sarjana aja dulu, target gue nilai cumlaude."

"Itu kan rencana elu. Nggak tau kan rencana Allah gimana. Rezeki itu bukan cuma uang. Teman yang baik dan jodoh itu juga rezeki. Masih dikasih napas gini aja itu termasuk rezeki!"

Tari terdiam. Benar juga, batin Tari.

Tari sangat sering lupa dengan hal itu.   Tari sangat fokus pada apa yang dia ingin capai padahal belum tentu hal itu akan dirinya dapatkan.

"Tari! Yah, malah melamun nih bocah!"

***
Hayo jadinya Riyan ngelamar siapa? Haha
Untuk cerita Riyan-Diana ada lapak khususnya tapi dikerjain selesai cerita ini mudah-mudahan kalau tidak ada kendala hehe

Detak Waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang