Happy reading~
.
."Gimana rasanya pake kerudung buat pertama kali?"
"Biasa aja." Diana berdecak, Tari memang sangat irit bicara.
"Nggak biasa aja sih, pokoknya rasanya beda aja gitu daripada waktu gue nggak berkerudung sama sekali cuma males liat reaksi orang-orang dengan perubahan gue. Mereka pikir gue pengen ngikutin modis jaman sekarang dengan trend hijab," ucap Tari sambil membolak-balik lembaran buku yang dia baca.
Diana menghela napasnya. Begitu lah jaman sekarang, orang-orang menyalahartikan hijab atau pun kerudung sebagai trend fashion sehingga fungsi kerudung sebenarnya lambat laun malah menghilang. Yang harusnya kerudung berfungsi untuk menutup kecantikan dan aurat malah berubah menjadi memperlihatkan bahkan mempertontonkan kecantikan kaum hawa.
"... Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (auratnya) , kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka..... " (Q.S.An-Nur:31)
Sejenak Diana memicing matanya.
"Lu sakit, Tar?"
Tari menggeleng. Wajah Tari memang sedikit pucat dan kepalanya sedikit pusing. Selama membaca buku saja Tari kehilangan fokus namun Tari tak memerdulikan rasa pusing di kepalanya, menurutnya hanya pusing biasa dibawa tidur juga pasti hilang, pikir Tari.
"Gue nggak apa-apa, Di! Mungkin gue cuma pusing karena nggak sarapan doang. Lagian lu tuh ya, cerewet banget! Sepatu lu aja belum dilepas!"
"Hehehe lupa! Maaf-maaf. Eh tapi kok lu yang malah nyolot sih! Siapa suruh juga lu nggak sarapan. Kalau lu mau berobat yok dah gue anter naik motor gue!"
"Gue nggak selera makan, Di. Udah deh biasanya juga gue emang nggak pernah sarapan kan? Gue mau dzuhur dulu! Kayaknya nggak mesti berobat dibawa tidur juga nanti gue sembuh."
Tari bangkit dari tempat tidurnya. Ternyata kepalanya semakin berat Tari mencoba bertahan dan berjalan menuju ke kamar mandi untuk berwudhu.
Brugh!!
"TARI!" pandangan Tari mulai menggelap. Yang terakhir Tari dengar adalah teriakan Diana.
***
"Yo!" Rio yang merasa namanya terpanggil pun menoleh pada Randy.
Rio sedikit tak enak dengan Randy. Rio sudah melarang Randy agar tidak datang ke gubuk tuanya. Namun bukannya risih, Randy merasa biasanya saja. Randy memang sengaja datang menemui Rio karena Randy ingin bercerita alias curhat."Kenapa, Bang?" Randy menggaruk tengkuknya.
Sambil menunggu jawaban Randy, Rio kembali memilah sampah-sampah yang dikumpulkannya tadi pagi.
"Menurut lo nih. Gua cuma nanya aja."
"Nanya apaan, Bang? Kalau soal matematika jangan tanya gue, Bang. Ribet!"
"Bukan elah, Yo! Gua cuma nanya pendapat lo aja. Gini ye kan. Gua punya temen, temen gua nih cowok terus dia kayaknya nih ya. Masih kayaknya, Yo. Suka deh sama sahabatnya sendiri. Menurut lo itu gimana?"
"Ceweknya yang mana, Bang? Yang Abang bawa ke pesta itu?"
"Iy- Eh bukan! Kan cerita temen gua, Yo! Bukan gua! Ya kali!" Rio mengangguk sambil mengusap dagunya. Randy ini gampang sekali ditebak tapi masih saja ngeles.
"Kalau dari sudut pandang gue nih, Bang," Rio tampak berpikir. Dengan serius Randy mendengarkannya.
"Wajar sih dia suka, Bang. Perasaan itu kita nggak pernah tau kapan nongolnya. Tau-tau udah nempel aja di hati kita apalagi gue yakin lu pasti terbiasa berdua sama tuh cewek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Waktu
General FictionCerita mainstream. Semuanya akan indah pada waktunya.