EXTRA PART I

3.8K 212 10
                                    

Happy reading

Randy menggeret dua koper sekaligus, satu koper miliknya dan satu lagi koper milik Tari.

"Biar aku aja yang bawa. Berat banget loh itu. Kasian kamunya." Randy menggeleng menolak.

"Nggak usah. Buat apa ada aku disini kalau tetep kamu yang bawa kopernya."
Tari menyerah dengan Randy yang keras kepala.

"Kalau pun aku capek nanti kan bisa minta pinjetin ke kamu," lanjut Randy sambil menyengir.

"Berarti nggak ikhlas bawanya? Biar dipijetin gitu?" canda Tari dengan tersenyum miring.

"Itu salah satunya." Randy mengangguk semangat dengan wajah polos yang dibuat-buat.

"Ish!" Tari memukul bahu Randy dan Randy pun terbahak.

Mereka sudah harus kembali ke Surabaya karena masa cuti Randy akan berakhir. Randy menghabiskan cuti seminggunya hanya di Bandung dan sekitarnya walaupun sesekali mereka akan berjalan berdua saja karena mereka sepakat tidak mengadakan honeymoon.

"Tada! Udah sampai!" keduanya berdiri di depan pintu apartemen Randy. Randy merogoh saku celana, mencari kunci apartemennya.

"Eh tadi dimana ya?" Randy celingak celinguk. Kunci apartemennya tak juga dapat. Dimana coba? Mana mungkin kuncinya punya kaki.

Tari yang berdiri dibelakang Randy terkikik gemas. Padahal kan Randy sudah menyerahkan kunci apartemennya pada Tari dan kunci tersebut lagi anteng banget di dalam Tas Tari. Randy pasti lupa!

"Kenapa kamu senyum-senyum?" Tari menggeleng. Enggak apa-apa kan sekali-sekali dirinya menjahili Randy? Bukan bermaksud jadi istri durhaka tapi gimana ya.

"Nggak kenapa-kenapa tuh." Tari menggeleng sembari menahan raut wajahnya. Syukurnya Randy tidak curiga.

"Terus gimana kita mau masuk? Kuncinya hilang loh." Tampang Randy yang benar-benar polos membuat Tari tidak dapat menahan tawanya.

"Huahahaha. Ya Allah! Polos banget sih kamu, Mas."

"Kamu nge-prank Mas?" tanya Randy serius. Benar-benar serius sampai membuat tawa Tari berhenti.

"Kuncinya ada di kamu kan?" dengan takut-takut Tari mengangguk.

"Ada di tas aku." Tari segera mengambil kunci apartemen di dalam tasnya. Raut wajah Randy belum juga berubah. Randy marah?
Pintu apartemen sudah terbuka tanpa bicara Randy masuk dengan membawa dua koper mereka. Tari merasa bersalah dan mengekor Randy di belakang.

"Mas nggak marah? Ih jangan marah, Mas. Aku tuh bercanda." Bukannya menyaut Randy memilih untuk mendudukan dirinya diatas sofa. Randy menghela napasnya.

"Hah. Bercandanya harus diliat-liat juga. Bercanda boleh, berbohong jangan Tari."

"Tapi aku kan bercanda. Lagian banyak tuh prank-prank lebih parah diluar sana dari aku."

"Dan kamu mau ngikutin mereka dengan cara berbohong apalagi sama suami sendiri?" Tari terdiam. Ternyata Randy yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Randy benar-benar sudah mengenal islam seperti kata ayahnya. Bahkan hal yang menurut orang lain adalah hal sepele dan lucu tapi kalau Tari pikir lagi. Apa bedanya dengan seorang pembohong? Berarti sekarang ini dia termasuk seorang pembohong? Allah benci dengan orang pembohong. Berbohong merupakan salah satu ciri orang-orang munafik.

"Aku minta maaf. Aku nggak maksud." Randy membuang napasnya pelan. Bukan maksudnya membesar-besarkan masalah namun hal ini perlu diingatkan karena banyak orang yang menganggap prank itu adalah lelucon yang menghibur. Randy mengusap puncak kepala Tari dengan sayang.

Detak Waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang