5. Niat yang salah

5.1K 233 2
                                    

Happy reading~

Apa aku harus kena musibah dulu baru sadar kalau selama ini aku salah jalan?
-Lestari Indrian-

Tari menghempaskan tubuhnya di tempat tidur dan memejamkan matanya sejenak membuang rasa penat. Hatinya begitu lelah. Entah kenapa rasanya Tari tidak ingin bertemu dengan Randy sampai kapan pun! Tari sudah tidak kuat lagi dengan kelakuan sahabatnya itu yang suka semena-mena. Tari bukan baper hanya karena Randy yang famous di kalangan para perempuan. Kan sudah Tari katakan, Tari menolak kenyataan jika dirinya menyukai Randy. Big No!

"Lu kenapa?" Diana keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang basah. Diana melihat Tari yang begitu lelah. Diana dapat menebak kalau ini bersangkutan dengan Randy.

"Gue nggak kenapa-kenapa." Tari meletakkan lengannya diatas dahi.

"Nggak kenapa-kenapa versi lu itu beda, Tari! Udah terima aja sih kenyataan. Berpura-pura bahagia itu melelahkan!" Diana sudah berapa kali menasehati Tari. Tari memang pintar dalam hal pelajaran tapi sangat TIDAK pintar dalam hal perasaannya.

"Mungkin ini waktunya gue buka hati buat cowok lain kali ya, Di? Gue pengen punya pacar."

"Dengan lu punya pacar nggak akan merubah segalanya, Tar. Lu malah mendapatkan masalah lain nantinya terutama pacaran itu nggak dibolehin dalam Islam."

"Ini waktunya nggak tepat buat lu ceramah, Di."

"Gue nggak ceramah gue cuma ngingetin elu. Tapi ya sudah terserah elu aja. Lagian hidup hidup lu juga, bukan hidup gue." Diana mengangkat kedua bahunya. Sebenarnya apa yang dikatakan Diana itu tidak lah benar. Diana peduli dengan Tari tapi di satu sisi Diana sudah capek dengan keras kepalanya Tari. Diana memilih keluar kamar saja daripada mereka harus bertengkar karena Tari yang begitu keras kepala.

Ponsel Tari berdering kembali. Memang sejak dia kembali ke kost, ponselnya terus berdering. Randy tidak berhenti mengiriminya pesan. Laki-laki itu tidak memiliki cara lain selain itu namun Tari tak mengindahkannya dan membiarkannya begitu saja. Setelah beberapa menit berlalu, ponsel Tari kembali berbunyi. Saat Tari melihat notifikasi ponselnya ternyata bukan dari Randy melainkan dari senior Tari yang Tari kenal saat bergabung dalam perlombaan menulis esai.

Rino

Gimana? Lo mau kan nerima gue, Tar?

Tari menarik napasnya dan membuangnya dengan kasar. Tari kembali berpikir apa yang dikatakan Diana ada benarnya. Jika Tari menerima perasaan Rino –Kakak Senior Tari malah akan membuat Rino sakit hati karena Tari tak memiliki perasaan sedikit pun pada Rino. Tari tidak membalas pesan dari Rino. Tari membutuhkan buku untuk menetralkan pikirannya, sepertinya Tari akan tetap pada prinsipnya. Menomor satukan pendidikan daripada perasaan.

Randy melempar ponselnya ke sembarang tempat. Tak satu pun Tari membalas pesan darinya. Apa sebenarnya yang salah dengan Randy? Kenapa juga Randy merasa sangat bersalah? Harusnya Randy tidak peduli pada Tari karena Randy merasa tidak membuat kesalahan apapun pada perempuan itu.

"Kayaknya si Tari lagi datang bulan. Di senggol dikit langsung bacok. Dih! Kok serem banget."

Randy merasa gelisah bagai baru saja diputuskan kekasih. Pertama kalinya, Tari marah padanya. Apakah Randy sudah sangat menyakiti perasaan perempuan itu? Apakah Randy terlalu berlebihan dalam bercanda? Tapi Randy memang tidak suka saat Tari dan Angga dengan asiknya berbincang. Randy merasa Tari mengabaikannya. Sebenarnya apa yang terjadi pada Randy? Perasaan macam apa ini? Randy menjambak rambutnya sedikit frustasi.

"Ya Allah, kayaknya gua harus minta maaf sama dia besok." Randy menjadikan lengan kanannya sebagai bantal. Sepertinya Randy perlu memastikan perasaannya ini atau perasaan ini hanya lah semata karena dirinya dan Tari selalu saja berdua.

Detak Waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang