17. Ketabrak

2.9K 179 3
                                    

Happy reading~

Jangan menebak-nebak hidup lo karena masa depan lo nggak bakal bisa ketebak
-Randy Setiawan-

Dani menoleh ke samping melihat adiknya yang ternyata tertidur pulas. Pantas saja tidak ada suara kicauan Tari seperti biasanya. Dani mengelus kepala Tari yang tertutup jilbab. Hari ini Dani mengajak Tari untuk berjalan-jalan sebenarnya bukan cuma karena itu saja. Dani masih penasaran dengan sosok Randy bahkan adiknya tidak pernah sekalipun membahas tentang Randy.

Dani teringat akan satu hal di saat Dabi akan menjemput Tari di kampusnya tadi, Dani tak sengaja melihat seorang laki-laki jangkung yang begitu serius melihat ke arah mobilnya.

Laki-laki itu bukan Randy kan?

Tiba-tiba saja Dani mengerem mendadak.

"Astagfirullah!" Tari yang medengar teriakan Dani pun terbangun.

"Eh! Eh kenapa Mas!?"

"Mas nggak sengaja nabrak orang!?"

"Astagfirullah! Kenapa Mas nggak keluar, sana liat dulu!" Tari memukul bahu abangnya tidak sabaran.

Keduanya terburu-buru membuka seat belt dan keluar dari mobil.

"Allahuakbar! Gimana ini Mas! Ayo kita bawa adik ini ke rumah sakit!"

"Nggak perlu kok Bang Mbak! Gue baik-baik aja!" kata si anak yang tak sengaja Dani tabrak.

"Baik-baik apanya! Liat tuh kaki kamu lecet gara-gara ditabrak Masnya mbak! Ayo masuk kw mobil biar kami bawa ke rumah sakit!" Ekspresi Tari berubah menjadi khawatir.

"Mas! Kok malah diem! Buruan! Tolongin ini si dia!"

Dani meringis tak enak karena dirinya yang melamun malah terjadi hal yang seperti ini. Dani bergegas memapah anak laki-laki itu. Ternyata lukanya cukup parah, si anak laki-laki berjalan terpincang-pincang.

"Maafin saya ya. Saya nya melamun eh malah jadinya begini. Nabrak kamu."

"Nggak papa kok, Bang! Sudah takdir Allah juga kejadian begini. Lagian gue minta maaf juga, gue nya nggak hati-hati nyebrang." Dani tersenyum tak enak pada si adik laki-laki ini.

"Nama kamu siapa kalau Mbak boleh tau?"

"Nama gue Rio, Mbak." Rio menahan rasa perih di kakinya. Sakit juga ternyata.

"Kelas berapa, Yo?" giliran Dani yang bertanya. Bukannya bermaksud apa-apa tapi ini kan jamnya anak sekolah.

"Oh gue nggak sekolah lagi, Bang. Gue ke daerah sini juga karna mulung." suasana mendadak hening. Dani menggaruk kepalanya yang tidak gatal sepertinya sudah dua kali dirinya membuat kesalahan pada Rio.

"Saya minta maaf ya, Yo. Udah dua kali saya buat kesalahan ke kamu." Tari melirik Dani lalu melotot pada Dani saat mata mereka bersitatap.

"Ya Allah, Bang! Nggak perlu minta maaf! Ini lah kenyataan yang udah di kasih Allah ke gue jadi buat apa gue malu? Masih dikasih napas aja gue udah bersyukur, Bang." Tari tersenyum mendengarnya.

"Umur kamu berapa?"

"Bentar lagi mau genap 17 tahun, Mbak." Tari mengangguk berarti Rio sudah baligh dan bukan muhrim-nya. Maka dari itu, Tari menyuruh Dani untuk memapah Rio bukan karena Tari tak mau membantu Rio untuk masuk ke mobil tapi memang itu lah batasannya.

Mobil Dani sudah terparkir dan Dani meminta tolong pada beberapa perawat untuk membawa kursi roda.

"Ini nggak terlalu berlebihan, Bang?" Dani mengerutkan dahinya.

Detak Waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang