chapter 8

721 86 4
                                    

MAURA

👧👧👧👧

Sore ini Rillan masih setia mengantarku menuju ke rumah sakit, ku pandangi ia yang serius memegang kemudi, sepanjang perjalanan belum ada kalimat apapun yang terucap dari mulut kami. Hanya kini aku tiba-tiba penasaran dengan prasaan Rillan padaku, hingga mataku tak henti-hentinya menghakimi wajah Rillan yang tak tau apa-apa. Ia melirik sekilas dan tersenyum sembari fokus pada jalan yang kami lalui.

"Kenapa?" Ku sandarkan kepalaku di kursi mobil.

"Aku jadi penasaran, kenapa kita bisa mau menjalani hubungan ini?" Rillan menatapku dan mengangkat alisnya, aku rasa Rillan pun berfikir demikian. "Kata orang dalam sebuah hubungan itu harus ada cinta." Tambahku, Rillan tersenyum.

"Cinta itu bisa di tanam dan tumbuh seiring waktu Ra..." jawabnya.

"Kamu cinta sama aku?" Tanyaku tanpa ragu, tanpa malu, karena aku tak punya alasan untuk ragu dan malu, jantung ini tak berkutik selama apapun aku memandangi wajah tamapn Rillan. Mataku memandangi Rillan tanpa henti berharap ada sedikit saja getaran itu. Rillan tertawa dan tetap fokus pada jalan di hadapnnya.

"Kamu kenapa?"

"Jawab aja!!!" Keluhku sambil memalingkan wajahku, menatap jendela mobil sebelah kiri, yang tiba-tiba muncul percikan air hujan yang dengan cepat membasahi tiap-tiap sudut mobil. Ku pandangi arah langit, awannya berubah gelap dan terdengar halilintar bergemuruh, awan gelap itu berjalan beriringan menutupi langit yang awalnya berwarna biru. Aku memandang kejadian alam itu dengan seksama, keindahan suasana hujan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya, keindahan percikan hujan dan suara gemericiknya, berirama seolah menjadi backsound diantara keluh kesahku pada Rillan yang cukup tabah.

"Aku..."

"Kamu gak cintakan sama aku?" Ku potong segera jawaban Rillan, yah aku memang penasaran tapi aku tak benar-benar ingin mendengar jawaban darinya. Mataku masih saja memandangi awan-awan yang beriringan. Mengabaikan Rillan yang mungkin saja tengah bingung dengan pertanyaanku yang tiba-tiba. "Apa cinta bisa kayak awan? Beriringan dan bisa menutupi langit yang biru...atau, bisa meneduhkan layaknya payung diantara derasnya hujan?"

"Hah?" Rillan tampak bingung dengan ungkapan spontanku, aku kembali memandang Rillan yang juga memandangku. Ia tiba-tiba menghentikan mobilnya. "Seingat aku, kita udah sepakat bahwa kita akan bersama meski tak ada cinta diantara kita, kenapa kamu tiba-tiba bertanya soal itu?" Aku terdiam, aku ingat pernah menegaskan hal itu pada Rillan. Namun kini seolah aku menuntut cinta darinya, dari sebuah hubungan. "Aku selalu bilang sama kamu... bahwa cinta itu bisa tumbuh Ra asal kamu mau membuka sedikit aja hati kamu buat aku."

Aku bingung...

Aku tak memahami situasi ini, aku tak memahami maksud Rillan, aku seolah berontak... aku secara tiba-tiba ingin di cintai dengan sepenuh hati.

"Apa hubungan ini akan berhasil Lan?"

Dia mengangguk.

"Itu yang orang tua kita lakukan Ra... sampai mereka setua itu, mereka memiliki kita dalam hidup mereka... apa itu bukan cinta? Apa itu bisa di katakan hubungan yang gagal?"

Aku tak bisa menyangkal, namun hatiku tetap sama, aku tak merasa jawaban Rillan menenangkanku, aku tak bisa merasakan kedamaian dalam tatapannya, dalam ucapannya. Ku ambil payung lipat di tasku.

"Rumah sakit udah deket Lan, aku jalan ya..."

"Aku anterin..." desaknya, aku menggeleng.

"Aku lagi bingung hari ini, banyak banget yang ganggu fikiran aku. Aku pengen sendiri dulu." Jawabku sembari mengingat segala cerita yang di ungkapkan kak Mey padaku, dan aku menjadi takut. Ketika nyaris saja ku buka pintu mobil Rillan meraih tanganku.

HOPElessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang