Chapter 20

533 86 3
                                    


🙇🙇🙇🙇

MAURA

Aku masih di pelukan papi setelah sekian lama ketegangan itu berlangsung. Tak lama suara Bel terdengar, sungguh suara bel yang biasa itu memcahkan pendengaranku, merenggut ketenangan batinku. Suara Mobil terdengar masuk kedalam halaman, ku lepas pelukan papi, dan ku tengadah seolah meminta pertolongan padanya. Mami segera menghampiri ke ruang tamu, sementara ia memberi tanda pada penata rias yang sengaja ia pesan ke rumah agar mendadandaniku secepat mungkin. Namun belum saja tangan makeup artis itu meraihku ku tepis ia.

"Harus gimana supaya mami ngeti aku gak mau!!!" Teriakku. Mami terhenti dan melotot dengan tajam padaku dan berbalik kembali melanjutkan perjalanannya menuju ruang tamu. Namun belum saja Mami ke ruang tamu Rillan sudah berada di hadapan kami tampak tergesa-gesa.

"Tante, om..." Dia menyalami mami dan mendekat padaku, menyalami papi dan kakak-kakak ku.

"Loh orang tua kamu mana Nak?" Tanya mami.

"Jadi gini tan, mungkin karena dadakan juga, rencanya mereka pulang dari Singapur itu tadi siang, cuman tiba-tiba cuaca disana buruk banget sampe mereka gak bisa terbang siang tadi. Mereka udah nunggu sampai penerbangan selanjutnya, cuman sampai nanti malam diperkirakan gak akan ada penerbangan lain karena memang cuacanya buruk." Jelas Rillan. Aku mengehela nafas, Papi merangkul bahuku dan mencengkramnya seolah mengatakan bahwa Semua akan baik-baik saja.

"Terus acaranya?" Mami memangku tangan, ia kembali melirikku yang kini sedikit tenang.

"Kalau memungkinkan kita adakan setelah pernikahan kak Mey aja." Jawab Rillan.

"Kita adakan besok, setelah akad... sebelum pesta resepsi." Tegas mami, semua orang yang disana terperangah.

"Apa-apaan sih mi, kita kelarin acara satu-satu, yang ada nanti kacau!" Timpas papi.

"Yang kacau itu kalau kita biarin Maura terlalu lama." Jawab mami segera.

"Aku setuju!" Jawab Rillan.

"Aku gak setuju... Acara yang aku anggap menyeramkan, ditambah menyeramkan buat adikku. Hidup macam apa ini?" Bela kak Mey. Mereka semua menatap kak Mey. "Maura tuh gak akan kemana-mana, kenapa kalian begitu takut?"

"Aku mau bicara sama kamu Lan!" Kataku lemah.

"Bicara disini!" Mami ketus.

"Apa aku juga gak punya privasi? Kenapa masalah masa depan pasangan akupun harus di hadapan kalian semua? Seenggaknya aku minta waktu supaya aku bisa bicara." Sentakku. Mereka terdiaml ku raih tangan Rillan dan menariknya ke depan. Aku masuk kedalam mobilnya, dan Rillan didepan kemudi.
"Jalan!" Pintaku, Rillan tersenyum sinis. "Aku bilang jalan!" Rillan masih bergeming. "Kamu mau jadi suami aku tapi bahkan begini pun kamu gak mau denger?"

"Mau kemana? Rumah kamu cukup luas Ra untuk kita bisa bicara empat mata!" Timpas Rillan.

"Aku gak akan kabur di hari pernikahan kakak aku Lan!" Jawabku, ia akhirnya bersedia menginjak pedal gas dan menjalankan mobilnya. Aku minta ia meminggirkan mobil di sebuah tampan di dekat kompleks perumahanku. Kami turut segera setelah kami tiba. Aku duduk di ayunan, disusul dengan Rillan yang juga duduk di sebelahku. Aku merunduk, tak kuasa lagi ku tahan air mata yang sejak tadi ku tahan.

"Kenapa kamu lakuin ini ke aku Lan?" Tanyaku.

"Kamu ngerasa gak adil?" tanya ia, Ku lirikan mataku padanya yang tampak kesal. "Itu yang aku rasain kemarin Ra... gak adil!"

"Aku harus gimana? Menerima semua? Aku tau kamu marah, kamu kesel sama aku... Tapi gak harus beginikan Lan!" Kataku sambil berdiri, menghadapi Rillan yang sedari tadi membuang muka padaku. Ku hampiri ia, aku berdiri di hadapannya dengan mata sembam, dengan air mata yang tak henti-hentinya berderai. "Aku tahu ini gak masuk akal, memutuskan hubungan sebelah pihak... aku udah mau bicarain ini sejak lama Lan, jauh-jauh hari sebelum aku kenal dia. Tapi aku terlalu gak peduli... Aku terlalu acuh pada prasaan aku sendiri. Aku gak peduli dengan seiapa aku menikah, dengan siapa aku berhubungan... Asal menguntungkan." Jelasku. "Kamu mau aku begitu? Terus menerus gak peduli sama kamu? Kamu mau hidup dengan orang yang bahkan gak peduli kamu diamana, kamu sama siapa, kamu makan apa, kamu... "Aku menarik nafasku dalam sambil terus berusaha menghentikan tangisku. "gak cinta..." tambahku. Ia menengadah dan berdiri di hadapanku, matanya hidup, matanya menatap dalam kedua bola mataku.

HOPElessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang