chapter 2

1.1K 111 14
                                    

Darren

Malam ini sedikit ganjal, ada banyak orang yang lalu lalang didepan ruanganku, ku dekati kaca lebar itu mencoba memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Aku tak bisa melihat apapun hanya seorang gadis berpakaian rapi lengkap dengan jas kedokteran tengah berjalan dengan merunduk seolah tengah terjadi sesuatu padanya, seolah di pundaknya tertancap beban besar yang membuat kepalanya tak lagi bisa menopang dengan sempurna. Aku sering melihat bermacam-macam orang yang lewat, dengan berbagai macam ekspresi tentu saja, namun entah mengapa aku amat penasaran dengan wanita yang berpenampilan dokter itu, karena aku tak pernah melihat dokter dengan tatapan seputus asa itu.

Dia tak melihat kearahku, ia masih dalam posisi merunduk dan mendekati kursi tunggu didepan ruanganku. Kepalanya masih saja tertunduk lesu, memandangi lantai lekat-lekat. Dari ujung koridor ku lihat ibuku mendekat dengan ekspresi marah yang jarang aku lihat, ia menghampiri gadis putus asa itu dan menempatkan kedua tangannya di pinggang.

"Dokter macam apa yang bisa salah jarum? Yang kamu injeksi itu anak berusia 5 tahun!!! Kamu tau akibat apa yang akan kamu timbulkan  jika saja saya tidak datang tepat waktu???" Bentak ibu, seketika gadis itu berdiri, ia masih tertunduk lemas tak berani menatap ibu yang marah, aku mundur perlahan, mencari tempat strategis untuk menguping, ku tempelkan tubuhku di balik pintu yang letaknya berdekatan dengan mereka. "Saya tau kamu anak dari profesor yang saya hormati, pemilik perusahaan yang menyuplai obat saya, pemilik rumah sakit besar di kota ini. Tapi ketika kamu menjadi seorang dokter, semua embel-embel dibelakang kamu lenyap... kamu adalah orang yang bertanggung jawab atas hidup dan mati seseorang!"

"Maafkan saya prof..." jawabnya lemah.  Ibu mendesah menahan amarahnya. Ia menurunkan tangannya dan menempatkan posisi tanganya di bahu wanita itu.

"Kali ini saya maafkan... dengan catatan kamu harus lebih berhati-hati lagi, belajar lagi... " jawab ibu, wanita itu mengangguk segera. Ibu berlalu segera setelah memastikan bahwa ia sudah cukup puas memberi ia pengarahan. Aku kembali pada posisi awalku, memperhatikan wanita itu yang kembali duduk di kursi dengan wajah murung. Aku menempatkan kedua tanganku di kedua kantung celanaku dan memperhatikannya secara seksama.

"Hhhh... kenapa hidup gue gini banget!!! Gue benci pekerjaan gue, gue benci rumah sakit, gue benci sragam ini, gue gak suka jadi dokter... kenapa gue harus ngejalanin hidup dengan apa yang gak pernah gue suka???" Omelnya. "Dasar prof nyebelin... gue tau gue salah... gak usah senggol-senggol didepan pasien lain juga kali... mana melototnya serem banget, ngomel-ngomelnya kenceng banget... giamana kalo orang takut gue suntik?" Aku tersenyum mendengar umpatannya pada ibu. Ia menginjak-injka kakinya ke lantai, melampiaskan kekesalannya pada ibu. "Kenapa gak ada pekerjaan yang hanya tinggal diem di kamar, terus rekening lo bisa gemuk?" Tambahnya. Tanpa aku sadari aku tertawa mendengar ucapanya. Dia menoleh seketika dan berdiri terkaget-kaget melihatku yang tiba-tiba ada dibelakangnya. Kakinya mundur beberapa langkah. Aku tak tau apa yang ia fikirkan mungkin ia memandangku aneh, dan menyeramkan.

MAURA

Ketika dengan enteng aku mengumpat, memaki, mengeluh karena kesalahanku sendiri. Suara tawa membuatku merinding, seketika aku berdiri dan ku dapati seorang laki-laki tampan, perawakan tinggi, kulit putih, rambut hitam tebal, wajah mulus, tengah berdiri dengan santai dengan tangan di kedua kantung celananya. Malaikat??? Atau... alien??? Kenapa dia begitu tampan. Aku masih saja terpaku, tak bisa berkata apapun, mungkinkah aku berhalusinasi di tengah malam yang dingin di rumah sakit? Mungkinkah yang ku lihat bayangan? Hingga aku memastikan tak ada yang memantul di kaca, aku yakin dia sosok nyata di balik kaca besar yang ada di hadapanku. Ia tersenyum, aku tak pernah melihat laki-laki tampan seperti itu, bahkan di televisi... atau mungkin seleraku yang terlalu tinggi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HOPElessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang