🙆🙆🙆🙆
MAURA
Mami, Papi, Kak Mey, bang Arif dan istrinya, malam ini suasana amat sangat canggung dan terasa mencengangkan, bagaimana tidak ketika esok hari kak Mey harus menikah malam ini aku berulah. Yah Rillan mengatakan semuanya pada orang tuaku, Mengatakan bahwa aku telah mengatakan aku mencintai orang lain. Ada yang janggal, mereka semua berpakaian rapi untuk ukuran di rumah, aku sedikit curiga dengan makanan yang berlimpah di ruang keluarga, karena pernikahan kak Mey di Hotel tentu saja semua konsumsi ada di hotel.
Tarikan nafas berat keluar dari mulut mami, aku tau ia pasti amat kecewa, standar mami dalam memilig calon untuk anak-anaknya teramat tinggi. Tak satupun diantara kami yang behasil melawan keniscayaan itu. Bahkan kak Mey yang luar biasa beranipun selalu kalah oleh mami.
"Mami gak akan tanya dia siapa, gak penting itu..." Ungkapnya seketika. "Yang penting adalah kamu dan Rillan tetap bersama, tetap pada komitmen awal... selama tidak merugikan satu sama lain kalian akan tetap sama-sama." Tegas mami. Aku berdiri menghampiri mereka yang duduk melingkar di atas sofa. Tubuhku gemetar, antara takut, khawatir dan ingin brontak. Namun sudah ku persiapkan, sudah ku perisapkan semua ini sejak jauh-jauh hari. Aku berlutut di hadapan mereka, tentu saja dibalik semua emosi air matalah yang jatuh pertama. Yang ku fikirkan adalah Darren. Hanya ia.
"Aku tahu banyak sekali yang aku pinta dari mami dan papi... tapi banyak juga yang aku lakukan untuk menuruti pinta kalian." Aku merunduk, tak sanggup memandang bola mata mereka yang tentu saja membesar, terbelalak dengan tingkah anak bungsunya. "Kali ini aja... aku mohon, ijinkan aku Mencintai dan di cintai oleh orang yang aku pilih." Aku mengepalkan kedua tanganku menaruhnya di atas lututku.
"sebaiknya kamu dandan sekarang, sekitar 30 atau 40 menit lagi keluarga Rillan akan datang. Mami minta lamaran kalian di percepat. Karena tak baik menunggu lama..." Mami mengabaikan pintaku, oh hatiku perih mendengar ini, aku menengadah memandang mereka bergantian mengharapkan penjelasan lain, seolah mereka tak akan pernah mendengarkan pintaku.
"Kamu akan terbiasa dengan semua ini Ra..." Bang Arief menenangkanku sambil mendekat dan membuatku berdiri. Ku tepis ia, untuk pertama kalinya aku melawan bang Arief dan memandangnya tajam.
"Abang fikir aku terbiasa dengan adanya Rillan selama bertahun-tahun ini? aku capek bang!!! Aku bahkan lelah hanya memadang wajahnya. Bagaimana bisa aku bertahan dengan orang yang sama sekali tidak aku inginkan?" Bentakku.
"Kamu hanya gak bisa menyeimbangkan logika kamu Ra, Cinta itu bisa hilang seiring berjalannya waktu. Cinta itu gak bisa ngebeli masa depan, gak bisa ngasih makan... Cinta itu hanya prasaan konyol yang tak perlu kita miliki. Kasih sayang itu tumbuh sendiri Ra... seiring berjalannya waktu. Yang kita butuh adalah komitmen, konsisten..." Jelas bang Arief.
"Abang pernah jatuh cinta?" Tanyaku, "Bang Arief pernah merasa bahagia dengan itu? Apa gunanya kita miliki semua ini tapi kita gak tau cara bahagia... Selama ini aku hidup dalam kekosongan yang tiada akhir bang... Aku hidup dalam keluarga yang utuh namun aku kesepian. Karena apa? Karena kalian semua terlalu mengutamakan logika daripada prasaan. Aku butuh kasih sayang, aku ingin menyayangi... Aku butuh hal sederhana yang tidak aku dapatkan di tempat ini." Jelasku. Seiring sertiap kata itu keluar dari mulutku, air mataku berderaian tak tertahan. "Aku mendapatkan semua itu dari dia, dia memberiku kasih dan aku mengasihinya..." Tanganku masih saja gemetar, tak bisa lagi menahan amarah. "Aku gak mau lamaran ini terjadi!!!"Mami mendekat, ia memangku tangannya dan memandangku.
"Ok, Tentu mami ingin alasan logis, kenapa pria itu bisa serta merta menggeser pisisi Rillan?" tanya mami, matanya menganalisa wajahku.
"Aku gak punya alasan logis, yang aku tau aku cinta sama dia." jawabku. Mami menyeringai mengangguk-ngangguk namun aku yakin anggukan itu bukan tanda memahami namun lebih menyepelekan maksudku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPEless
Romancemenceritakan seorang laki-laki yang memiliki penyakit langka yang membuat dia tak bisa keluar dari kamarnya, tapi semangatnya tinggi, dia selalu percaya suatu hari dia akan sembuh dan bisa kembali melihat Sunrise dan Sunset yang sangat ia sukai. nam...