DARREN
👦👦👦👦
1 Minggu berlalu...
Selama itu aku tidak melihat wajahnya, aku tak berusaha menanyakan kabarnya, karena lewat Sholat ku sampaikan rinduku, betapa berat prasaanku. Hanya tentu saja, terkadang batin ini merintih, menangis menanyakan Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia tersenyum hari ini? Apakah kami bisa bertemu walau sekali lagi?
Aku menatap jauh ke atas langit, di balik kaca rumah sakit yang besar. Memandang langit biru di koridor rumah sakit. Ku tatap matahari yang menerangiku, rasanya hangat, rasanya seperti Maura tengah tersenyum padaku.
Beberapa hari ini, Ibu jarang menemuiku, ia hanya datang untuk menyuntikan beberapa obat tanpa bicara, aku tak bertanya padanya. Tentu saja sikapnya yang dingin membuatku sadar bahwa aku pantas menerima hukuman seperti itu setelah aku memaksanya untuk ikhlas. Ayah? Ayah terus datang tanpa membahas apapun selain game dan sepakbola.
Namun aku, bahkan aku tak ingat kapan terakhir aku tersenyum. Rasanya berat melekukan senyuman di bibirku. Ku lirik ruang kosong disampingku, aku selalu membayangkan ada Maura di sana, tersenyum memandang langit, bersenandung lembut di telingaku.
Darren...
Aku janji, akan menjadi kekuatan kamu...
Aku akan menjadi cahaya dalam kegelapan yang kamu miliki...
Air mataku terjatuh, meski rasanya aku yakin ia baik-baik saja, meski aku telah berusaha membuat rinduku jadi ibadah saja, prasaan ini masih teriris.
Kembali ku tatap Maura yang masih memabayangiku dengan ujudnya yang palsu.
Menangislah Darren...
Karena ketika kata-kata tak mampu lagi mengungkapkan betapa sedih hati ini, maka air matalah yang mampu mengatakannya...
Aku mengangguk.
Tapi Darren, setelah itu tersenyumlah kembali...
Karena seberapa pahitpun luka itu, kita tak akan pernah bisa membaginya, karena... seberapapun hancurnya diri kita... biarlah lenyap bersama air mata yang kita jatuhkan...
Air mata itu terus berlinang...
Seolah duka, luka dan rindu turut mengalir deras lewat aliran yang keluar dari sudut mataku. Batinku berbisik.
Aku harap, jikapun kamu merindukan aku, jikapun kamu terluka karena jarak dan perpisahan... aku sangat berharap luka yang kamu rasakan tak lama... dan tak sesakit ini Ra...
Bayangan itu tersenyum dan mengangguk seolah memahami bisikan batinku. Perlahan... ia mundur dan lenyap begitu saja.
Aku mencari-cari sosok Maura, dan ku dapati Ibu tengah melap air matanya di ambang pintu. Aku segera menyusut air mataku dan tersenyum padanya. Ia berlalu, pergi dengan luka yang ia lihat dariku. Aku kembali memablikkan tubuhku menatap langit biru yang cerah namun menyedihkan bagiku. Terluka dalam cahaya yang kuimpikan, bertahan dalam genangan air mata yang jua tak ingin berlalu. Tak ada lagi anganku, tak ada lagi pagi yang ku rindu, karena matahariku telah berlalu... Maura.
MAURA
👧👧👧👧Aku hanya bisa terdiam melihat tumpukan koper di depanku, passport yang sudah siap beresrta tiket dan segala dokumen kepindahanku. Yah dalam diam, mami dan papi merencanakan ini semua, dalam satu minggu mereka telah memperisapkan dengan matang kepergianku ke Amerika. Bahkan mungkin ketika mereka tahu bahwa pernikahanku tidak akan berjalan dengan baik mereka telah menyiapkan kepergianku.

KAMU SEDANG MEMBACA
HOPEless
Romancemenceritakan seorang laki-laki yang memiliki penyakit langka yang membuat dia tak bisa keluar dari kamarnya, tapi semangatnya tinggi, dia selalu percaya suatu hari dia akan sembuh dan bisa kembali melihat Sunrise dan Sunset yang sangat ia sukai. nam...