MAURA
👧👧👧👧
Pulang ke ibukota...
Baru saja aku menginjakkan kakiku di bandara, rasa sesak melanda, entah mengapa aku begitu sedih. Entah karena aku begitu menikmati perjalanan singkatku di Bromo, ataukah aku begitu merindukan Darren hingga tak sabar rasanya berjumpa di sana.
Tasya melambai dari jarak 2 meter, aku tersenyum padanya. Tak kusangka ia begitu perhatian hingga menjemputku. Aku berlari menghampirinya, ia mengasongkan buket bunga mawar putih padaku.
"Ini buat Darren ya bukan buat kamu." tegasnya. Aku tersenyum dan mengangguk, mataku berkaca-kaca, melihat ekspresiku dengan sigap Tasya memelukku. "Ayo kita berangkat...!"
1 Tahun yang lalu...
Kami masih menikmati suasana di padang Savana, Darren sambil berjalan memtik beberapa bunganya hingga sebuah buket kecil terbentuk, dia mengikatnya.
"Bagus ya?" Tanya ia, aku mengangguk, ia menyerahkan buket kecil itu dan ku terima dengan senang hati.
"Bagus banget..." Jawabku. "Aku juga mau buatin satu ya buat kamu," pintaku. Ia tersenyum, aku berlari menjauhinya, mencari beberapa bunga tanpa Darren, memastikan menemukan bunga yang paling indah dan memberikannya sebagai hadiah pada Darren. Aku berjalan mundur sambil memandang Darren yang sosoknya mulai mengecil dari pandanganku. Dia melambai dengan senyumnya.
Aku kembali berlari.
"I LOVE YOU MAURAAAAA!!!"
Serunya.
Aku menoleh dan dia melambaikan lagi tangannya. Aku membentukkan simbol hati dengan tanganku dan berbisik, berharap ia bisa paham gerakan bibirku.
"I love you more..." Bisikku. Aku kembali berfokus pada savana, memetiknya satu persatu tentu saja dengan senyum yang terus terpatri di bibirku. Sesekali aku menoleh mencari keberadaan Darren, ia tersenyum dan melambaikan tangannya. Seolah aku memastikan dia baik-baik saja.
Segenggaman savana sudah ku genggam, kembali aku menoleh namun Darren tak ada disana, dengan penasaran aku menghampiri tempat dimana Darren berdiri sebelumnya. Rasanya hatiku berdebar untuk sesuatu alasan. Langkahku terhenti, savana yang berada dalam genggamanku terjatuh, tanganku gemetar. Darren tergeletak disana dengan sudut mata meneteskan air mata. Ku dekati ia perlahan... Matanya terpejam rapat, aku berlutut meraih pipinya yang dingin, dengan sigap ku raih tangannya, ku rasakan denyut nadinya melemah. Matanya kembali terbuka namum hanya setengahnya saja.
"Maaf... Maafin aku Ra." katanya dengan suara lemah. Ku genggam tangannya dan ku rangkul tubuhnya yang lemah. "Aku sayang sama kamu. Sampaikan maafku untuk ibu dan ayah..." suaranya semakin melemah, sisanya aku hanya mendengar ia terus mengatakan lailahaillallah... Tanpa aku tuntun dia terus mengucapkan kalimat itu.
"Jalan tinggalin aku!!! Jangan tinggalin aku!!!" teriakku. Dia terengah-engah dan memandangku tersenyum, lalu ia kembali terepejam. "Ahhhhhh..." teriakku ku peluk ia erat. "Darrennnn aku mohon!!! Aku mohon buka mata kamu!!! Buka mata kamu!!! Please!!!" aku terus berteriak hiteris tanpa memperdulikan orang-orang yang terus berkerumun.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPEless
Romancemenceritakan seorang laki-laki yang memiliki penyakit langka yang membuat dia tak bisa keluar dari kamarnya, tapi semangatnya tinggi, dia selalu percaya suatu hari dia akan sembuh dan bisa kembali melihat Sunrise dan Sunset yang sangat ia sukai. nam...