~ 1 ~

4.8K 91 2
                                    

PUTUS

Tiiin..

       Tiiiin...

             Tiiin...
       
       Tiiin...

Tiiin..

Hiruk pikuk kota Jakarta, tak lekang oleh suara bising klakson kendaraan di antrian panjang ditengah kemacetan jalan.

Jalan yang luas tampak semakin sempit kala jumlah mobil terus bertambah. Seolah tak ada guna penambahan jalan yang tak seberapa dibanding penambahan jumlah mobil yang naiknya melebihi prosentase jalan yang dibangun pemerintah.

Disiang itu, udara tampak pengap oleh panasnya matahari yang kian meninggi. Ditambah butiran-butiran debu yang terbang bebas di udara menyesakan nafas.

Fathan, pemuda tampan beraut wajah bete mengendarai mobilnya saat ini. Bagaimana tidak, sudah hampir dua jam dia berkendara namun roda mobil tak kunjung berputar untuk melaju. Mata yang tak pernah luput dari jam di pergelangan tangan.Sudah hampir setengah jam Fathan berada dijalan tanpa bergerak. Peluh sudah diseka berkali-kali, tapi, tetap saja kendaraan-kendaraan didepannya tidak juga mau bergerak maju. Bukan hanya Fathan yang terlihat kesal dan tak sabaran, beberapa pengendara lain dibelakangnya pun semakin tak sabar menunggu, suara klakson pun saling bersahutan tanpa henti, bak sekawanan serigala yang saling bersahutan,melolong keras tak mau berhenti.

Jarum jam terus berputar, janjinya siang ini terancam batal oleh macet yang berkepanjangan. Fathan menoleh kebelakang, padat, tak ada celah untuk mobilnya memutar balik mencari jalan lain.

" Aah, benar-benar sial, mundur pun nggak bisa.. " gerutunya memukul stir mobil.

Pikirannya melayang sejenak, satu jam sebelum waktu istirahat kantor tiba.

Jam kantor yang sibuk pagi itu, tangan Fathan tak henti mengobrak abrik lembaran demi lembaran yang sudah banyak berserakan dimeja. Ia serius menatap map dan layar laptopnya. Jam 10 siang ini ia akan ada presentasi dengan salah satu koleganya. Bayangkan, proyek mega miliaran rupiah sudah beberapa kali dimenangkan Fathan yang usianya yang belum genap 28 tahun.

Entah apa yang Fathan cari, ia hanya ingin membuktikan kalau ia mampu mencapai karir terpuncak walau tak pernah dianggap dikeluarganya. Tepatnya, selalu dibeda-bedakan dengan saudara kembarnya bernama Fathir.

ponselnya bergetar, nada sambung terdengar menggema keseantero ruangan yang lumayan luas untuk seorang pemuda seperti Fathan.

Aku tak akan berhenti..
Menemani dan menyayangimu..
Hingga matahari tak terbit lagi..
Bahkan bila aku mati..
Ku kan berdoa pada ilahi..
Tuk satukan kami disurga nanti..

Kegiatannya berhenti sebentar, matanya melirik kelayar ponselnya. Ada satu nama muncul dipanggilan itu.

Kayana.

Segera ia meraih ponselnya dan meletakan ditelinga.

"Halo sayang, tumben telepon pagi-pagi..??"

"Emang gak boleh telepon pacarnya sendiri?" Jawab Kayana ketus. Bibirnya manyun kesal.

Fathan tersenyum kecut, "ya boleh dong sayang.. cuma tumben aja pagi-pagi begini kamu telepon. Kenapa sih, pagi-pagi sensi banget sama aku??"

"Gak apa-apa, aku cuma mau kita ketemu siang ini, mendesak.. jam 12 siang, kalau kamu telat aku tinggal dan jangan pernah hubungi aku lagi..!!" Sahut Kayana to the point.

Fathan menghentikan semua aktifitasnya. Sedikit kaget dengan ucapan cewek yang dipacari-nya sejak SMU dulu. "Kok, gitu sih, sayang? Emang ketemuannya gak bisa nanti malem? Terus kamu emang gak kerja?"

SERPIHAN CINTA YANG HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang