~ 4 ~

1.1K 40 0
                                    

IBA.

Plaaak.. tamparan keras mendarat ke pipi Fathan..

"Keterlaluan kamu, Fathan. Kalau kamu pengen marah, marahlah sama mamah bukan sama kakakmu."

Fathan hanya terdiam, menatap nanar Tania. Namun, hatinya masih terbawa emosi. Ia tak suka diperlakukan seperti anak pungut oleh keluarganya sendiri. Ia hanya ingin diperhatikan seperti mereka memperhatikan Fathir.

Lalu melangkah tanpa peduli Tania lagi bicara.. "Fathan.. mamah belum selesai bicara." Teriak Tania kesal.

"Mah, udah mah, biar Fathir aja yang ngomong sama Fathan." Ucap Fathir menahan langkah mamahnya.

Fathir melenggang, mengikuti Fathan yang masuk kedalam rumah tanpa peduli acara pertunangannya malam ini.

"Ada apa sih, mah?" Tanya Rama, suaminya. Ayah Fathan dan Fathir.

Tania hanya menggeleng, lalu mendengus. Suara nafasnya seolah menyesali apa yang baru saja ia lakukan pada Fathan. Seharusnya, ia juga lebih perhatian sama Fathan. Mereka berdua adalah anaknya. Yang lahir dari rahimnya pada waktu dan jam yang sama. Dan seharusnya juga, ia tidak membeda-bedakan antara Fathir dan Fathan.

Sayangnya, ia tak bisa. Semenjak kedua anaknya itu dilahirkan, Tania sangat ketakutan kehilangan dua-duanya. Fathir dilahirkan dalam kondisi lemah, sangat lemah. Tubuhnya ringkih selalu saja terserang penyakit. Sakitnya Fathir, membuat ia melupakan Fathan. Selalu Fathir yang ia perhatikan hingga Fathan tak terlihat oleh matanya.

Seolah ia ibu yang tak punya perasaan, ia tega menitipkan Fathan ke neneknya di Semarang. Ia tak sanggup mengurus keduanya. Ia hanya tak ingin Fathan kehilangan kasih sayang hanya terlalu memikirkan Fathir.

Dan hingga sampai umur keduanya beranjak remaja. Diusia Fathir dan Fathan 17 tahun. Fathan dirawatnya kembali. Diusia mereka itu juga, Tania harus kehilangan mamahnya.

Bruaaak.. Fathan membanting pintu sekeras mungkin. Berjalan sempoyong menuju tempat tidur. Di atas kasur, ia mendaratkan bokongnya. Diam digelapnya kamar, lampu dibiarkan mati.

Mendadak pikirannya membius jiwanya mengingat kejadian demi kejadian. Kemudian, amarahnya kembali memuncak. Ada kekecewaan yang tersisa dibatinnya yang penuh emosi. Ingatan itu terfokus pada satu nama dan sosok yang baru saja mutusin hubungan yang sudah terjalin selama enam tahun, bukan waktu sekejap mata untuk bisa saling percaya dan membangun hubungan yang menurut dia terlalu banyak rintangan.

Tak lama, ia menoleh kearah meja kamarnya. Ada foto dia Kayana disitu. Wajah bahagia Fathan dan Kayana sedang tertawa lepas tanpa beban. Foto masa-masa ia baru saja jadian beberapa minggu.

Fathan tersadar dari lamunannya dan berdiri. Kakinya melangkah males ke meja. Figura diambil, lalu diamati wajah Kayana dengan serius, alisnya berubah, dahinya mengkerut.

"Kenapa lu semudah ini ngelupain itu semua? Gak cukupkah enam taun agar lu tetap bertahan di hati gue? Kenapa Kay? Kenapa lu tega ninggalin gue untuk cowok lain..?" Tanya Fathan pada foto Kayana didalam figura itu. "KENAPA KAY.. KENAPA LU LAKUIN SEMUA SAMA GUE??" Tubuhnya bergetar hebat.

Dan setelah itu..

praaaang.. figura itu dilempar, beradu kemudian hancur berkeping-keping meninggalkan serpihan-serpihan kaca yang berserakan.

"Aaargh.. S*ALAN.. SEMUANYA BR*NGS*K." Runtuk Fathan mengobrak-abrik meja kamarnya. "Kenapa gak ada satu pun yang ngertiin perasaan gue. Kenapa semua pada egois..??" Fathan terdiam kemudian, jiwanya sedikit rapuh.

Baru saja ia merasakan kebahagiaan, tapi sudah dihempas oleh perjodohan yang memporak porandakan cinta dan perasaannya. Dan baru saja ia merencanakan indah pada hubungannya itu, tetapi nasib sudah menukarnya dengan luka yang dalam didalam hatinya.

SERPIHAN CINTA YANG HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang