~ 23 ~

642 18 4
                                    

Penjara.

"IYA THAN, GUE PENGEN LU MEMBUSUK DIPENJARA. DAN LU TAU KENAPA GUE MAU LU BEGITU? KARENA ELU UDAH BUNUH BOKAP ELU SENDIRI. DIA BENER-BENER MENINGGAL, Than. Bokap lu meninggal." Teriak Kayana sembari terus menangis.

Fathan terdiam sesaat. "A..apa?!" Katanya pelan.

Mulai tak fokus dengan jalanan malam. Ia membelokan mobilnya saat kendaraan lain hampir tertabrak dengannya. Mobil berwarna putih itu menjadi oleng tidak stabil dan akhirnya...

Braaaak.. ia menabrakan mobilnya di tiang listrik. Kap mobilnya terbuka dan asap mengebul dari dalam kap.

Fathan diam sejenak, terlihat syok mendengar berita dari Kayana. Sesaat itu juga pikirannya memunculkan segala bayangan tentang papahnya terus silih berganti memenuhi otaknya. Walau memori itu terbilang sedikit dibanding dengan nenek-kakeknya. Tapi, memori tentang papahnya yang sedikit itu menyesakan dadanya.

Ini salahnya. Tapi dia sama sekali tidak menyesali perbuatannya tadi. Kabur dari rumah menghindari tanggung jawab perbuatannya.

Matanya tak berkedip memandang keluar jendela. Dan lalu, seketika matanya memerah. Terasa perih. Sangat perih. Mulai berembun mengepung seluruh penjuru matanya. Tak lama, embun itu mulai menggumpal dan lalu mengeras. Membentuk kristal. Menunggu untuk jatuh.

Ingin rasanya ia berteriak keras dan meraung sejadinya di jenazah papahnya dihari terakhir kehidupan. Tapi apa daya, ia kini seorang buronan yang menjadi incaran polisi dibelakangnya.

Kristal itu semakin keras dan akhirnya terjatuh, menetes dan mengalir di pipinya. Terus mengalir ketelaga kesedihannya. Semula kecil, lambat laun menjadi air yang deras yang muncul dan muncul kembali dari pelupuk matanya yang semakin memerah.

"AAAAARGH..!!" Teriaknya kemudian.

"Than.. Fathan.. elu denger gue kan?" Tanya Kayana yang masih tersambung di ponselnya.

Emosi Fathan bercampur aduk di dadanya yang semakin sesak. Ia marah, ia juga menyesal, dan ia juga sangat merasa jadi anak durhaka. Terus memukuli stir mobilnya. Meluap segala amarah dan kekesalannya pada stir mobil.

Kayana mendengarnya menjadi gusar. Kemarahan mantan kekasihnya itu terdengar memilukan. Isak tangisnya bisa ia rasakan. Ia duduk dengan ponsel yang memperdengarkan suara teriak Fathan.

Kepala Fathan tundukan. Dibiarkan tersandar pada stir mobil. Diam, tak peduli isak tangisnya terdengar. Dan lalu..

"Selamat malam Pak..!!" Seorang polisi berbadan tegap dengan baju seragam rada ketat menyapa Fathan.

Fathan menoleh. "Iya, saya yang bunuh papah saya. Saya mendorong dia dari tangga. Tangkap saya, pak. Tangkap dan hukum saya." Ocehnya buat polisi itu bingung sendirian.

"Ma..maksud anda, anda membunuh ayah anda sendiri?" Tanya polisi itu tak mengerti.

"Iya.. saya mendorong papa dari atas tangga. Ia terjatuh dan akhirnya meninggal. Saya siap di penjara, pak."

"Sebenarnya, saya menyuruh anda berhenti karena ada barang anda terjatuh dari bagasi belakang mobil anda. Pintu belakang Mobil anda terbuka." Jelas polisi itu.

"A..apa? Ja..di..?!" Fathan tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya diam sambil memandangi pintu belakang mobilnya terbuka lebar.

"Jadi, karena anda membunuh Papah anda sendiri, jadi anda kami tangkap." Kata polisi itu lagi sembari memborgol kedua tangan Fathan yang pasrah itu.

****

Rumah sakit terlihat renggang malam ini. Hanya tinggal beberapa orang yang berlalu lalang.

SERPIHAN CINTA YANG HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang