~ 43 ~

468 20 0
                                    

SEBUAH ALASAN.

"FATHAAN?!" Jawab Kayana sedikit memekik dengan raut wajah tak suka.

Kayana beranjak bangun, menyambar tangan Fathan. Menarik keluar kemudian.

Diam sesaat..,

Mata mereka saling beradu pandang. Tak ada yang mau berkata.

"Mau apa lu kesini?" Tanya Kayana mengintimidasi.

"Gue mau liat anak gue?"

"Buat apa? Buat kasih tau kalau elu ayah biologisnya? Atau lu mau nunjukin kalau elu laki-laki sekaligus ayah yang baik..?" Tuduh Kayana dengan segala kebenciannya.

"Apa cuma itu dipikiran elu? Selalu menilai buruk tentang gue?"

Kayana diam.. "kita pacaran cukup lama buat kenal satu sama lain, apa elu liat gue yang sekarang dibanding kebaikan gue selama pacaran?" Tanya Fathan melangkah sedikit demi sedikit mendekati Kayana.

"Gue sadar gue terlalu buruk ngelakuin kesalahan sama elu. Tapi, gak berhak kah gue ngelakuin kebaikan demi anak gue?" Katanya lagi mencoba meraih tangan Kayana. Namun, Kayana menolak untuk disentuh.

"Maafin gue kalau elu sesakit ini sama gue. Maafin gue yang selalu bikin elu susah. Gue gak mau nunjukin apapun ke anak itu, gue cuma pengen liat seperti apa wajahnya. Dan gue juga mau elu maafin gue.." lanjut Fathan menekukan lututnya dihadapan Kayana. "Maafin gue, Kay.. maafin gue. Ijinkan sekali ini aja gue liat wajah anak itu." Pinta Fathan memeluk kaki Kayana dengan wajah tertunduk.

Suara nafas berat itu berhembus dari saluran pernafasan Kayana. Ia mencoba menahan rasa benci itu. Entah mulai kapan ia membenci Fathan, ia juga tidak tau itu kapan. Mendadak ia sangat membenci Fathan saat jari jemarinya mulai menyentuh tubuhnya waktu malam itu. Ia membenci saat bibir Fathan menjelajah nakal di tiap inci tubuhnya tanpa peduli air mata dan permohonannya malam itu.

"Ya Tuhaaan, kenapa harus inget itu lagi..? Aku membenci kejadian itu Tuhan.. aku benci ingatan ini..!!" Rintih hati Kayana perih. Menyeka air mata.

"Maaf.., gue gak bisa ngijinin elu sekalipun..!" Pekik Kayana melepaskan tangan Fathan dari kakinya. Menutup pintu ruang ICU.

"Kay..!" Panggil Fathan tak dihiraukan Kayana. Ia beranjak bangun dan mengejarnya. Tapi.., kakinya seakan berat untuk melangkah. Ia biarkan Kayana masuk kembali ke Ruang dimana anaknya dirawat.

Didalam, seorang bocah terbaring lemah dengan beberapa alat medis terpasang. Jarum infus yang tertancap dilengan, selang oksigen yang tersang diantara dua lubang hidungnya.

Kayana terduduk dengan wajah kesal. Anita menatap heran dengan penuh pertanyaan dihatinya. "Fathan kemana, Kay?" Akhirnya, bibir itu mengajukan pertanyaan juga.

"Udah pulang, Yuk." Jawab Kayana singkat dan tanpa menoleh.

Anita mendengus, tak berani mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Ia mengerti apa yang Kayana sembunyikan saat ini. Ia juga tak ingin mencampuri urusan Kayana dan Fathan lebih jauh lain.

Di luar, mata Fathan menatap sendu, wajah anaknya terlihat samar tertutup gorden. Sayangnya, ia tak berani melangkah lebih jauh kedalam ruangan ICU.

Berbalik badan dan mulai meninggalkan ruang ICU.

****

Dania menunggu di lorong resah. Tak berhenti melangkah. Mondar-mandiri disekitar depan kamarnya. Dan..

Tiing.. pintu lift terbuka dari kejauhan. Dania menoleh, diujung lorong Fathan keluar lift dengan lesu.

"Than..!" Sapa Dania dengan wajah penasaran. "Gimana hasilnya." Ikut langkah Fathan dari belakang. Sedari tadi ia penasaran dengan perundingan Fathan dan Kayana.

SERPIHAN CINTA YANG HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang