~ 16 ~

765 28 2
                                    

Amarah Dan Kecewa.

Sudah hampir tengah malam. Suara dentang jam diruang tamu bunyi sepuluh kali. Kayana belum masuk kerja. Ia sudah mengambil cuti seminggu dari dua hari sebelum acara pernikahaannya itu.

Hari ini, Fathir pulang larut juga. Sudah tiga kali Kayana mengirim pesan agar cepat pulang. Tetapi Fathir hanya menjawab 'sebentar lagi, sayang. Masih banyak kerjaan.' selalu dan selalu bikin istrinya tak tenang

Ia sendirian dirumah, itu yang membuat ia kuatir sendirian dirumah dan mengharapkan kehadiran suaminya dirumah.

Ketakutannya semakin menjadi saat pikirannya teringat kejadian semalem. Kejadian menyakitkan dan tak semudah itu di hapus dari ingatannya. Bikin trauma tersendiri baginya.

Kaki langsing itu bergerak mondar-mandir tak mau diam barang sebentar aja. Debaran jantungnya seolah dipaksa berdegub lebih kencang lagi.

Matanya terus memantau jam di ponselnya. Sudah jam sepuluh lewat lima belas. Waktunya Fathan akan pulang. Dan ia tak ingin kejadian malam itu terulang lagi.

"Mas.. ayo dong pulang. Aku gak mau sendirian begini dirumah." Ocehnya cemas. Dan..

Ting.. tong..

Ting.. toooong.. suara bel buat ia tersentak. "Fathan..!?" Katanya bingung. Kecemasannya semakin menjadi. Kakinya tetap mondar-mandir. Ia ragu harus bukain pintu atau tetap dia di dalam kamar dengan pintu terkunci.

Tetapi, dirumah tak ada siapapun dirumah. Bi Arni sudah pulang sedari jam 5 sore. Papa dan mama mertuanya sedang pergi keluar kota untuk urusan bisnisnya.

Ting.. tooongg..

Suara bel berbunyi lagi. Kayana tak pilihan lain. Ia keluar kamar, mulai menuruni tangga dengan perasaan tak menentu. Bayangan malam itu mendadak muncul lagi dikepalanya. Ketakutan menyelimuti hati yang kian menyamarkan keberaniannya itu.

Ia naik kembali, tapi tak lama ia turun lagi keanak tangga satunya. Nafas ditarik panjang, berhembus pelan nan berat.

Digenggam knop pintu, sekali lagi ia menarik nafasnya. Kunci di putar dua kali dan..

Kreeeek.. sosok laki-laki bertubuh tegap membelakanginya. Baju kemeja biru membentuk pas badan laki-laki itu. Kayana ragu siapa laki-laki didepannya. Ia tak pernah bisa membedakan mana mantan pacarnya dan mana suaminya.

Dan yang ia ingat, Fathan dan Fathir mengenakan kemeja berwarna sama pagi tadi.

Dadanya bergemuruh, degubnya tak karuan. Begitu cepat. Desiran darah melaju bak kereta express membuat ia semakin gugup.

"M..mm..m..as..?!" Satu kata keluar dari bibirnya dengan gugup.

Laki-laki itu menoleh dengan senyuman menakutkan.

"Fa..fathan?"

"Hai..!!" Sapanya, bikin Kayana bergegas membalikan tubuhnya.

Tapi, tangan Fathan lebih cepat menarik tubuh Kayana dalam pelukan.

Kayana terus menggeleng sambil meronta. Ia sudah berusaha melepaskan pelukan itu dari tubuhnya. Namun, tenaga Fathan yang tersadar itu dua kali lebih kuat dari tenaganya.

"Ja..jangan Than.. jangan lu lakuin ini lagi.." pinta Kayana memelas. "Ini.. ini bukan Fathan yang seperti gue kenal. Lu bukan Fathan yang dulu, menghormati wanita dan tak pernah melecehkan gue.." ucapan Kayana terputus, ada jari telunjuk Fathan dibibir ketakutan itu.

"Ssstt.. gue cuma minta maaf sama lu atas kejadian kemarin. Gue tau gue salah.. tapi.." Tukas Fathan nafasnya sedikit memburu. Ada degub tak beraturan saat wajahnya berdekatan seperti ini.

SERPIHAN CINTA YANG HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang