MOHON DIREFRESH SEBELUM BACA... Krn ini bagian republish dgn penambahan part...
Malam berlalu begitu saja, sejak pembicaraan terakhir Alby dan Kania di pantry. Keduanya tidak saling bicara, sibuk dengan dunia masing-masing. Alby diam di kamar pribadinya, sesekali keluar untuk mengambil minum atau makanan. Begitu pun Kania, sepertinya wanita itu memilih berdiam di kamar yang diizinkan oleh Alby untuk dia tempati. Alby merasa, Kania seperti sengaja menghindar darinya. Setiap kali dia keluar, Kania tidak keluar keluar. Namun saat Alby masuk, baru Kania keluar.
Dan seperti dugaan Alby, Kania bersiap untuk pergi entah ke mana. Wanita itu membuka pintu kamar dengan perlahan-lahan, berjalan mengedap bagaikan seorang maling. Kania fokus berjalan lurus, tidak sadar kalau Alby sudah lebih dahulu keluar kamar dan berniat untuk pergi dalam kesunyian sebelum Kania keluar kamar.
Kania cukup terkejut saat Alby menyentuh pundaknya, dia nyaris melompat, namun berhasil untuk tidak berteriak.
Keduanya saling beradu pandangan, Alby menyampirkan jas biru dongker pada tangan sofa. Pria itu ingin terlihat tenang, walaupun dalam hatinya tengah sibuk dengan perasaan asing yang datang. Alby memperhatikan penampilan Kania, dia menggunakan dress warna putih dengan motif bunga kuning berukuran kecil-kecil. Tidak terlihat seperti penampilan Kania biasanya, tapi tidak menyedihkan seperti pertama kali Alby menemukan Kania di depan gedung apartemennya.
"Kenapa kamu sudah rapi sepagi ini?" tanya Alby basa-basi.
"Kerja," jawab Kania. Hanya itu alasan yang terpikir dalam benaknya, Kania ingat kemarin Alby mengatakan dia bekerja sebagai kepala editor. Otomatis dia harus kerja ke kantor.
"Kerja?" Alby menaikkan satu alisnya lalu menggeleng cepat. "Nggak usah, kamu di sini saja. Aku sudah meminta Putra untuk mengatur pengajuan cuti kamu ke Aya."
"Aya? Naraya Qirani? Aku kerja untuk Aya?"
Alby membasahi bibir bawahnya dengan ujung lidah, "Sudah, jangan banyak membantah. Kamu diam di sini saja, aku akan mengurus semuanya untukmu." Tidak ada senyum atau raut wajah meyakinkan, sikap Alby terkesan datar dan dingin. Tapi entah kenapa, Kania merasa jika Alby tulus. "Aku akan menyelesaikan masalahmu terlebih dahulu, baru kamu bisa membantu menyelesaikan masalahku."
Kania maju mendekati Alby, bermaksud untuk mengambil jas Alby layaknya sebuah adegan dalam drama romantis pada umumnya. Namun sebelum tangan Kania berhasil meraih jas Alby, pria itu lebih dahulu mengambil dan memakainya dengan cepat.
"Baiklah, aku pergi dulu. Aku mempunyai banyak pekerjaan di kantor dan hotel," ucap Alby.
Alby bersiap untuk berjalan meninggalkan Kania, namun ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Membuat Alby memutar tubuhnya kembali ke arah Kania, untuk persekian detik Alby menatap Kania. Cukup lama, cukup dalam.
"Apa yang kamu inginkan, Kania?"
"Hah?"
"Hal terbesar yang paling kamu inginkan dalam hidupmu, sebutkan, aku akan wujudkan untuk kamu."
Kania terdiam, untuk pertama kali dalam hidupnya ada seorang yang bertanya tentang maunya. Bukankah itu suatu yang baik?
Entah datang dari mana semua tindakan gila itu, yang pasti Alby tidak mampu untuk menghentikannya. Setelah bertanya Alby berinisiatif maju menghampiri Kania, menghilangkan jarak antara keduanya. Masih dalam kesunyiang, serta iringan tatapan Kania. Alby mengarahkan tangan pada pipi kiri Kania, menggerakkan ibu jarinya ke kanan dan ke kiri.
"Apa yang kamu inginkan, Kania?" Alby mengulang pertanyaannya lagi.
Kania tersenyum tipis, "Bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect illusion
Romancehanya sebatas ilusi.. Kata itu selalu dilontarkan Alby setiap kali Alby ditanyai tentang cinta, karena selama 27 hidupnya.. Dia selalu menginginkan wanita hanya sebatas angan, karena setiap kali hatinya jatuh pada satu wanita. Maka dengan sadis wani...