DJB#20

14 1 0
                                    

"Oke guys. Latihan hari ini cukup sampai sini. Lumayan lah. Sudah ada perkembangan. Konsen terus. Dengar dan rasakan. Kalau hanya modal hapal gerakan, gak cukup. Kalian perlu melatih telinga agar lebih peka. Dengan kepekaan itu, kalian bisa merasakan pergantian gerakan sesuai irama musik." Pidato panjang lebar Kuri.

"Oke."

"Ehm."

"Udah sore. Gimana kalo lo ikut makan malem bareng kita aja?" ajak Kuri tiba-tiba.

"Gak papa?"

"Ya gak papa lah. Lagian lo pulang juga kejauhan. Pasti telat juga makannya. Mending bareng kita aja. Lo bisa pinjem baju gue buat ganti. Gimana?"

"Ehm."

"Yaudah yuk, Mandi!  Terus kumpul di ruang makan." Putus Muri.

"Oke."

Mereka pun bubar jalan ke arah masing-masing. Muri berjalan ke arah kamarnya. Sedang Kuri dan Jack, masuk ke kamar Kuri.

Tak sampai setengah jam, mereka bertiga sampai di ruang makan. Ruang makan keluarga mereka cukup luas menampung satu orang penghuni lagi.

"Bunda Ayah, Kuri ajak Jack makan malem disini. Gak papa kan?"

"Yo rapopo to Le. Malah bunda seneng. Okeh uwong. Sing dadi pitakonan, opo Le Jack gelem masakane bunda?" ( ya gak papa Le. Malah bunda senang. Banyak orang. Yang jadi pertanyaan, apa Le Jack mau masakannya bunda?)

Mampus. Lupa gue. Asal nawarin aja. Gimana kalo Jacknya gak  mau? Ini masakan khas desa pula? Bodoh. Bodoh amat lo Kur.

Dan orang yang jadi pembahasan hanya mengerutkan alisnya bingung. Tidak tau apa yang Ibu dan anak ini perbincangkan.

"Maaf bun. Kuri lupa tanya." balas Kuri sambil nyengir tanpa dosa.

"Ehm Jack. Sorry bro, lo gak keberatan kan, kalo masakannya kayak gini? Soalnya lidah kita lidah desa." Ragu-ragu, Kuri bertanya.

"Gak papa."

"Yowes nek ngono. Sakdurunge nikmati berkat iki, ayo dongo disik. Muri, saiki kowe yo Ndhuk, sing pimpin dongo?" pinta Ayah Paijo.
(Yasudah kalo gitu. Sebelum menikmati berkat ini, ayl berdoa dulu. Muri, sekarang kamu ya Ndhuk, yang pimpin doa?)

"Iya Yah."

Terima kasih Tuhan buat berkat jasmani ini. Berkati dan sucikan agar menjadi berkat untuk tubuh kami.

"Amin."

"Mari makannnnnnnnn!!!!!!!!!!" sorak heboh Muri.

Di meja makan tersedia, nasi merah, sayur cabe ijo, dan ayam goreng. Eitsss.... Jangan salah fokus. Sayur cabe bukan berarti cabe dibikin sayur. Sayurnya dibikin dari tempe dan cabe ijo segar kemudian ditambah santan. Mantap jiwa rasanya.

Jack yang baru pertama kali mencoba masakan inipun, nambah. Maklum di rumahnya jarang ada masakan kayak gini. Biasanya juga fast food. Masakan rumahan emang juara.

"Laper apa doyan? Apa malah enak?" sindir Muri yang melihat porsi makan jumbo Jack.

"Enak."

"Uwes to Ndhuk. Malah meneri to Le Jack maeme nyenengke ngono. Ra isin mangan masakan ndeso ngene." Lerai Bunda Paijem. (udah ya Ndhuk. Malah senang Le Jack makannya nyenengin gitu. Gak malu makan masakan desa gini.)

"Ya bun. Maaf."

"Tante, makasih. Masakannya enak. Saya belum pernah makan masakan rumahan kayak gini. Rasanya bikin kangen bunda."

Kakak beradik itu melongo takjub. Hanya bunda dan ayah mereka yang tersenyum maklum.

Pasalnya, ini kalimat terpanjang Jack selama ini. Dan ditujukan untuk bunda mereka.

"Podo podo Le. Yen kowe gelem, rene ae. Bunda seneng iso masak kanggo konco-koncone Kuri Muri." balas bunda dengan tersenyum.(Sama-sama Le. Kalau kamu mau, kesini aja. Bunda senang bisa masak buat teman-teman Kuri Muri.)

"Bunda lo ngomong apa?" entah siapa yang diajak bicara Jack. Entah Kuri atau Muri. Namun akhirnya sang kakak yang menjawab.

"Bunda tadi bilang, 'Sama-sama Le. Kalau kamu mau, kesini aja. Bunda senang bisa masak buat teman-teman Kuri Muri', gitu."

"Ehm."

"Orangtua lo baik ya."

"Itulah orang tua kita." balas Kuri dengan bangga.

Gue iri dengan kehangatan keluarga ini. Batin Jack pilu.

Diary Jomblo BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang