50.

8.4K 232 60
                                    

Malam ini berakhir dengan haru diantara aku dan sahabat-sahabatku. Tepat pukul 13.45, kami semua merasa ngantuk dan terlelap tidur.

**
Hari ini merupakan hari yang menegangkan bagiku, karena tibalah waktunya aku sebentar lagi akan menjadi milik orang lain seutuhnya. Untuk akad diadakan di rumah, sedangkan resepsi akan diadakan di gedung yang sudah disewa.

Aku melihat diriku di depan cermin, wajahku terlihat sangat cantik mengenakan make up dan kebaya pernikahan. Auraku sangat terpancar, mungkin efek mau nikah.

"Anak mamah cantik banget," ucap mamah kepadaku.

"Makasih mah," ucapku.

"Sebentar lagi kamu akan menjadi ibu rumah tangga nak, mamah pesen kamu harus patuh sama suami kamu. Jangan pernah sekalipun kamu melawan suami kamu, karena kodrat istri itu patuh terhadap suami. Karena surga kamu sekarang berada di bawah telapak kaki suami. Jadi istri yang baik ya nak," ucap mamah.

"Doain Sisca ya mah, semoga Sisca bisa jalanin pesan mamah," ucapku tersenyum dan memeluk beliau.

"Iya sayang, selalu," ucapku.

Sejujurnya masih ada yang mengganjal di hati ini, apakah aku harus tetap diam atau berbicara? Karena ini sangat menganggu.

"Mah," panggilku masih dalam pelukannya.

"Iya sayang?" ucap mamah melepaskan pelukannya dariku.

"Hati Sisca gak tenang mah, apa semuanya akan baik-baik saja?"

"Semuanya pasti baik-baik saja, mungkin ini efek kamu gerogi karena mau nikah. Ini udah biasa," ucapnya.

"Tapi ini berbeda mah," batinku.

"Sisca boleh ketemu kak Reza dulu gak mah?" tanyaku cemas.

"Nanti ya sayang, setelah Reza mengucapkan janjinya di depan papah,"

"Gak bisa sekarang aja mah?"

Mamah menggeleng.

"Iya deh mah,"

"Ya udah, mamah keluar dulu ya. Nanti kalo mamah akan kesini jemput kamu,"

Aku mengangguk.

Mamah melangkahkan kakinya keluar kamar, meninggalkan ku sendiri.

Aku cemas dengan semuanya, masalah ini harus aku selesaikan.

"Aku harus bertemu kak Reza sekarang, gak bisa ditunda lagi," ucapku.

Aku berdiri dan melangkah keluar, di depan pintu aku melihat situasi.

"Aman," batinku.

Kamar dimana kak Reza berada tidak jauh dari kamarku, acara masih akan dimulai setengah jam lagi. Masih ada waktu untuk berbicara dengannya.

Aku membuka pintu kamar berwarna coklat itu secara perlahan, khawatir jika ada seseorang selain kak Reza di dalam.

Aku melihatnya sedang mengenakan jas berwarna putih senada dengan kebayaku. Tepat, tidak ada orang lain di dalam selain kak Reza.

Kakiku melangkah masuk, menutup pintu itu dan menguncinya. "Sisca, seharusnya kan," ucapannya terpotong.

"Ssssstttt, kak Reza diem deh. Ada yang mau Sisca omongin," ucapku.

"Ada apa? Apakah itu penting sayang? Sampai kamu kesini hmm?" tanya kak Reza dan memelukku.

Dia memejamkan matanya, seperti sudah lama kita tidak pernah bertemu. Terakhir bertemu aku bertengkar dengannya, setelah itu aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Setiap kali kak Reza menelfon selalu ku reject, setiap mengirim pesan selalu kubaca tanpa ku balas.

Ketika Cinta Tak Harus MemilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang