38

5K 255 47
                                    

Author POV

Pandangan matanya tak lepas dari layar handphone yang menampilkan gambar gadis tomboy yang sedang tertawa,  cantik pikirnya. Ia memandangi foto sang gadis sebagai penghibur hatinya yang dirundung kelabu.

Foto itu ia ambil secara diam-diam beberapa hari lalu saat mereka menghabiskan waktu bersama dan asik bercanda tanpa sepengetahuan si gadis,  Abra nekad menjepretkan kamera handphonenya.

Abra menatap nanar foto tersebut, matanya memerah ingin menangis tapi airmata itu tidak jatuh,  hanya menggenang dimatanya saja. Ia sedih teramat sangat karena Papah nya jatuh sakit tepat sehari sebelum pengumuman kelulusan, karena itulah dirinya langsung terbang ke Belanda untuk menjenguk keadaan orang yang ia sayangi.

Abra bahkan tak sempat berpamitan kepada Loyla,  surat kelulusannya saja diambilkan oleh tantenya yang ada di Bandung. Ia hanya menelpon Noval itupun setelah ia sampai di Amsterdam kemarin untuk berpamitan dan ia janji setelah melihat keadaan Papah nya ia akan pulang lagi ke Indonesia,untuk menyelesaikan segala urusan yang ada. Walaupun ia tak yakin akan kembali lagi atau tidak mengingat kondisi papahnya yang memprihatinkan

Dirinya mendapat beasiswa di Belanda,  kebetulan yang sudah dirancang oleh orang tua Abra tanpa sepengetahuan Abra sendiri.  Abra pernah mengutarakan niatannya untuk melanjutkan study ke Prancis tapi orang tua nya melarang,  mereka ingin Abra berada dekat dengan mereka di Belanda tepatnya dikota Amsterdam, karena itulah mamah Abra mengupayakan kepada pihak sekolah agar anaknya bisa dibantu melanjutkan kuliahnya di Negeri kincir angin tersebut.

" Abra.. " panggil sang mamah dari luar kamarnya

Abra pun mematikan layar ponselnya lalu segera melangkah keluar kamar " Iya mah? " responnya setelah berhadapan dengan sang mamah yang sudah berdiri didepan pintu kamarnya

Mamahnya terlihat lelah, kantung mata yang menghitam tercetak jelas diwajah cantik yang sudah menua itu. Abra tahu mamahnya juga sedih melihat kondisi suaminya yang biasanya terlihat segar dan bugar kini harus terbaring sakit

"Papah memanggil kamu,  beliau ingin bicara sama kamu, nak" ujar mamahnya dan Abra mengangguk lalu mengikuti langkah sang mamah menuju kamar orangtuanya

Papah Abra dirawat intensif dirumah lengkap dengan peralatan medis canggih serta perawat dan dokter profesional yang menanganinya.  Papahnya terkena serangan jantung karena memang kondisi kesehatannya yang terbilang tidak cukup kuat karena faktor usia untuk mendengar kabar bahwa anak perusahaan keluarga mereka yang berada dikota Den Haag mengalami kebakaran beberapa hari lalu.

Setelah sampai dikamar orang tuanya,  Abra segera duduk di ranjang tepat disamping Papahnya yang berbaring.  Sedangkan mamahnya dengan setia menemani mereka bicara dengan duduk di seberang Abra, disisi lain sang suami berbaring.

Sang papah menatap sendu satu-satunya anak laki-laki kesayangannya itu. Kondisinya sudah mulai membaik maka dari itu ia ingin berbicara kepada putra nya

"Papah sudah makan? " tanya Abra seraya menggenggam erat tangan sang Papah yang tak terterinfus

Papanya mengangguk,  dan tangannya membalas menggenggam erat tangan Abra.  "Terima kasih kamu sudah mau kemari menjenguk papah" kata sang Papah lemah

Abra menggeleng pelan "Papah kenapa bicara seperti itu,  Abra ini anak papah sudah tugas Abra untuk berbakti sama papah baik dalam keadaan sehat ataupun sakit"

Didalam hati Abra sedikit bangga dengan ucapan yang barusan terlontar,  'Tumben banget gue bijak gini'

Papahnya tersenyum bangga, Abra dan mamahnya pun ikut tersenyum

Si Most Wanted Vs Si Tomboy{Selesai}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang