Aku melirik ke samping. Sepertinya dia masih marah.
Seharian ini, aku sengaja duduk di depan TV. Menyetel TV dan menonton beberapa acara yang bagus mungkin dapat menghilangkan rasa bosan. Kau tahu, menunggu Jungkook pulang.
Dan beberapa menit lalu, ia bergabung denganku setelah selesai mengganti bajunya menjadi baju yang lebih santai. Wajahnya kusut sekali. Rasanya ingin kusetrika sekarang juga.
Jungkook kini sibuk dengan ipad-nya, dan kuyakini ia tengah berkutat dengan pekerjaannya. Astaga, sebenarnya apa yang dilakukan orang-orang seperti Jungkook sehingga mereka selalu memegang alat elektronik saat di rumah?
Aku mengganti channel TV secara acak. Lalu, tanganku berhenti menekan tombol di remote saat netraku menangkap wajah-wajah tampan di TV.
Aku langsung menegakkan dudukku. Kutatap namja-namja tampan yang asyik menari sambil bernyanyi itu dengan antusias. Sesekali, mereka tersenyum sambil melantunkan lirik lagu, menyamakan ekspresi dengan arti liriknya.
Astaga, aku bahkan baru tahu ada boyband setampan ini!
Tanpa sadar, aku mulai bersenandung saat reff lagu itu diputar untuk kedua kalinya. Sungguh, menyenangkan sekali menatapi wajah mereka. Senyumnya juga manis. Ah, kupikir aku sudah menjadi seorang fangirl sedetik yang lalu.
Lantas, aku bertepuk tangan kala lagu itu selesai. Sekarang, mereka terlihat berbincang-bincang dengan MC mengenai lagu yang merupakan salah satu soundtrack di album baru mereka.
Ah, BTS. Baiklah, aku akan mengingat namanya, aku membatin sambil mengukir senyum.
Jungkook terlihat risi dengan tingkahku. Ia melirikku, sedangkan aku pura-pura mengabaikannya. Aku takut dia akan meluapkan amarahnya jika aku balas meliriknya.
"Kecilkan,"
Kali ini, aku memberanikan diri untuk menoleh. Kulihat Jungkook yang kini menatapku tajam.
"Apa?"
"Kecilkan volume-nya." ulangnya sekali lagi. Nadanya semakin dingin dan tajam.
Pandanganku beralih ke TV yang masih setia menayangkan wajah-wajah tampan yang baru saja kumasukkan ke list orang yang kusuka. Aku tersenyum masam, lalu mengambil remote dan menekan tombol pengecil volume.
"Lagi."
Aku mendengus kesal. Maunya dia apa, sih? Aku bahkan sudah mengecilkannya hingga ke angka 15. Apa masih nyaring di telingamu, Tuan Jeon?
Sebaiknya periksakan telingamu ke dokter. Kurasa gendang telingamu pecah mendengar omelanmu sendiri yang tidak ada hentinya untuk mengurangi kesenanganku.
Iri bilang aja...
"Ya! Kau bisa ke ruanganmu sendiri, kan?!" aku berdiri sambil menatapnya nyalang. Cukup sudah. Dia keterlaluan.
Jungkook mengernyit. "Kau saja yang ke kamarmu,"
"Aku mau menonton, Jungkook!"
"Tonton aku saja. Aku jauh lebih tampan daripada mereka." balas Jungkook santai. Aku menaikkan alisku bingung. Berubah--
"Tapi--"
"Ini rumahku."
--lagi?
Aku berjalan meninggalkan Jungkook menuju kamarku, setelah melempar remote ke sofa tempat Jungkook duduk. Aku berharap remote itu mengenai kepalanya, agar dia waras lagi seperti beberapa jam yang lalu.
Jungkook menyebalkan.
"Hei." Langkahku terhenti.
"Jangan marah, aku hanya bercanda."
Deg!
Oh Tuhan, bunyi apa ini? Apa diluar sedang hujan batu?
Sepertinya begitu.
Aku menggeleng pelan saat merasakan pipiku yang memanas. Aku berharap Jungkook tak melihatku yang sedang menggeleng. Ini memalukan!
Atau mungkin tidak. Karena Jungkook juga tidak melihat wajahku yang memerah--mungkin--saat ini.
Aku langsung berlari ke tangga, menyusurinya dengan cepat tanpa khawatir akan terjatuh atau salah menaiki salah satu anak tangga.
"Jangan lari, Sohyun-ah!" teriak Jungkook saat aku sudah sampai di lantai 2. Aku menahan senyum, terus berlari menuju kamarku. Kalau sudah sampai di kamar, ingin rasanya mengubur diriku di balik kasur. Lalu menghilang dari permukaan bumi agar tidak harus melihat manusia sejenis Jungkook.
---oOo---
"Jungkook, siapa ini?" aku menggaruk tengkukku, menatap Jungkook bingung setelah sampai di lantai 1.
Di depanku, ada sebuah koper besar dengan manusia kecil di sampingnya. Gadis berumur enam tahun itu tersenyum menatapku.
"Keponakanku. Ibunya pergi ke London dan menitipkan anaknya padaku."
Aku membalas senyumnya, lalu berjongkok dan mengelus rambutnya pelan. "Hai, siapa namamu?"
"Ala..." jawabnya pelan.
Aku mengernyit mendengar jawabannya. "Ala?"
"Ara. Shin Ara," Jungkook membenarkan ucapanku dengan nada datar.
"Ah, Ara. Hai, salam kenal! Panggil saja aku Sohyun-eonnie," aku berdiri lagi, lalu kembali menatap Jungkook. "Berapa lama?"
"Dua minggu."
Mataku membelalak. Dua minggu? Demi apa, aku harus mengurus dua bayi disini? Ditambah lagi, bersih-bersih rumah? Ya Tuhan, tulangku benar-benar akan retak setelah ini.
"Kenapa? Kau keberatan? Kau bisa pergi jika--"
"A-ah, tidak. Bukan begitu. Hanya saja, aku merasa kurang enak badan setelah bekerja kemarin." aku meringis mendengar alasanku yang terdengar tidak sinkronis.
Hei, otak! Tak adakah alasan yang lebih logis daripada itu?
Jungkook menatapku datar, lalu berbalik. Berjalan keluar dari rumah, meninggalkanku dan Ara berdua tanpa memedulikan alasanku tadi.
Fix. Dua minggu ini akan menjadi hari paling melelahkan dalam hidupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity ; jjk+ksh
FanfictionKim Yeri tak sengaja menumpahkan segelas kopi di kemeja pelanggannya. Bosnya marah dan mengancam untuk memecatnya bila Yeri tidak mengganti rugi kemeja milik pelanggan yang menuntut kafe mereka agar segera ditutup. Yeri menjual anaknya, Kim Sohyun...