"Hati-hati, Ara-ya! Jalannya licin," aku mengingatkan gadis kecil yang tengah berlarian di pinggir danau es---yang membeku karena musim dingin satu bulan terakhir.
Aku dan Jungkook memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar danau. Menikmati dinginnya udara dan pemandangan indah di depan mata. Danau yang menjadi es dengan pepohonan yang ditutupi salju. Membuatku rindu pada suasana malam natal bersama ayah dan ibu.
Ah, ibu. Bagaimana kabarnya, ya? Aku ingin sekali mengunjunginya. Tapi mungkin ibu akan buang muka melihatku lagi.
"Jungkook-ssi..."
"Hei, bisakah kita memanggil panggilan akrab saja? Aku merasa menjadi orang asing di sampingmu." dengus Jungkook. Pandangannya tertuju padaku yang tengah tertawa kecil.
Aku mengangguk. Mataku masih mengamati Ara. Gadis itu berjongkok di depan tumpukan salju. Entah apa yang dicarinya, yang penting ia tidak pergi jauh dari kami.
"Bagaimana kabar ibuku?" aku memulai pembicaraan, setelah beberapa menit keheningan menyelimuti.
"Ya, kenapa bertanya padaku?"
"Kupikir kau tahu. Aku rindu padanya,"
Jungkook terlihat menghela napas kasar. "Kenapa kau masih memikirkan orang yang sudah membuangmu dari hidupnya?"
"Huh?" aku menoleh. Jungkook menatapku tajam. Ada apa ini? Mengapa tatapannya berubah seperti itu?
"Aku heran dengan dirimu,"
"Kenapa?"
"Jelas-jelas wanita itu sudah membuangmu. Aku tak yakin dia masih menganggapmu sebagai anaknya."
Aku bungkam. Pikiranku melayang ke saat-saat yang paling mengesankan dalam sejarah hidupku. Ibu yang memelukku sambil tersenyum hangat. Aku rindu senyuman itu.
Juga pelukannya. Aku sudah jarang mendapatkan semua itu sejak ayah pergi. Tapi diantara semua kejadian setelahnya, tak ada yang benar-benar membuatku sakit dan membalasnya dengan membenci ibu. Tidak. Itu tidak akan pernah terjadi.
Suatu saat, ibu pasti akan kembali. Aku yakin ibu akan kembali padaku.
"Hei, jangan melamun!" tegur Jungkook. Pandanganku kembali lurus ke depan. Aku tak habis pikir dengan Jungkook. Pria itu juga.... aneh.
Secara, sikapnya terus berubah. Tentunya kedua sisi yang berbeda itu menyulut emosiku. Bagaimana tidak? Pria itu bersikap manis dan pedas secara bersamaan. Itu membingungkan.
Pantas saja dia single. Aku yakin tak ada yeoja yang akan betah dengan sikapnya.
"Kau suka sekali mengkritikku." celetuknya pelan. Aku menoleh ke arahnya. Rambut pria itu tertiup angin, memperlihatkan keningnya yang mulus. Tanpa kusadari, aku tersenyum kecil.
"Mengagumiku, huh?"
Suaranya mengejutkanku, diikuti dengan sorot matanya yang tiba-tiba bertemu dengan mataku. Aku tersentak, lantas kembali menatap ke depan. "Tidak."
"Apanya yang tidak?"
"Mengkritikmu, juga mengagumimu." balasku singkat. Jungkook terkekeh. "Benarkah? Kau pikir aku tak bisa mendengarnya?"
Gosh! Aku lupa satu fakta disini.
Aku membuang wajahku ke arah lain, menghindari tatapan Jungkook yang mengintimidasiku secara tidak langsung. Kudengar tawa kecil yang keluar dari bibirnya. Tapi aku tetap tidak mau menoleh.
Aku masih menyayangi harga diriku.
"Permisi. Apa kalian mengajak seorang anak perempuan kesini?"
![](https://img.wattpad.com/cover/141297194-288-k621359.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity ; jjk+ksh
FanfictionKim Yeri tak sengaja menumpahkan segelas kopi di kemeja pelanggannya. Bosnya marah dan mengancam untuk memecatnya bila Yeri tidak mengganti rugi kemeja milik pelanggan yang menuntut kafe mereka agar segera ditutup. Yeri menjual anaknya, Kim Sohyun...