Aku meletakkan sapu disamping pintu dapur. Rasanya aku tidak semangat melakukan sesuatu. Entah itu memasak, membersihkan rumah, bahkan melayani majikanku. Aku belum bertemu Jungkook sejak kejadian di dapur tadi pagi. Pria itu menghilang begitu saja.
Menghela napas gusar, aku mendudukkan tubuhku di sofa ruang tengah. Kuraih ponsel yang tergeletak di meja, memutuskan untuk menghubungi seseorang—yang kuyakini bisa membantu mengusir rasa malas ini.
Teleponnya tersambung. Aku mendengar pekikan senang seorang gadis kecil, sebelum akhirnya suara berat itu menyapaku dengan nada khasnya.
"Halo?"
"Halo, Jim. Apa aku mengganggumu?" tanyaku to the point. Terkesan memaksa memang, tapi aku harus membicarakan sesuatu padanya sebelum aku salah paham lebih jauh.
Lelaki itu menggeram pelan. Aku sempat mendengar suara Ara yang memekik ingin berbicara denganku. Aku tertawa pelan mendengar suara gadis itu, juga keluhan Jimin yang berusaha menenangkannya.
"Tidak. Memangnya kenapa? Ada masalah?"
Tepat sekali.
"Bisa bertemu sebentar? Aku ingin menanyakan beberapa hal padamu."
"Begitukah? Ah, Ara! Tunggu sebentar...." suara debat keduanya terdengar samar. Aku menahan bibirku agar tidak mengukir senyum. Lihatlah, aku cemburu dengan kakak-beradik itu. Mereka sangat akrab.
Meski bukan saudara kandung, mereka punya hubungan yang kuat. Orang-orang yang tidak tahu faktanya pun pasti akan mengira Jimin dan Ara adalah saudara kandung melihat sikap keduanya yang sangat mesra.
"Baiklah. Aku dan Ara akan menjemputmu." ucapan Jimin membuat pikiranku tentang mereka buyar. Aku mengangguk—yang terlihat seperti orang gila karena Jimin pasti tidak bisa melihatku, kemudian tersenyum simpul.
"Gomawo, oppa!"
Aku mematikan sambungan telepon. Dalam hati, aku bersyukur memiliki sahabat seperti Jimin dan teman bermain seperti Ara.
Tanpa menunggu lebih lama, aku berjalan ke kamar. Bersiap-siap untuk pergi dengan dua sahabatku.
* * *
Aku, Jimin, dan Ara sudah berada dalam sebuah kafe di tengah kota. Kami sengaja kemari. Jimin bilang akan ada festival kembang api nanti malam, yang letaknya tak jauh dari sini. Hitung-hitung refreshing.
"Mau bicara sekarang?" Lelaki itu bertanya seraya mengusap sudut bibir Ara yang celemotan karena es krim yang dimakannya.
Aku berpikir sejenak. Merangkai kata-kata yang hendak kuucapkan pada Jimin. "Ini tentang Jungkook."
Jimin masih diam. Tangannya menopang dagu, menatap Ara sambil terus mendengarkanku. Seketika pikiranku teralihkan pada Jimin dan Ara. Ara beruntung memiliki kakak seperti Jimin. Lelaki itu perhatian sekali padanya. Bahkan aku tak yakin mereka ini saudara tiri.
Oke, fokus Sohyun.
"Kau tahu, kadang Jungkook pulang larut. Tapi kadang juga, dia pulang sangat cepat. Yah, mungkin itu wajar." aku berhenti sejenak. Menyeruput milshake di depanku karena merasa haus—sekaligus takut untuk menanyakan ini pada Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity ; jjk+ksh
Fiksi PenggemarKim Yeri tak sengaja menumpahkan segelas kopi di kemeja pelanggannya. Bosnya marah dan mengancam untuk memecatnya bila Yeri tidak mengganti rugi kemeja milik pelanggan yang menuntut kafe mereka agar segera ditutup. Yeri menjual anaknya, Kim Sohyun...