18 : Sorry

392 88 1
                                    

Malam ini adalah malam festival kembang api. Festivalnya dilangsungkan tepat ditengah kota, sehingga sudah wajar ketika kedatangan kalian disambut dengan pemandangan keramaian dan kepadatan di festival itu. Ara sudah bangun. Jimin sengaja membangunkannya. Ia bilang Ara akan marah jika tidak dibangunkan saat festivalnya dimulai.

Tengah malam masih lama. Untuk membunuh rasa bosan itu, aku memutuskan untuk mengajak Jimin dan Ara menaiki wahana yang ada disana.

Tapi bukannya mendapat respon yang bagus, aku justru mendapati keduanya menolak menaiki wahana yang kutawarkan.

"Ara mau naik bianglala?"

Jimin menggeleng. "Ara takut ketinggian."

"Aku lupa bahwa anak kecil takut ketinggian." celetukku pelan. "Ah! Bagaimana dengan komidi putar itu? Semua anak-anak menyukainya."

"Jangan, eonnie. Ala tidak mau, nanti pusing."

Aku menghela napas pelan. "Ara mau naik apa?"

"Itu itu! Bunganya menyala, eonnie!" Ara berseru sambil menunjuk ke arah yang jauh dari lapangan tempat pertunjukan kembang api. Aku menatap Jimin, meminta izin padanya.

Setelah melihat anggukan kepala Jimin-yang terlihat lucu karena mirip dengan mainan yang ada di dasbor mobilnya, aku pun menggandeng tangan Ara. Gadis itu tanpa berpikir panjang menarikku dan Jimin. Kami berlari kecil mengikuti langkah gadis itu.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika punya anak selucu Ara. Mungkin aku akan membawanya ke pelukanku dan mendekapnya setiap hari jika perlu. Gadis sepertinya memiliki pengaruh besar terhadap mood-ku. Mereka menularkan virus bahagia yang bisa membuat orang yang menatap wajah mereka ikut senang.

Kami sampai di tempat itu. Rata-rata pengunjungnya adalah remaja. Jelas saja, tempat seperti ini bisa menarik jumlah like maupun followers dalam akun sosial media mereka. Meski begitu, pasangan dewasa dan sejumlah keluarga juga mendominasi tempat ini.

Aku tersenyum kecil melihat binar di mata Ara. Sekilas kulihat Jimin merogoh ponselnya di sakunya. "Mau foto?"

Ara mengangguk antusias, diiringi tawa kecilku yang akhirnya keluar-setelah sebelumnya memang sengaja kutahan. Dengan gesit, Jimin mengambil foto dengan beberapa pose. Aku tertawa lagi melihat kecepatan keduanya dalam berganti pose. Mereka benar-benar mirip.

"Boleh kulihat hasilnya?" tanyaku tak sabar. Aku ingin melihat apakah ada wajahku dalam mode belum siap atau tidak. Itu akan menjadi hal paling memalukan, dan tentunya akan merusak citraku di depan si kakak-beradik.

Jimin menyodorkan ponselnya, yang dengan cepat langsung kuterima. Jariku terus bergerak menggeser foto satu persatu. Senyum mengembang di wajahku ketika melihat hasil foto yang lucu. Sejujurnya, foto itu terlihat seperti foto Ara dan Jimin. Mereka berdua mendominasi semua gambar. Aku hanya terlihat sebagai figuran di samping Ara.

Malang.

Senyum itu tak lama tersemat. Lima detik setelahnya, senyumku luntur. Rasa senang yang singgah di hati, silih berganti menjadi rasa emosi. Mataku menatap jeli pada orang yang lalu lalang di foto tadi.

Mataku tidak rabun. Aku yakin sekali itu memang mereka. Jika perkiraanku tidak meleset, mereka belum jauh dari sini. Mataku beralih dari ponsel, meneliti satu persatu pasangan yang sedang berkunjung di area ini. Dan, benar!

Itu Jungkook. Dan wanita ular yang kini menggelayut manja di lengan kekarnya.

Seketika kakiku lemas. Tidak, ini salah. Apa yang kurasakan sekarang salah. Ini tidak boleh terjadi. Tak bisa dipungkiri, dadaku terasa sesak sekarang. Pandanganku mulai buram.

Dan ketika air mata itu menetes, semuanya semakin jelas.

Kedua bibir itu menyatu.

"Hei, Hyun! Kenapa kau menangis?" Jimin menurunkan Ara ke bawah. Raut lelaki itu terlihat panik.

Ara memeluk kakiku. "Eonnie kenapa?"

Aku menggeleng, memutuskan untuk diam. Jimin meneliti wajahku sebentar, hingga akhirnya menghela napas pasrah. "Ayo kuantar pulang."

"Ayo, eonnie!"

* * *

Sohyun mengusap wajahnya kasar. Air matanya terus keluar, padahal ia tidak ingin menangis. Tapi apalah daya, semakin ditahan dadanya semakin sesak.

Jimin dan Ara sudah pergi dua puluh menit yang lalu. Awalnya mereka tak yakin meninggalkan Sohyun sendirian. Tetapi Sohyun memaksa mereka pulang. Bukannya mengusir, tapi sekarang gadis itu butuh waktu sendiri.

CKLEK.

Pintu kamarnya terbuka. Dengan gesit, Sohyun memejamkan matanya. Tanpa melihatnya pun Sohyun tahu itu Jungkook. Memangnya ia tinggal dengan siapa selain dengan pria itu?

"Sudah tidur?"

Suaranya menyapa telinga Sohyun. Gadis itu meringis ketika meresakan desiran halus di dadanya. Padahal mereka sudah bertemu tadi pagi. Tapi kenapa sebagian kecil hatinya merasa senang?

Sohyun menahan suaranya agar tidak menjawab pertanyaan Jungkook. Ia mendengar helaan napas, diikuti dengan derit kasur yang pelan. Bisa dirasakannya Jungkook tengah duduk di sebelahnya. Sohyun sedikit bersyukur karena sudah mematikan lampu kamarnya sebelum ia menangis tadi.

"Maaf."

Kau jelas perlu meminta maaf setelah apa yang kau lakukan sejauh ini, Tuan Jeon.

Diam, Sohyun! Dia bisa membaca pikiranmu!

Sohyun bungkam. Berdebat dalam hati memang terdengar gila. Tapi itu sudah menjadi kebiasaan 80% manusia. Percayalah, bukan hanya Sohyun yang hobi berdebat sendiri.

"Maaf sudah membuatmu sakit. Jimin benar. Tidak seharusnya aku menambah bebanmu."

Beban apa? Sohyun berusaha mengosongkan pikirannya, menunggu kelanjutan ucapan Jungkook. Tapi itu sulit. Otaknya bekerja keras memikirkan berbagai kemungkinan yang membuat Jungkook harus minta maaf.

Oh, ternyata banyak.

Dan, Jimin? Apa Jimin bercerita pada Jungkook bahwa Sohyun baru saja menangis? Kalau iya, hancur sudah dirinya hari ini-dan juga besok dan seterusnya.

"Maaf sudah membuatmu susah."

Bagus, minta maaf saja terus. Sampai akhir pun aku tahu kau tak akan memberitahuku alasannya, gerutu Sohyun dalam hatu.

Jungkook berdiri, berjalan menuju pintu kamar Sohyun. Sebelum pintu itu tertutup, gadis itu mendengar ucapan Jungkook yang membuat jantungnya kembali berpacu dengan tempo cepat.

"Aku tahu kau belum tidur. Good night, So."

TBC

ara mulai kehabisan ide, bung. dan yak, JEBRET! Dia gagal membuat cerita mengesankan dan pembaca pun kecewa :(

Serenity ; jjk+kshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang