19. Kode

4.6K 247 13
                                    

B a g i a n
S e m b i l a n   b e l a s

Gue emang pengecut. Gak berani ngungkapin apa yang gue rasa. Itu semata-mata karena gue lebih memilih ngelindugin hati lo daripada minta supaya hati gue diperlakukan dengan baik.

Nata Admadika yang sedang menatapmu.

.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca!
.
.
.
.
.
***

Tentu waktu itu akan datang, dimana kita harus benar-benar ikhlas. Dimana Aira membiarkan abangnya terkubur bersama tanah. Tapi, Dirinya belum bisa benar-benar melepaskannya.

       Sudah 40 menit sejak teman-teman, guru dan beberapa orang yang ikut dalam pemakaman kevin sudah pergi kembali, kecuali Aira. Gadis dengan gaun berwarna hitam polos itu masih saja duduk di tanah, tepat disamping makam Bang kevin sambil membuka memori yang sempat terukir dengan abang tersayangnya itu. Tak sadar, Air matanya mengalir lagi. Dengan cepat ia menghapusnya, takut-takut Nata akan melihatnya.

     Hingga beberapa saat, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Laki-laki itu mengulurkan tangannya ke depan wajah Aira, membuat Aira mendongak memperhatikan tuan pemilik tangan.

Itu Ega.

   Tapi, Aira tertegun sebentar. Kenapa...

   Kenapa jantungnya tidak berdegup cepat seperti saat ia bersama Nata. Kenapa jantungnya berdegup cepat tapi dengan rasa berbeda. Bukan seperti ritme saat pertama kali Ega menolongnya, berbicara padanya. Ini...Berbeda.

     “Alex nyari lo. Udah mau hujan.”

    Aira mengerutkan dahinya, “Kenal Alex darimana?”. Ega terus dengan wajah datarnya menatap Aira diam. Aira tak tahu apa yang membuat Ega diam dengan wajah datar seperti itu, tapi wajah Ega kali ini benar-benar menyeramkan.

     “Ga?” aira mendengus lalu memukul betis Ega supaya Ega berhenti menampilkan wajah datarnya itu. Aira ngeri.

      “eh-oh, itu ketemu di depan. Tadi karena gue ikut jajaran anak sekolah, dia nengok orang ganteng dan akhirnya gue pergi. Mungkin cogan bisa ngajak lo pulang.”

   Aira cuma menganggukan kepalanya kemudian menoleh pada nisan Kevin lalu menciumnya. Lalu, Bukannya mengambil uluran tangan Ega, Aira berdiri sendiri. Hingga tanpa sengaja, entah karena hukum Alam, Aira menginjak tali sepatunya sendiri dan hampir saja jatuh kalau saja Ega tidak menahan tangannya.

    Bukan seperti di sinetron, dimana mereka melakukan eye contact hingga berujung jatuh cinta, disini Aira langsung melepas tangannya dan memperbaiki tali sepatunya. Tapi hal seperti itu tak luput dari pandangan Nata yang sedang memikul sepedanya di bahu. Niatan mau menjemput Aira, malah melihat pemandangan yang menyakitkan mata, hati, raga, dan jiwa.

    “Udahlah, balik sama Ega tuh pasti.”  lirihnya lalu memutar balik arahnya berjalan menuju gerbang keluar dari pemakaman.

   Sementara Aira berdiri dengan kikuk, karena jantungnya masih berdebar tapi bukan seperti rasa yang pernah ia miliki saat melihat Ega. Benar-benar berbeda.

     Aira pun mengangguk pelan dan mengajak Ega berjalan sejajar dengannya. Tapi, pemandangan dia melihat Nata dengan menjinjing sepeda di bahunya membuatnya sontak berlari ke arah teman goblok-goblok sengkleknya itu. Aira tersenyum lebar hingga tak sadar menginjak batu yang berukuran sedang hingga ia limbung ke depan, membuat Nata yang tak tahu ada yang berlari ke arahnya berbalik badan secara tiba-tiba, hingga ia bersama sepedanya jatuh ke belakang.

Teruntuk Pesawat Kertasku [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang