35. Percakapan Tengah Malam

3.1K 231 5
                                    

Bagian
Tiga Puluh Lima

Setidaknya, aku sudah menyiapakan sayap jika suatu saat aku yang membuat sayap mu patah, Pesawat Kertasku.”

***

 

Satu keluarga Aira menatap Aira yang baru sadar. Ega, Alex, Ibu dan Mamanya menatapnya tajam. Bahkan ibunya yang memang dasarnya lembut, menatapnya begitu tajam jadi terlihat lucu.

     “Lo minumin lagi ya pil nya?”

Aira tersenyum kotak, mengangguk pelan menunjukkan sisa pil yang ia sembunyikan di kantung roknya makanya saat Ega menggeledah, Ega tak menemukan pil itu ditasnya.

   Aira membuang nafasnya, “Ketergantungannya gak bisa dihilangin, bu.” Aira memegang jari-jari Ibunya yang ada di atas kursi Roda, “Maafin ira...”

     Ibu menghela nafas,“Berapa pil yang kamu makan? Kenapa bisa jadi overdosis kayak gini?”

    Aira mengangkat jari-jarinya ragu. Menunjukkan telunjuknya lalu perlahan menambahkan 4 jarinya lagi. “Maaf~”

     Ega menjewer telinga Aira kesal,“Lo tuh ya! Tadi gue geledah taunya di Rok. Lo pengen banget gitu gue raba-raba?!”

    “Hush...Abang!” Mamanya menengah.

     Aira mengerucutkan bibirnya, “Mama liat nih. Gak cocok jadi abang Aira. Pedo!”

    Ega Mengibaskan tangannya, “Gak usah berharap jadi pacar gue, please.” Ega Menahan rasa sakit di dadanya, merelakan perasaannya yang salah dan Aira paham itu.

    Aira berdehem, “Sorry deh ya. Siapa juga yang mau jadi pacar lo! Jadi babu aja udah tingkatan minimal, maksimal bodyguard.

     “Yak! Kurang ajar!”

    “Apa Lo!”

        Setelah itu semua sibuk sendiri, Mama yang menyuapi ibu makan, Alex yang tidur lagi di Sofa dan Ega yang izin merokok di luar tadi. Beberapa menit kemudian, Ega masuk dengan menenteng satu plastik yang besar.

     “Apaan tuh, bi inah?” sukses setelah pertanyaan Aira itu, Ega menoyor kepala Aira keras. Lama kelamaan dia terbiasa untuk menjadi Saudara Aira. Rasanya lebih seru.

   Ega melemparkan sekantung plastik yang ternyata berisi cokelat putih itu pada Aira. “Dari Nata. Katanya kunyahin Cokelat putih, jangan Pil. Sama-sama Putih ye kan?”

      Aira langsung memukul jauh Ega dan memeluk erat Cokelat putih dari Nata dengan wajah agak memerah, “Nata nya mana?”

    “Lo pacaran ya?”

    “Gue nanya jangan nanya balik, abang.” Aira tersenyum jahil, membuat Ega salah tingkah lalu berdehem, “Lo tuh ya, Sengaja manggil gue abang buat ngejawab lo.”

     Aira mengangguk jujur.

     Ega mendesah pelan,“Tadi sama kawannya yang botak, Gak pernah gue liat di sekolah dipanggil dokter ahli saraf.”

Teruntuk Pesawat Kertasku [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang