" Sumpah ya, ga abis pikir gue sama si Rey!" Aku melemparkan tasku ke kasur. Disana ada kakaku yang sedang rebahan.
" Apaansi lu de, tas lu kena gue"
" Lu tau ka? Si Rey tadi narik gue ke kantin, kasar banget. Dia bilang anjing sama gue" Jelasku dengan raut wajah yang kesal.
" Sumpah lo?" Jawab kakaku dengan cuek karena sibuk dengan gadgetnya.
" Tau ah, kebiasaan kalo gue cerita kaga suka diresapi, males gue. Mau mandi aja"
Aku memilih mandi untuk menenangkan hati, menghilangkan rasa lelah agar tidak emosi.
Namun menurutku, ribut dengan Rey, sudah biasa. Banyak dari mereka yang bilang biasanya yang ribut gitu bakal jadi pacar. Pantang untukku menjadi pacar dia... amit-amit deh.
Hari demi hari kulewati dengan perasaan terkadang baper (bawa perasaan) terkadang down sekali, ketika mendengar berita tentang Erlan.
Waktu itu, aku diutus sekolah untuk lomba Puisi.
Hari demi hari aku putuskan untuk sejenak meninggalkan pikiran tentang Erlan terus menerus, agar fokus untuk lomba Puisi. Namun hasilnya gagal, takdir selalu mempertemukan aku dengan dia." Reva ibu tunggu dilantai 3" Sahut Bu Ina, ia adalah guru bahasa Indonesia sekaligus pelatih Puisiku.
" Iya bu, saya jajan dulu ya" Jawabku.
.
.
.
.
.
.
." Gue lega tau ga?" Sambil melangkahkan kaki menuju kantin aku memulai perbincangan dengan Caca, Manda dan Cici.
" Lega kenapa?" Jawab Cici.
" Lomba puisi bentar lagi, gue seneng. Jadi kaga ada beban hahahaha.
Gue tinggal ya, ada latihan dilantai 3 buat lomba"Aku meninggalkan mereka, kali ini tempat latihan Puisi di lantai 3. Sebenarnya gelisah, lantai 3 adalah kelas Erlan.
" Maaf bu Arin saya mau tanya, kalau bu Ina ada dimana ya?"
Aku bertanya pada guru yang sedang mengajar dilantai 3. Karena dari tadi tidak kutemui bu Ina." Kelas sebelah"
" Ohiya makasih bu." Kutinggalkan bu Arin dan melangkahkan kaki, menuju kelas sebelah.
" Hah? KELAS SEBELAH?! Itukan kelas Erlan" Aku memberhentikan langkah secara spontan. Ragu mulai datang, berfikir lebih baik mencari alasan agar tidak jadi latihan.
" Gue bilang aja hari ini ada ulangan!" Aku membalikkan badan. Dan melangkahkan kaki ke tangga untuk turun.
" Engga! Bentar lagi gue lomba. Masa cuma gara-gara malu sama Erlan gue ga latihan!
Paling latihannya diluar"Ku urungkan niat untuk berbohong pada bu Ina. Dengan niat yang kuat, menahan rasa malu. Aku akhirnya mengetuk kelas Erlan untuk mencari keberadaan Bu Ina.
*tok..tok..tok..*
" Assalamu'alaikum"
" Waalaikum'salam, Reva ayo masuk. Sudah ibu tunggu dari tadi!"
" Ma.. masuk b...bu?" Jawabanku terbata-bata .
" Masuk Rev, ada Erlan tuh!"
Kebiasaan Sisil mengomporiku tiada bosan. Semua pandangan mata tertuju padaku." Ayo Reva, masuk" Ucap Milda.
Akhirnya aku memilih masuk. Walaupun aku yakin wajahku tidak bisa dikontrol saat itu.
Namun tidak enak pada bu Ina, adalah alasan mengapa aku mau masuk kelas Erlan." Jadi Erlan, ke anak ibu nih?" Bu Ina yang ikut juga menggoda Erlan.
" Apa si bu" Erlan menunduk malu dan tertawa sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
love story never ends
RomansTernyata cinta yang indah itu adalah bagian akhirnya. Berjuanglah, memang pahit. Karena puncak dari cinta yang indah adalah bukan mencintai. Tetapi ketika salah satu berjuang dan akhirnya kedua belak pihak saling mencintai. Reva Ayla Khanza, perempu...