18

9 1 0
                                    

Aku menatap seluruh isi lapangan, ada ekskul pramuka.
Kurindu pramuka.
Aku sempat mengikuti pramuka, dan menjadi ketua. Tapi masaku sudah berakhir ketika menjabat sebagai Waketos.
Mereka mengingatkanku tentang perlombaan yang telah aku lalui bersama pramuka.

" Rev"
Leon memegang kepalaku.

" Emm"
Aku memandang wajah Leon.
Wajah Leon masih belum stabil, tampaknya ia masih emosi.

" Lo janji mau dengerin gue"
Leon duduk disampingku.

" Gue bakal tepatin janji itu ko"

" Lo tau masalah manfaatin dari mana?"
Leon menatapku dengan serius.

" Kalo lo janji ga bakal emosi, gue bakal kasih tau"
Aku memberikan jari kelingkingku.

Leon memberi jari kelingkingnya, tangan ia sudah berjanji tidak akan emosi.

" Gue tau dari Riky"

" Kan" Leon seperti emosi.

" Lo udah janji" Aku memegang pipi Leon agar menatap kearahku.

Leon mengangguk, mempersilahkanku untuk melanjutkan cerita.

" Lo harus ngerti posisi Riky, dia sahabat gue. Hal yang di takut kalo gue jatuh cinta sama lo, dan lo ternyata cuma manfaatin gue.
Itu alasan kenapa Riky ngasih tau gue"

Aku memperjelas.

" Rev, sumpah emang awalnya Rey nyuruh gue buat deketin lo karena hal itu. Tapi gue bener-bener sayang sama lo.
Kalo lo pikir gue manfaatin lo, gaakan sampe gue khawatir dan perhatian terlalu berlebihan, yang ada gue ilfeel"

Leon memegang tanganku, berusaha meyakinkan bahwa alasannya adalah benar.

" Tapi Riky pernah bilang sama gue buat hargain Lo, sebelum dia tau alasan lo deketin gue"
Aku melepaskan tangan Leon.
Menyadarkan ia bahwa ini adalah wilayah sekolah.

" Salah gue juga si gapernah cerita sama Riky"
Leon melepaskan tanganku, tanda ia mengerti ini adalah lingkungan sekolah.

" Lo sayang sama gue?"
Aku menatap Leon.

" Gue sayang Rev, terlanjur sayang"
Leon menatapku dengan raut wajah yang sedih.

" Kalo lo sayang, minta maaf sama Riky. Dia sahabat gue"

Aku masih menatap Leon.

" Tapi ga sepenuhnya salah gue Rev"
Leon memalingkan wajahnya.

" Riky juga pasti minta maaf karena dia ga jaga rahasia kalian ko"
Aku meyakinkan Leon.

" Iya, gue emosian tadi. Ga mikir jauh dulu"
Leon mengangguk.

Leon mengajakku ke basecamp geng abstrak. Ia tidak akan membawaku masuk, hanya membawa Riky keluar dari ruangan.

Aku dan Leon mengendarai motor kali ini, ia jarang membawa motor jika pergi ke sekolah.
Tiba disana, Leon langsung memanggil Riky.

" Gue masuk dulu"
Leon meninggalkanku diparkiran motor.

5 menit berlalu, Rey dan Riky menghampiriku.

" Rev, lo ko ada disini?"
Riky mendekat.

" Lo udah baikan Ky?"
Aku memegang pundak Riky.

" Gue udah baikan, masih linu aja"
Riky masih bingung mengapa aku masih ada disana.

Aku menatap Leon, meyakinkan ia agar meminta maaf duluan.

" Ky gue minta maaf udah kasar sama lo"
Leon memandang wajah Riky.

" Lo udah denger alasan kenapa gue jujur sama Reva?"
Riky melihat wajah Leon.

" Gue udah denger, dan wajar lo lakuin itu"
Jawab Leon.

" Gue cuma minta lo jagain Reva, jangan ada niat jahat sama dia.
Dia ade gua"

Riky menarik kepalaku untuk bersender di dadanya.

" Gue minta maaf sekali lagi"
Leon memeluk dan menepuk punggung Riky.
Mereka saling memaafkan.

Leon mengantarku pulang, karena hari sudah sore.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

* bugg *

Pintu tertutup dengan keras, aku baru turun dari motor.
Leon mengerti keadaan rumah, ia segera pamit meninggalkanku.

" Mana Reva? Dia butuh kasih sayang kamu sebagai ayah! Dia ga pulang karena kamu cuek sama dia!"

Suara mami terdengar keras. Membentak dady.

" Kamu yang jadi ibu ga becus buat Reva"
Dady kembali membentak mami.
Mereka sering ribut karenaku, aku sering membangkang dan pulang malam.
Sebenarnya aku tidak kemana-mana, diam di ruang osis.
Aku hanya malas ada dirumah, kaka yang sibuk dengan gadgetnya. Dan mami dady yang selalu ribut.

Suara mobil terdengar, dady pergi dari rumah.
Tanpa permisi, aku masuk kamar.
Menangis, lelah mendengar mami dan dady yang selalu bertengkar, bukannya memperbaiki.

" Neng" Bi Asih mengetuk pintu.

" Apaan" Aku menjawab ketus.

" Bibi bawain lumpia basah nih, kesukaan neng. Makan ya"
Bi Asih memang mengerti ketika aku tidak suka melihat mereka bertengkar.
Alasan mengapa aku tidak ingin ada di rumah.

" Ga nafsu, buat bibi aja"
Aku menarik selimut, masih menangis.

" Neng Reva, jangan sedih ada bibi kalo Neng Reva mau cerita"
Bi Asih masih dikamarku.

" Akhir-akhir ini banyak banget konflik hidup aku bi"
Aku bangun, dan menatap wajah bi Asih.

" Neng Reva, bibi siapkan air panas untuk berendam ya. Neng Reva pasti lelah, ayo dimakan dulu lumpia nya"

Bi Asih memang sangat perhatian.
Ia mengerti apa yang membuat moodku naik kembali.

Aku menyantap lumpia itu, dan pergi berendam untuk menenangkan hati.
Walaupun suara tangisan mami sangat menganggu, tapi berusaha ku abaikan.
Setelah adzan isya dan beres mengerjakan tugas.
Aku rebahan di kasur.

*Leon*

Leon mengajakku Video Call.
Aku mengangkat Video itu dan masih rebahan di kasur, hari itu aku lelah.
Sebenarnya sudah mengantuk, tapi tambah kesal mengangkat Leon.

" Gue tau lo pasti lagi sedih"
Leon memulai pembicaraan depan layar handphone.

" Emm"

" Gue gaajak jalan karena tau lo cape"
Leon meneruskan pembicaraan.

" Lo udah makan?"
Leon masih menatap dan bergaya di layar handphone, membuatku sedikit tertawa dengan tingkahnya.

" Udah" Mataku mulai sayu.

" Gue mau cerita tentang tadi di basecamp"
Leon masih berusaha membuat suasana ramai.

" Gue dengerin"
Aku mengucek mata yang sayu, campur antara ngantuk dan sudah memangis.

Leon bercerita sedangkan aku mendengarkan.
Ia bercerita panjang lebar apa saja yang ia lakukan di basecamp tadi.
Sedangkan aku perlahan menutup mata, masih bisa mendengar Erlan namun tidak bisa membuka mata, mataku berat.

" Lo udah tidur ya?Selamat tidur. Tidur yang nyenyak cantik. Gue sayang sama lo"

Suara Leon terdengar walaupun mataku sudah tidur.
Aku ingin sekali membuka mata untuk mengucapkan terimakasih kepada Leon. Namun mataku sudah berat.

Leon mematikan Video Call itu, Setelah mengucapakan selamat tidur.

love story never endsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang