29. Back

15 3 0
                                    

Tidak ada kabar apapun dari Leon.
Namanya di kontakku kini menjadi pajangan.
Aku tidak kehilangannya dan menyesal, namun aku takut karena menyakiti hati Leon.
Aku ingin sekali mengajaknya bertemu dan meminta maaf, namun sepertinya Leon akan berfikiran bahwa aku menjadikannya pelampiasan karena Erlan dan Claudia sudah resmi berpacaran.

Sebenarnya masih ganjal. Kapan Erlan dan Claudia dekat? Bukannya malam itu aku dan Erlan terlihat sangat dekat? Mengapa Claudia tidak melabrakku jika mereka memang dekat.

" Gue harus balik lagi kaya dulu. Gue jangan pernah sesekali kabur dan nundukin kepala gue di depan Erlan.
Gue sayang sama dia. Tapi dia udah bikin gue patah hati, gue ga boleh lemah! Semangat Rev! "

Aku merapihkan rambut didepan kaca. Menyemangati diri sendiri setelah lama murung.
Siapa lagi yang akan membangkitkanku selain aku sendiri.

" Selamat pagi Bi Asih"
Aku menyapa Bi Asih dengan gembira.

Bi Asih hanya melamun karena sebenarnya tadi malan aku masih murung. Wajar saja ia heran karena paginya aku sudah terlihat biasa saja.

" Ayo sarapan neng"
Bi Asih merapihkan makanan.
Menu makanan kali ini terlihat enak. Rasanya aku merindukan sosok diriku yang ini.
Reva yang cerita dan tangguh.

Tak lama setelah sarapan aku langsung pamit untuk pergi ke sekolah pada Bibi.

Aku memesan grab. Malas untuk membawa motor ke sekolah.

Setelah sampai di sekolah. Langkahku terhenti ketika melihat gerbang.

" Gue bisa! "

Aku melangkahkan kaki lagi dengan penuh semangat. Memberi senyuman pada setiap orang yang memperhatikanku.
Aku yakin mereka membicarakanku tentang aku yang malu karena Erlan.

" Gue ga peduli, maju Rev"

Aku masih menyemangati diriku.

" Selamat Pagiiiiiiii"
Aku menyapa semua teman kelas.
Salah satu diantara mereka terlihat aneh.
Aku yang sudah lama murung setiap masuk kelas kini datang dengan wajah yang ceria.

" Lo kemasukan apa? "

" Mata lo biasanya sembab"

" Jangan jangan udah ada doi baru"

Kata kata itu muncul dari teman kelas.
Aku hanya memperhatikan mereka dengan tersenyum.

" Gue suka lo yang gini terus kaya gini. Karena lo punya kita. Hidup lo bukan cuma tentang Erlan"
Manda mempersilahkanku untuk duduk diantara Caca dan Cici.

" Maaf dan terimakasih sikap gue yang kemaren kalo bikin kalian ngerasa risih"
Aku memperhatikan mereka.

" Makasih? "
Caca bertanya.

" Makasih tetep ada padahal gue pernah ngamuk karena Erlan sama kalian. Tapi kalian ada ketika gue ada masalah tentang Erlan"
Aku terseyum.

" Tugas temen bukan? "
Cici melontarkan kata itu.
Seolah ia tak mementingan kejadian hari dimana aku menjauh dari mereka.

Pelajaran di lewati dengan penuh semangat.
Setiap ada guru yang melontarkan pertanyaan aku jawab. Dan sesekali akulah yang bertanya.

Aku merindukan diriku yang seperti ini.

" Kantin yu! Lo udah ga malu kan? "
Manda mengajak kami ke kantin.

" Hahaha engga lah"
Kami melangkahkan kaki keluar kelas. Meski ragu. Namun harus ku coba.

" Revaaaaaa"

Sisil dengan suara yang keras langsung memelukku. Ia juga paham tentang aku yang tidak ingin keluar kelas.

love story never endsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang