13

12 1 0
                                    

Hari demi hariku lewati tanpa semangat, ingin sekali memiliki Erlan ketika melihat wajahnya.
Setelah pulang bareng Leon hari itu, kami jadi sering pulang bareng dan libur main berdua.
Tapi sayang, kebersamaan kami tidak bisa membuatku lupa tentang Erlan.
Suatu hari Erlan memanggil namaku, hari itu aku sangat Rindu, rindu Erlan. Tatapan dan genggaman tangannya.

Setelah selesai olahraga, aku pergi ke taman sekolah, setelah hari dimana aku mengetahui tentang Erlan, seringku tak bisa mengontrol emosi, lebih sering ingin sendiri.

" Benerkan lo ada disini" Suara Erlan mendekat, ia duduk disebelaku.

Mataku membulat, keadaan taman seketika menjadi tegang meskipun Erlan terlihat seperti biasa saja.

" Er--lan?" Sontak terkejut, seketika detak jantung berdetak lebih kencang.
Urat nadi sepertinya menegang.

Erlan menatap wajahku, pandangan yang kurindukan kini ada lagi.
Wajahku memerah, mataku sudah tidak bisa membendung air mata.
Tak terasa, aku meneteskan air mata, menatap Erlan seolah memberi tanda rindu sekali sosok Erlan.
" Gue sayang sama lo"
Aku yang belum sadar meneteskan air mata, Erlan sempat bingung mengapa aku menangis. Akhirnya ia bertanya.

" Rev, lo kenapa nangis?"
Erlan menatapku lebih dalam, mendekatkan posisi duduknya.

Aku diam, tidak ada jawaban. Erlan masih terlihat bingung.

" Cerita sama gue" Erlan melanjutkan omongannya.

" Gue sayang sama orang yang ga sayang sama gue.
Kata banyak orang cowo itu cuek banget aslinya, tapi cara dia perlakuin gue dan perlakuin oranglain beda.
Ada yang nebak dia suka balik sama gue, tapi gue ga yakin"

Tanpa sadar aku mendefinisikan Erlan didepan dia.

" Gue harus jauhin dia. Harusnya bukan hal yang sulit karena gue baru sayang sama dia.
Tapi ini rasanya susah, gue kaya udah lama sayang sama dia"

Aku meneruskan cerita, setiap kata yang keluar membuatku tambah menangis.
Bercerita secara tersendat-sendat karena tangisan yang tidak berhenti.

Erlan angkat bicara, ia menatap mataku. Sepertinya ia begitu paham tentang ceritaku.

" Gue gabisa respon apa-apa, kalo lo sayang perjuangin aja" Erlan menatap mataku, kali ini aku nikmati tatapannya.
Terhanyut sampai menangis, kali ini aku benar-benar rindu.

Orang itu lo Lan. Aku menghapus air mata ketika sadar dihadapanku adalah Erlan.

" Sorry gue nangis, lo ada apa nyari gue?"
Aku memalingkan wajah, mengusap air mata yang ada di pipi.

" Setau gue lo tangguh ya, anti cowo-cowo club?"
Erlan tertawa, ia berusaha menghiburku, melupakan sejenak tentang tangisan tadi.

" Tapi gue normal ko ahaahaha"
Aku tertawa, nyaman sekali ada didekat Erlan.
Tatapannya mampu membuatku jatuh cinta setiap saat.
Melupakan bahwa aku harus menjauhi dia.
" Menjauhi Erlan?". Omaygad kalo Rey liat bisa abis Erlan.

" Gue ke kelas" Aku berdiri meninggalkan Erlan.

" Rey ga sekolah ko" Ucapan Erlan memberhentikan ucapanku.

" Lo jadian sama Leon?" Erlan melontarkan pertanyaan yang menurutku sangat aneh.
Ia bertanya tentang Leon.
Dari mana gosip baru itu?

Aku memandangkan Erlan, melangkah mendekat lalu duduk disampingnya.

" Engga, lo dapet gosip dari mana?" Aku masih sibuk mengusap air mata, karena terus berjatuhan ke pipi.

Erlan menatap mataku, ia seperti ingin mengungkapkan apa yang dari tadi tidak ia ungkapkan.
Tidak lama saat menatap Erlan menggelengkan kepalanya.

" Ga perlu tau dari mana Rev, lo jangan sedih. Gue cuma bisa sampe disini"
Erlan memandang wajahku terseyum.
Aku tidak mengerti apa maksud Erlan sampai disini.

Ada permainan apa lagi ini?
Aku menghela nafas, tidak ada yang bisa kulontarkan dari mulut.
Ini membuatku berfikir keras.
Aku yang sedikit-dikit mengeluarkan air mata masih menatap Erlan.
Tatapan Erlan seperti perpisahan.

Ya Tuhan.. kenapa banyak teka-teki yang membuatku lemah..

Erlan masih disana, menatap mata Reva. Raut wajah yang tidak bisa kudefinisikan.
Wajahnya yang bersih, tatapannya yang indah.
Matanya yang kurindukan.
Kali ini aku tidak ingin menundukkan kepala, aku rindu Erlan.
Aku rindu dia, ingin menangis ketika mengingat bahwa Erlan bukanlah siapa-siapa.
Mustahil ia mencintaiku, itu yang aku pikirkan.

Angin menyapu wajahnya, rambutnya yang tidak rapih itu membuat wajahnya lebih tampan.

" Lo jangan nangis, gue kaku sama cewe makannya gabisa kasih lo solusi.
Gue ke kelas ya ada jam pelajaran"

Erlan menatapku, ia berdiri meninggalkan taman.
Berjalan dengan agak cepat, karena tertinggal jam masuk kelas.
Sedangkan aku masih duduk disana, masih terbayang wajah Erlan yang bukan siapa-siapa untukku.

Aku yang menatap dia untuk berharap. Sedangkan ia memandang untuk memberi harapan yang semu.

love story never endsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang