Endorphin

3.7K 177 1
                                    

Kesejukan begitu terasa saat air wudhu membasuh wajah. Rasa lelah serta penat hilang seketika. Suara adzan begitu menggema, berkumandang dengan indah sebagai tanda masuk waktu shalat. Suara muadzin tersebut selalu membuat Noe begitu damai hingga membuat hormon endorphin nya meningkat. Bukan hanya lafadzh serta makna dalam adzan itu, melainkan Noe juga jatuh hati dengan sang pemilik suara yang terdengar indah. Sebuah suara yang selalu di dengar nya akhir-akhir ini.

Bangunan Masjid tersebut memang tak jauh dari lokasi Rumah Sakit tempat Noe bekerja. Sangat starategis, dan para tenaga medis yang memiliki waktu luang setidaknya selalu melakukan ibadah di Masjid tersebut. Noe yang sudah berwudhu memakai alat shalat yang disebut mukena. Suara komad sudah terdengar menandakan shalat akan segera dilaksanakan.

Dan lagi, Noe selalu terenyuh dengan pemilik suara yang sama. Suara sang Imam begitu menyentuh hati Noe. Setiap Surah yang dibacakan terasa sejuk di dalam qolbu gadis itu. Hingga sampai salam terakhir Noe begitu menikmati shalat nya. Hari ini merupakan hari ketiga belas Noe di Imami oleh seorang Imam yang sama. Noe seakan sudah hafal dengan suara sang Imam yang ia tidak tahu bentuk rupa nya.

"Kak, ini sudah hari ketiga belas aku menjadi makmum dari Imam yang sama." Noe berbicara dengan pelan pada Kak Risty yang ada di sebelahnya.

"Kamu hitung?" tanya Kak Risty dengan rasa tak percaya. "Wah...memang luar biasa adik ku satu ini. Segitu bucin nya kamu? Mau dijadiin calon Imam beneran nih?" Kak Risty tertawa meledeki junior nya itu.

"Ih Kak Risty, ini Noe serius. Ya kali aja dia jodoh Noe, hehehe. Jodoh kan suka gak terduga gitu." ucap Noe sumringah.

Kak Risty menghela napas. "Kamu ini suka banget sama yang abstrak. Coba kalau orang yang terlihat sama kamu suka sama kamu gak digubris sedikitpun. Kalau ternyata Imam itu udah beristri gimana? atau kakek-kakek?" Kak Risty tertawa.

"Ih Kak Risty jahat, kalau kakek-kakek gak mungkin lah suara nya lantang gitu. Kalau beristri....." Noe menggantung kata-kata nya. "Hmm...Noe yakin dia cowok single sih. Gak tau kenapa Noe merasa dia pria single yang sudah Allah jodohkan untuk Noe." Noe menaruh telunjuk nya di dagu seakan sedang berpikir dan sangat percaya diri.

Lagi-lagi Kak Risty ingin tertawa dengan penuturan juniornya itu. Gadis yang aneh dan unik. "Hahaha...tahu darimana kamu kalau Imam itu single? Ya udah sana shalat istikharah, biar diyakinin ini jodohmu apa bukan."

"Keyakinan hati aja sih Kak, firasat. Boleh sih dicoba, belum pernah aku istikharah-in" Noe menyengir kuda.

"Ya ampun Noe..." Kak Ristu hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Semoga jadi jodohmu ya, dan semoga firasat mu benar kalau dia cowok single."

"Aamiin Ya Allah." Noe seraya mengangkat tangan seperti orang berdo'a.

"Dasar adiks...." Kak Risty mengelus puncak kepala Noe seraya terkekeh.

Di samping itu Radip sedang memakai kaos kaki. Rambut nya sedikit basah karena air wudhu yang tersisa. Lengan kemeja nya masih tergulung sampai siku. Ia tak membawa jas putih identitasnya, karena kurang beretika apabila jas itu harus dibawa kemana pun ia pergi.

"Gimana hafalan mu Dip?" seorang ustadz yang duduk di sebelah Radip bertanya padanya.

"Alhamdulillah pak ustadz, baru 25 juz."

"Alhamdulillah, saya yakin kamu bisa sampai 30 juz. 3 bulan ke depan harus sudah 30 juz ya?" Pak ustadz tersenyum pada Radip.

"InsyaAllah, do'akan saja pak ustadz." Radip tersenyum.

"Besok Surah Al-Mulk ya pas jadi Imam."

"Siap Pak, insyaAllah."

"Usahakan selalu shalat di masjid. Laki-laki itu lebih baik shalat nya di masjid."

"Siap Pak, insyaAllah saya akan selalu pegang itu jika tidak dalam kondisi terdesak. Kalau gitu saya duluan ya Pak, karena harus kembali ke ruangan." Radip menyalim Ustadz tersebut sebelum pergi, Radip sudah lama mengenal beliau, tepatnya sejak masih duduk dibangku SMA. Papa Ega selalu mengajak Radip shalat di masjid Al-Baitullah tersebut. Sejak itu Radip sering menjadi Imam shalat, awalnya ia tidak berani dan tidak mau. Namun, pak Ustadz tiada henti menasehati dan memberi semangat pada Radip. Kini, Radip telah tumbuh menjadi pria dewasa yang mengagumkan. Ia ingat sekali dengan kata-kata yang diucapkan oleh Ustadz nya tersebut.

"Kamu itu cerdas, kamu anak yang pintar dan baik. Namun semua itu akan sia-sia kalau kamu gak belajar agama. Tidak banyak yang mampu menghafal Al-Qur'an. Akan lebih baik jika kamu menjadi dokter yang berjiwa Qur'ani." Radip selalu tersenyum setiap kali mengingat kata-kata tersebut.

"Jadi orang yang amanah ya nak, semoga semua keinginan mu tercapai. Salam untuk Papa mu." ucap Pak Ustadz tersenyum. Tak menyangka jika kini Radip sudah tumbuh dewasa.

"Aamiin Ya Allah. Siap pak nanti saya sampaikan salam nya."

Radip melangkahkan kaki menuju Rumah Sakit yang hanya berjarak lima langkah. Dibelakang itu ada Noe dan Kak Risty berjalan agak jauh dari Radip.

"Itu koas Radip kan?" Kak Risty bertanya pada Noe.

"Kayak nya sih Kak."

"Eh, jangan-jangan yang jadi Imam tadi si Radip." Kak Risty terkekeh.

Noe menatap punggung Radip. "Dia? Ya gak mungkin lah, gak ada tampang-tampang calon Imam nya."

"Hush, kalau ngomong, awas jodoh loh."

"Aku sama dia? Jodoh? Kayaknya sih enggak." Noe menggelengkan kepalanya.

"Jodoh-jodoh, kakak do'ain berjodoh deh." ucap Kak Risty terkekeh.

"Ihh...Kak Risty." Noe protes dengan ucapan senior nya itu. Kak Risty terus saja menjahili Noe yang membuat gadis itu kesal.

We Marry (?) Mr.Doctor [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang