Alam Semesta, Hai! (Bagian 2)

154 21 34
                                    


              Parangtritis, akhirnya kami sampai dipantai ini setelah perjalanan yang cukup lama melewati pemandangan yang begitu menakjubkan.

Tanpa basa-basi Sore langsung turun dari mobil dan langsung menuju bibir pantai untuk bermain pasir pantai dan merasakan dinginnya air laut, berlari-larian disepanjang pantai, menulis-nulis di pasir, membuat kreasi yang menurutnya bagus dengan menggunakan pasir, bahkan hampir terlihat norak.

Saat dia bermain seperti itu dia benar-benar terlihat lucu, seperti anak berusia 8 tahun yang baru melihat pantai saja. Tidak terlihat seperti singa yang keras kepala, gumamku dalam hati.

Riyan menyuruhku untuk menemani Sore bermain agar tidak terjadi hal buruk pada gadis itu, sementara Riyan akan mencari penginapan terdekat dan mencarikan makanan untuk kami.

Riyan memang sahabat yang baik, padahal dia dalam keadaan lelah menyetir 4 jam tanpa henti, tapi dia tetap saja memikirkan kami. Tentu saja aku tidak tega melihat Riyan yang kelelahan harus kembali menyetir. Aku mengejar Riyan ke mobil dan menawarkan agar aku saja yang mencarikan penginapan, tapi Riyan menolaknya, dia mengatakan kalau ada urusan yang harus dilakukannya dan aku tidak bisa memaksanya.

**

"Sam, ayo sini ikut lari-larian sama saya, airnya dingin banget, pasirnya juga indah."

Sore menarik tanganku agar aku mendekati bibir pantai, tapi aku menahan tarikannya. Karena jujur, aku tidak ingin terlihat seperti anak kecil yang bermain ditepi pantai, dan tentu akan sangat melelahkan jika mengikuti apa yang Sore lakukan.

"Kamu aja ya, aku disini saja," ucapku pelan sambil melepaskan tanganku dari genggaman Sore.

"Ayo, Sam. Gak boleh nolak permintaan wanita lho! Ini bagian dari perubahan kamu," mengancamku dengan tatapan tajamnya.

Lagi-lagi Sore mengeluarkan jurus jitunya, aku langsung skakmat tidak bisa berkata-kata. Sore kembali menarik tanganku dan mengajakku ikut berlarian kesana-kemari melakukan hal norak seperti yang sudah kujelaskan tadi. Namun, dengan berat hati kucoba untuk mengikuti kemauannya berlari-larian ditepi pantai dengan ombak yang menabrak kaki. Ternyata tidak seburuk yang kupikirkan. Ku pikir akan semakin lelah jika mengikuti apa yang dilakukannya, namun justru badanku terasa segar dan lelahku terobati ketika menyentuh air laut yang begitu dingin.

"Sam, kamu mau tahu satu hal?" berjalan pelan mendekatiku.

"Apa?"

"Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya," berbisik ditelingaku sambil menutup mulut dengan telapak tangannya.

"Emm..," jawabku cuek.

"Sebenarnya ini pertama kalinya saya berlarian menikmati indahnya pantai."

Spontan aku terkejut dan alis kananku terangkat keatas, "Seriusan?"

"Woi, ternyata ada orang yang baru pertama kali ke pantai nih," teriakku keras sambil menjulurkan lidah mengejek Sore.

"Sam, jangan bikin malu saya dong."

"Biarin," lari menjauhi Sore.

"Awas kamu ya," menghentakkan kakinya kepasir sambil mengancamku dengan tatapan tajam seperti biasanya.

"Gak takut," menjulingkan mata menatapnya.

Lalu tiba-tiba ombak besar datang mengguyur badanku, benar-benar sial. Semuanya menjadi basah, begitu dingin padahal mentari cukup terik, sepertinya ombak ini sudah berkonspirasi dengan Sore.

Senja Tanpa JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang