Hari Kebahagiaan (Bagian 2)

121 14 10
                                    


                   Ini adalah hari kedua dan tentu saja ini adalah hari terakhir berada di Yogyakarta. Riyan mengatakan pada kami kalau tadi subuh mamanya menelpon dan mengatakan akan tiba pukul 22.00 di bandara Ahmad Yani, Semarang. Jadi kami harus bisa sampai di Semarang sebelum jam 22.00 agar Riyan bisa menjemput kedua orang tuanya.

Mentari sudah semakin tersenyum memancarkan cahayanya yang begitu terang, begitu cerah teramat indah, sepertinya cukup sampai disini saja berada dipantainya. Jogja memiliki banyak destinasi wisata alam, namun tidak akan sempat untuk dikunjungi satu per-satu, kami harus memilih. Pilihan selanjutnya yang akan kami kunjungi adalah Gumuk Pasir Parangkusumo. Untuk kalian yang belum mengetahui apa itu gumuk pasir parangkusumo, aku akan menjelaskan. Jadi gumuk pasir parangkusumo adalah gundukan pasir atau hamparan pasir akibat erupsi gunung merapi, memang tidak seluas hamparan pasir di gunung Bromo, tapi gumuk pasir parangkusumo ini tidak kalah indahnya dengan hamparan pasir di gunung Bromo. Di gumuk pasir parangkusumo ini kita bisa menikmati yang namanya sandboarding atau selancar pasir, seperti yang biasa dilakukan di pantai dengan bantuan ombak, hanya saja kali ini medianya adalah pasir. Namun papan selancar yang digunakan bukanlah papan selancar biasanya melainkan papan skateboard tanpa roda.

Terdengar seru, bukan?

Untuk itulah destinasi berikutnya adalah berangkat ke gumuk pasir parangkusumo, tidak terlalu jauh dari pantai parangtritis. Sebenarnya Sore tidak ingin pergi dari pantai, dia masih tetap ingin bermain air laut. Tapi aku dan Riyan memaksanya karena tidak lengkap rasanya jika hanya diam di satu destinasi saja. Aku dan Riyan bersekutu meyakinkan Sore bahwa gumuk pasir ini akan lebih seru dan menyenangkan, walaupun sangat sulit meyakinkannya tapi pada akhirnya Sore menyetujuinya. Kami berhasil mengalahkan keras kepalanya Sore, untuk pertama kalinya, ini adalah hal yang langka, bahkan bisa disebut sebuah keajaiban.

**

"Yan, nanti ajarin saya sandboarding, ya," ucap Sore memukul punggung Riyan dari belakang.

Riyan tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang Sore katakan. Selama aku mengenal Riyan aku tidak pernah tahu kalau dia bisa berselancar apalagi sandboarding, mustahil dia mengajari Sore.

"Aku gak bisa sandboarding Sore, aku ke gumuk pasir cuma untuk melihat-melihat saja, kalau kamu ingin sandboarding minta ajarin sama Sam saja, dia jago banget berselancar," mengetuk-ngetuk setir mobil.

"Saya tidak mau diajarin sama Sam, nanti dia marah-marahin saya, dia keras kepala," melirikku sekilas sebelum kembali memandangi badan jalan.

Aku begitu kesal mendengar apa yang Sore katakan, ia berbicara sesuka hati tanpa berkaca diri, lagipula yang keras kepala siapa, yang pemarah siapa. Dasar gadis penuh drama! Gumamku dalam hati.

"Siapa juga yang mau ngajarin lu?" menatap Sore dengan pandangan sinis.

"Sam!!!!" membalas menatap dengan pandangan yang begitu tajam.

"Kenapa? Mau marah karena nggak diajarin?"

"Bukan itu, tapi ucapan kamu! Jangan pake lu gua!"

"Emm..," jawabku cuek.

Selalu saja aku yang kalah! Aku tidak bisa mengalahkannya. Jika berdebat sudah dipastikan pemenangnya adalah gadis keras kepala itu. Yang bisa kulakukan hanya diam dan diam. Menyebalkan. Aku sangat ingin memenangkan perdebatan dengannya tanpa dibantu Riyan, tetapi mulutku selalu saja bungkam.

"Kalian ini selalu bertengkar ya, hati-hati jodoh lho. Aku seperti sedang menonton tom and jerry saja," ucap Riyan sambil tertawa terbahak-bahak.

Senja Tanpa JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang