Sebelum masuk ke mall kedelapan siswa SMP ini mampir ke WC umum dulu.
"Kita mau ngapain?" tanya Banzai lugu. Apa ada yang sedang ingin buang air? Kenapa tidak di dalam mall saja, kan lebih bersih.
"Sudah. Ikut aja," celetuk Zimmy yang berjalan di depan. Di dalam WC umum khusus pria mereka membuka ransel satu-satu dan mengeluarkan satu stel pakaian. "Siswa berseragam kan tidak diizinkan masuk ke mall. Jadinya kita ganti baju dulu," kata Si kandidat ketua OSIS sembari mengganti kemejanya dengan kaos yang dia bawa.
"Lalu aku?"
"Banzai, kamu kan anak baru dan belum pernah sama sekali masuk ke mall pakai seragam. Ini akan menjadi pertama kalinya buatmu. Dan itu tidak masalah. Dulu kami juga pernah sekali, dan hanya ditegur oleh satpam. Katanya, jangan diulangi lagi ya. Begitu saja. Tidak masalah buatmu. Tapi bagi kami yang sudah pernah, itu masalah jika terulang lagi. Makanya sekarang kami ganti baju," ucap teman baru Banzai yang terlihat paling ramah daripada yang lainnya. Lalu dia masuk ke bilik WC dengan membawa celana jeans.
"Onggik! Aku ikut. Biar nggak ngantri lama-lama," panggil anak yang berbadan paling besar. Dia berlari menuju bilik sambil membawa celana jeans juga. "Ish ish ish. Mana muat tempat sekecil ini kalau ada kamu. Nanti saja habis aku keluar!" sahut anak yang bernama Onggik itu sambil menutup pintu tepat di depan wajah anak berbadan besar.
Mereka telah ganti baju, kecuali Banzai tentunya, dan siap untuk masuk mall. Ketika telah masuk di dalam, mereka bertujuh berisik sekali membicarakan antara timezone dulu atau ke makan dulu. Dan Banzai cuma diam sambil melihat-lihat. Ini kali pertama dia pergi ke mall setelah sekian lama. Terakhir dia pergi ke mall adalah dua tahun lalu saat dia masih di sekolah dasar dan itu bersama orangtuanya juga Bi Unah. Sudah sejak dua tahun terakhir ini orangtuanya sibuk sekali dan lebih sering berada di luar negeri daripada di rumah. Ya, di rumah hanya ada dirinya dan Bi Unah saja. Ada satpam, tukang kebun dan satu ART lagi juga sih, tapi mereka tidak 24 jam berada di rumah. Satpam ada sejak sore sampai pagi. Tukang kebun dan ART ada sejak pagi sampai sore. Sedangkan Bi Unah selalu ada di rumah 24 jam. Dia sudah Banzai anggap seperti keluarga sendiri. Pengganti Mama ibaratnya.
Setelah berdebat satu sama lain, Geng Juara memutuskan untuk ke timezone dulu. Masalah makan bisalah nanti-nanti aja kalau sudah lelah sekali. Sekarang main yang lebih utama.
Setelah sampai di timezone, semuanya berpencar sendiri-sendiri menuju permainan favoritnya. Yang berbadan paling besar dan Zimmy menuju Maximum Tune, mereka saling berkata akan mengalahkan satu sama lain. Onggik dan satunya yang tidak dikenal Banzai (karena sangat pendiam) menuju Street Basketball Game. Sedang yang lainnya berlomba lari menuju Time Crisis. Banzai bingung harus kemana karena dia tidak pernah bermain di timezone, jadi dia takut salah salah saat menggunakan permainan-permainan ini jika bermain sendirian. Alhasil dia memilih mendekati Onggik, tentu karena Onggik paling ramah disini. Meski Zimmy yang pertama kali mengajaknya bicara, atau si calon kandidat ketua OSIS yang mengatakan dia boleh bergabung di geng ini, tapi Onggik lebih menarik perhatiannya. Dia pun menuju permainan lempar bola basket itu.
"Oh hei Bro! Kamu ingin main bola juga?" Hal yang tidak mengherankan, Onggik menegur Banzai duluan.
"Ya. Sepertinya menyenangkan disini. Bagaimana kalau kita berlomba?" Banzai berusaha lebih berbaur dengan teman-teman barunya ini. Onggik teman yang menyenangkan, maka Banzai berpikir harusnya dirinya juga bisa menjadi teman yang menyenangkan.
"Bagaimana kalau ada hadiah untuk pemenangnya?" celetuk si pendiam. Saat inilah Banzai baru sadar bahwa di balik potongan rambut yang bagi Banzai aneh itu (potongan rambut mangkuk yang poninya panjang sampai menutupi alis), anak pendiam itu mirip sekali dengan si calon kandidat ketua OSIS.
"Kamu kok mirip dengan..."
"Dengan Wino?" sahut si pendiam lalu tersenyum miring sekilas dan mendengus. "Kami kembar. Aku Woni."
Bangau hanya ber-oh. Penjelasan yang masuk akal. Tunggu. Ada anak kembar di geng ini! Banzai bertanya-tanya di dalam hati, bagaimana ya rasanya memiliki saudara kembar? Apa mereka juga berbagi kamar dan barang-barang? Bisa saja sih jika tidak, seperti saudara biasa.
Mereka pun memulai tanding pencetakan gol bola di permainan ini. Siapa yang mendapatkan skor tertinggi dialah pemenangnya. Kebetulan disini ada tiga mesin permainan, jadinya pas masing-masing untuk satu orang.
Mulai! Onggik terlihat paling gesit diantara mereka bertiga. Dia kan memang pemain basket di sekolah. Woni sedikit lambat tapi tidak secanggung Banzai. Ah, Banzai jarang sekali main basket. Di rumah ada sih ring basket di halaman, tapi kan tidak asyik kalau main sendirian. Dia terakhir main basket saat pelajaran olahraga beberapa hari lalu. Itu pun jelas dengan penuh kekakuan. Tapi Banzai tidak mau menyerah. Dia berusaha sangat keras meraih sebanyak-banyaknya bola dalam waktu sesingkat mungkin, lalu melemparnya, dan tidak berhenti.
"Woah Banzai semangat sekali!" sorak Onggik. Woni melirik.
Di akhir permainan, Onggik mendapatkan skor paling besar. Sedangkan Woni dan Banzai mendapatkan skor sama. Ini cukup melegakan bagi Banzai. Ternyata dia tidak terlalu payah dalam basket.
"Ada dua orang yang kalah nih. Bagaimana? Kalian mau memberi aku hadiah bersama-sama?" goda Onggik sembari merangkul Banzai dan Woni. Lalu ditepis oleh Woni, "Bagaimana kalau aku dan Banzai suit untuk menentukan siapa yang kalah?"
"Boleh aja sih. Asyik tuh sepertinya," dukung Onggik. Lalu Woni pun mulai suit batu-gunting-kertas dengan tangan mengarah ke atas. Woni melihat Onggik yang berada di belakang Banzai dengan tatapan tajam. Onggik memberikan jempol padanya.
"Siap? Mulai suit pertama!" teriak Onggik.
Banzai kertas, Woni gunting. Kedua, Banzai batu, Woni kertas. Ketiga, Banzai kertas, Woni gunting. Woni-lah pemenangnya, dia tersenyum sekilas. "Kamu memang kalah Banzai," ucap Woni dengan nada mengejek.
Onggik merangkul Banzai. "Tidak apa-apa. Ini hanya permainan," ucapnya dengan nada menenangkan. "Jadi, kamu akan memberikan hadiah apa untukku?"
Ah, tidak mengapa, pikir Banzai. Toh ini hadiah untuk Onggik. Dia tidak keberatan membelikannya sesuatu. Apa ya kira-kira? "Bagaimana kalau kutraktir snack saja?"
Onggik berpikir sejenak. "Boleh. Pop corn yang di dalam bioskop ya. Aku sedang kepingin sekarang." Lalu mereka bertiga pun menuju ke bioskop yang berada di sebelah timezone dan membeli pop corn. Satu untuk Banzai, satu untuk Onggik. Sedangkan Woni membeli dengan uangnya sendiri.
Asal kalian tahu, sebenarnya tadi Onggik-lah yang memberitahu Woni tangan yang sedang dipersiapkan Banzai saat suit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Teen FictionSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?